Perokok Terus Meningkat Bukti Buruknya Komitmen Pemerintah Mengendalikan Zat Adiktif

22 November 2023, 15:54 WIB
Ilustrasi Rokok Eceran /pixabay/geralt/

PORTAL MAJALENGKA - Berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS) Tahun 2022, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang, yaitu dari 60,3 juta pada tahun 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada tahun 2021.

Selain itu, ada peningkatan prevalensi rokok elektronik pada tahun 2011 sebesar 0,3% angka tersebut naik 10 kali lipat pada tahun 2021 meningkat menjadi 3%.

PP 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau sangat lemah sehingga target penurunan prevalensi perokok anak dari tidak tercapai bahkan meningkat.

Baca Juga: Bahasa Indonesia Ditetapkan Jadi Bahasa Resmi Konferensi Umum UNESCO

Bappenas memprediksi di akhir masa periode pemerintah Presiden Jokowi pada tahun 2024 juga tidak akan ada penurunan prevalensi perokok anak.

Pemerhati perlindungan anak, Lisda Sundari, dari Yayasan Lentera Anak mengatakan bahwa PP Kesehatan ini menjadi harapan dari 80 juta anak Indonesia untuk pemenuhan hak atas kesehatan tertinggi yang dijamin UUD 1945.

PP ini memastikan agar rokok tidak dijual kepada anak, agar anak-anak tidak menjadi sasaran iklan, promosi dan sponsor rokok, agar anak-anak terlindungi dari paparan asap rokok yang membahayakan hidup dan kesehatan mereka.

Baca Juga: Jadwal Keberangkatan dan Kedatangan Pesawat di BIJB Kertajati Majalengka, Rabu, 22 November 2023, Cek di Sini

"Karena itu Kementerian Kesehatan jangan ragu dan tetap komitmen memperjuangkan kesehatan anak-anak Indonesia,” ujarnya.

Dalam hal ini Tulus Abadi selaku Pengurus Harian YLKI juga ikut berkomentar mengenai proses pembahasan PP Kesehatan. YLKI mempertanyakan komitmen pemerintah dalam melindungi konsumen dari bahaya zat adiktif, jika merujuk pada UU Perlindungan Konsumen bahwa konsumen berhak mendapatkan keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang maupun jasa, maka pemerintah belum cukup memberikan sosialisasi bahaya konsumsi rokok di tengah hingar binger megahnya iklan promosi yang mengglorifikasi rokok.

Menyoroti soal pembahasan PP Kesehatan yang tak kunjung disahkan, Tulus menambahkan, pihaknya bertanya-tanya mengapa hingga saat ini PP tersebut belum disahkan, patut diduga ada upaya intevensi untuk mendelay pengesahan PP kesehatan ini dan upaya negosiasi untuk melemahkan substansi pasal zat adiktif dalam PP Kesehatan.

Baca Juga: Cek di Sini! Berikut Daftar Angkutan Antar Moda ke BIJB Kertajati Majalengka, Tarif Cuma Segini

Indonesia juara dunia dalam hal merokok, konsumsi zat adiktif di Indonesia sangat memperihatinkan dan mengancam kesehatan serta ekonomi masyarakat, apalagi mayoritas perokok adalah dari kalangan keluarga prasejahtera.

Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit akibat rokok, dan hilangnya produktivitas akibat penyakit dan kematian dini juga memperlambat laju roda ekonomi, sehingga beban negara akibat rokok lima kali lipat cukai rokok.

Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT) menambahkan, PP Kesehatan harusnya bisa mengakomodir permasalahan kesehatan masyarakat akibat konsumsi zat adiktif, sehingga perlu aturan yang ketat soal larangan iklan promosi dan sponsorship, pengaturan rokok elektronik, perluasan Peringatan Kesehatan Bergambar, serta Kawasan Tanpa Rokok.

Baca Juga: INILAH 5 Referensi Smartphone Tahan Air, Antisipasi Kondisi Musim Hujan Tiba

"Pembuat kebijakan dan masyarakat perlu terus mengingat bahwa meskipun rokok adalah produk legal, tetapi jelas bukan produk normal untuk dikonsumsi karena dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan dan ekonomi keluarga, terutama dari kalangan keluarga pra sejahtera amatlah buruk,” ujar Nina Samidi, Program Manager Komnas PT.

Dalam kesempatan yang sama, dua belas organisasi memberikan pernyataan bersama sebagai dukungan kepada Pemerintah Indonesia agar bersikap serius dalam penanganan konsumsi produk zat adiktif tembakau melalui Pengamanan Zat Adiktif dalam RPP Kesehatan (dokumen terlampir).

Di dalamnya tertuang tuntutan kedua belas organisasi terhadap pengaturan pengamanan zat adiktif demi perlindungan rakyat dari bahaya konsumsi produk tembakau dan rokok elektronik.

Baca Juga: Majalengka Masuk Daerah dengan Kerawanan Pemilu Tertinggi di Jawa Barat

Kedua belas organisasi tersebut adalah Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI), Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Indonesia Institute for Social Development (IISD), Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Komnas Pengendalian Tembakau, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Rumah Mediasi Indonesia, Raya Indonesia, Tobacco Control Support Center (TCSC), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Yayasan Lentera Anak, dan Udayana Central.

Jaringan pegiat pengendalian produk tembakau menagih janji pemimpin negara untuk menunjukkan keperpihakkannya pada masyarakat, menciptakan sistem dan peraturan yang membuat rakyat lebih sehat.

Baca Juga: Sebagian Besar APBD Majalengka Tersedot Untuk Gaji dan Belanja Pegawai

Pemerintah harus segera merampungkan dan mengesahkan aturan PP Kesehatan yang kuat. Sehingga derajat kesehatan masyarakat Indonesia dapat terwujud dan masyarakat terbebas dari bahaya asap rokok.***

Editor: Andra Adyatama

Tags

Terkini

Terpopuler