Nestapa Rohingya yang Tak Kunjung Reda

- 16 Desember 2020, 13:25 WIB
Ilustrasi pengungsi muslim rohingya di Bangladesh
Ilustrasi pengungsi muslim rohingya di Bangladesh /Gerd Altmann/Pixabay

Oleh : Ummu Munib*

Duka nestapa Muslim Rohingya entah kapan berakhir. Rohingya merupakan penduduk minoritas Muslim Myanmar yang melarikan diri dari kekerasan di negaranya pada tahun 2017.

Mereka tidak diakui sebagai warga negara Burma melainkan dianggap hanya sebagai imigran dari Bangladesh. Kabar bahwa menurut laporan kantor berita Reuters Jumat (04/12).

Pihak berwenang Negara Bangladesh telah memulai memindahkan sekitar 1.600 suku Rohingya secara sukarela ke sebuah pulau terpencil yang rentan diterjang banjir. Pulau itu bernama Bhasan Char di Teluk Bengal.

Baca Juga: Libur Pergantian Tahun, Kunjungi Enam Kota Favorit Destinasi Ini!

Namun hal ini berbeda dengan pengakuan Pengungsi Rohingya, dimana Pada bulan Oktober mereka menyatakan kepada BBC tidak ingin dipindahkan ke pulau tersebut.

Hal ini diperkuat oleh kelompok pegiat HAM, Human Rights Watch, berhasil wawancara terhadap 12 keluarga pengungsi yang dipindahkan.

Mereka menyatakan bahwa mereka pergi  secara tanpa sukarela. Bahkan ketika reporter BBC datang ke pulau itu pada Oktober, tidak diberi akses untuk berjumpa dengan para pengungsi yang tinggal di sana.

Baca Juga: Selasa Rupiah Melemah, Rabu Juga Berpotensi Melemah

Dengan alasan  meredakan ketegangan di dalam kamp-kamp di Bangladesh, Otoritas Bangladesh telah membangun kamp pengungsian tersebut selama tiga tahun, menelan biaya US$350 juta atau sekitar Rp5,1 triliun.  Tujuannya untuk merelokasi lebih dari 100.000 pengungsi.

Awal tahun ini, Amnesty International melaporkan kondisi 306 pengungsi Rohingya telah dievakuasi, diduga kondisi kehidupan mereka dalam ruangan sempit tidak higienis, fasilitas makanan dan perawatan kesehatan terbatas, minimnya telepon supaya pengungsi dapat menghubungi keluarga mereka, serta kasus pelecehan seksual oleh TNI AL dan pekerja lokal yang melakukan pemerasan.

Namun hal ini dibantah juru bicara Angkatan Laut Komodor Abdullah al Mamum Chowdhury, Ia mengatakan  merawat para pengungsi sebagai tamu kami, diberi makanan dan akses ke semua fasilitas yang layak.

Baca Juga: Konfirmasi Positif Covid-19 Jawa Barat Melonjak, Pasien Sembuh Juga Meningkat

Itulah sedikit gambaran penderitaan Pengungsi Rohingya. Walaupun Tindakan Otoritas Bangladesh tersebut mendapat penentangan dari Human Rights Watch Amnesty International dan Fortify Rights, bahkan beberapa kelompok hak asasi telah meminta penghentian relokasi, namun evakuasi tetap terjadi.

Lantas kepada siapa pengungsi Rohingya harus meminta perlindungan dan pertolongan?. Walaupun Lembaga PBB telah menetapkan muslim Rohingya adalah kaum yang paling teraniyaya di dunia, faktanya PBB tak mengambil tindakan yang tegas pada Myanmar.

Hal yang sama dilakukan UNHCR (The United Nations High Commissioner for Refugees) dan HRW (Human Right Watch), hanya mampu menjadi lembaga penghasil konvensi tanpa memberikan solusi hakiki terhadap permasalahan Rohingya.

Baca Juga: Telan Biaya Rp18 Miliar, Ini Tampilan Alun-alun Majalengka!

Sungguh sebuah perilaku yang tidak pantas didapat oleh pengungsi Rohingya. Tidak hanya dilakukan Bangladesh.

Negeri-negeri  Muslim lainnya tidak mampu berbuat apa-apa. Mereka mementingkan urusan yang ada di dalam negerinya, ketimbang peduli terhadap nasib saudara muslimnya.

Hingga mengganggap Rohingya bukanlah urusan mereka, karena mereka bukan bagian dari bangsanya. Itulah wajah buruk faham nasionalisme.

Baca Juga: Habib Rizieq Menolak Diperiksa Polda Jabar, Ini Alasannya

Sepintas faham ini bagaikan madu, namun di balik itu hanyalah racun. faham nasionalisme sungguh manis didengar. Menganggap bahwa kesetiaan tertinggi harus diserahkan pada negara bangsa.

Padahal faham ini adalah ide kosong  yang didasarkan pada aspek  emosi dan sentimen semata. Sejatinya telah menjadi racun bagi kaum muslim.  

Faham ini telah berhasil  memecah belah umat di belahan dunia, meniadakan ukhuwah Islamiyah, karena merasa tersekat oleh negara masing-masing. Tak heran jika  tertutuplah mata hati negeri-negeri muslim  atas penderitaan pengungsi Rohingya.

Baca Juga: Wapres Minta Fintech Syariah Diperluas untuk Inklusi Keuangan Syariah

Dalam Islam, tidak dikenal konsep ikatan nation state (negara bangsa). Islam mengajarkan bahwa ikatan yang hakiki adalah ikatan akidah bukan kebangsaan. Nabi saw berpesan bahwa muslim itu ibarat satu tubuh.

Maka jelas wilayah bukanlah alasan untuk tidak menolong sesama muslim bahkan membiarkan nestapanya yang tak kunjung reda. Beliau saw. bersabda:

''Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.'' (HR. Bukhari dan Muslim).

Baca Juga: Kemenkominfo Ingatkan Operator Utamakan Kualitas Layanan Tidak Hanya Perang Tarif

Wahai kaum muslimin telah nyata bahwa Muslim Rohingya butuh pemimpin yang bisa dijadikan sebagai perisai.  

Perisai yang melindungi seluruh kaum muslimin tak terkecuali. Tidak dibatasi wilayah, dan tidak berasas pada manfaat, tujuannya menggapai ridha Allah semata. Tiada lain dan tiada bukan pemimpin tersebut adalah seorang Khalifah.

Baca Juga: Kemenkominfo Ingatkan Operator Utamakan Kualitas Layanan Tidak Hanya Perang Tarif

Yakni seorang pemimpin yang menerapkan Islam secara kaffah di muka bumi ini. Yang meyuburkan ukhuwah, serta mampu menjadi solusi umat dari segala beragam ancaman dan bahaya.

Wallahu a’lam bi ash- shawwab.

*Penulis adalah Ibu Rumah Tangga

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x