Pesantren Gontor kala itu menjadi tegang karena terdengar kabar setiap harinya telah terjadi pembunuhan oleh PKI terhadap kyai dan santri.
Saat september 1948, pesantren Gontor meliburkan kegiatan belajar-mengajar. Sehingga santri yang dekat rumahnya memilih untuk pulang. Sedangkan yang jauh memilih untuk tetap menjaga pesantren.
Kala itu Kyai Ahmad Sahal dan Kyai Zarkasyi setiap malam berunding dan mendiskusikan akan kemungkinan PKI menggempur pesantrennya.
Mereka mengkhawatirkan keselamatan para santri yang oleh walinya telah mengamanatkan anak-anak tersebut menimba ilmu di sana.
Kala itu santri yang tersisa atau tidak pulang kampung halaman berjumlah 200 orang.
Karena aksi yang dibuat PKI pula, akhirnya para santri Gontor yang tidak pulang tidak mendapatkan kiriman bekal dari keluarganya.
Baca Juga: Viral Video Oknum TNI Tendang Suporter saat Tragedi Kanjuruhan, Netizen Colek Panglima Andika
Dengan keadaan yang mencekam dan ekonomi yang tercekik karena adanya aksi PKI, akhirnya para kyai di sana menyepakati untuk menjual barang-barang guna memenuhi kebutuhan santri.
Contoh yang dilihat oleh Jamal kala itu adalah pengorbanan Nyai Sutikah (Istri
KH Ahmad Sahal). Ia harus menjual perhiasan emasnya untuk biaya hidup para santri.