Berkat Istri Gembong PKI, Aktivis HMI Ini Lolos Jadi Korban

10 Oktober 2022, 21:25 WIB
Berkat Istri Gembong PKI, Aktivis HMI Ini Lolos Jadi Korban /Buku Kisah Nyata, Sejarah Banjir Darah para Kyai, Santri, dan Penjaga NKRI oleh Aksi-aksi PKI (2015)

PORTAL MAJALENGKA - Dalam ingatan masyarakat Indonesia, PKI telah membuat ulah dan memakan banyak korban.

Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1948 dan yang paling dikenal adalah pada tahun 1965 yang disebut dengan G30S PKI.

Namun sebenarnya, tidak hanya di malam 1 Oktober 1965 saja PKI membuat keonaran.

Baca Juga: Sejak Lidah Ashuri Dibelah PKI 1965, Dia Tak Fasih Lagi Mengaji

Menjelang G30S PKI, di beberapa kota termasuk Surakarta menjadi sasaran kekejaman PKI.

Dilansir dari buku Kisah Nyata, Sejarah Banjir Darah para Kyai, Santri, dan Penjaga NKRI oleh Aksi-aksi PKI (2015:168), terjadi aksi PKI di Surakarta sebelum meletusnya G30S PKI.

Diceritakan oleh H. Mochamad Amir seorang aktivis HMI Surakarta yang kala itu berusia 27 tahun.

Baca Juga: Link Tes Ujian Kesabaran Viral di Tiktok 2022, Ikuti dan Cari Tahu Sesabar Apakah Dirimu Selama Ini

Dia merupakan korban selamat karena diberitahu oleh istri gembong PKI yang datang ke rumahnya saat tengah malam.

Namun meskipun nyawanya selamat, tapi tidak dengan putri pertamanya yang bernama Fatimah.

Saat itu Amir merupakan pemuda yang baru beberapa tahun menjalani kehidupan rumah tangga dan dikaruniai seorang putri.

Baca Juga: Polisi Akui Ada Gas Air Mata Kedaluwarsa yang Digunakan saat Tragedi di Stadion Kanjuruhan

Dia dan istrinya memiliki sebuah rumah yang berada di pinggir sungai Cemani, Desa Ngruki, Solo.

Amir merupakan pendakwah sekaligus orator yang cukup mempunyai taring di Surakarta kala itu.

Diceritakan saat itu Surakarta bahkan Solo sudah dalam keadaan genting karena ulah para PKI. Bahkan jalan-jalan masuk ke desa pun sudah dijaga ketat oleh PKI.

Baca Juga: Kemendikbud Terbitkan Aturan Seragam Baru untuk Sekolah SD sampai SMA, Simak Penjelasannya

Para tokoh di Desa Ngruki sebetulnya sudah terlebih dahulu mengungsi ke daerah-daerah lain. Namun Amir merasa tidak akan terjadi apa-apa sehingga dia tetap bertahan di desanya.

Menjelang tengah malam sekitar pukul 11, seseorang datang mengetuk pintu rumahnya dan ternyata seorang perempuan yang ia kenal sehari-hari.

Ia adalah istri Atmo. Setelah peristiwa ini, Amir baru mengetahui bahwa Atmo merupakan seorang gembong PKI yang memimpin pergerakan di desa tersebut.

Baca Juga: Manoj Punjabi Hadirkan Film KKN di Desa Penari dengan Versi Extended, Kapan Tayang?

"Pak Amir, duh anda ini orang yang baik, setiap lebaran selalu memberikan makanan ke tetangga-tetangga ko mau dibunuh" ucap perempuan itu.

"Siapa lho bu yang mau membunuh saya?" Tanya Amir.

"Sudah, lebih baik pak Amir pergi sekarang, nanti jam 1 malam, suami saya Atmo akan datang membunuh sampeyan" ucap perempuan itu menyuruh Amir untuk pergi.

Baca Juga: Witan Tambah Menit Bermain, AS Trencin Sukses Menang Besar atas Slovan Bratislava

Menurut keterangan istri Atmo ini, suami beserta kawanan PKI telah membuat daftar siapa saja orang yang akan dibunuh.

Dalam rapat itulah, tak sengaja istri Atmo mendengar obrolan tersebut dan menyelinap keluar rumah untuk memberi tahu Amir.

Karena jalan desa sudah dikuasai PKI, akhirnya Amir, istri, dan anaknya yang bernama Fatimah memutuskan untuk keluar desa melewati sungai.

Baca Juga: Buruan Cek Bansos BSU Tahap 5 Sudah Cair Melalui Link bsu.kemnaker.go.id, Pastikan Nama Kalian Terdaftar

Namun ternyata air sungai Cemani pada malam itu lebih tinggi dari biasanya. Sehingga cipratan-cipratan air mengenai tubuh Fatimah yang masih balita.

Amir dan istrinya menangis dalam pengungsian melewati sungai tersebut hingga tibalah Amir di tempat kakaknya di daerah Jeruk Banteng.

Namun seketika itu pula tangis Amir dan istrinya pecah saat melihat Fatimah badannya membiru karena tak kuat menahan dingin.

Baca Juga: Haru, 100 Polisi Malang Sujud Massal Mohon Maaf Tragedi Kanjuruhan

Esok harinya, Fatimah buru-buru dibawa Amir dan keluarganya ke rumah sakit terdekat, namun nyawanya tak tertolong.

Setelah pemakaman Fatimah, Amir mendapat kabar bahwa 2 sahabat dakwahnya yakni Bahrun dan Miftah diseret PKI pada malam itu.

Mereka berdua terbunuh dengan sangat keji yang sebelumnya telinga mereka dipotong habis oleh PKI.

Baca Juga: Kuliner Unik, Demi Nasi Putih dan Telor Doank Rela Antre Berjam-jam, Gimana Rasanya Sih?

Amir juga kehilangan Harto, seorang pengawal keamanan yang selalu ikut saat Amir melakukan dakwah ke beberapa daerah.

Menurut informasi yang ia dapat, malam itu rumah Amir didatangi PKI dengan membawa golok dan rantai, namun rumah Amir telah kosong.

Suasana desa Ngruki, Solo mulai tenang saat pasukan yang dipimpin oleh jenderal Sarwo Edi menumpas para PKI termasuk di daerahnya.

Baca Juga: Kuliner Unik Warung Lodeh Mbok Semah Jombang, Pembeli sampai Antre Numpuk

Dalam perjalanan hidupnya, selain sebagai Da'i dari Surakarta, ia juga menjadi dosen di Universitas Islam Indonesia (UII) jurusan Hukum.***

Editor: Husain Ali

Sumber: Buku Kisah Nyata, Sejarah Banjir Darah para Kyai, Santri, dan Penjaga NKRI oleh Aksi-aksi PKI (2015) karya Anab Afifi dan Thowaf Zuharon

Tags

Terkini

Terpopuler