Makna Rebo Wekasan dan Tradisi Membuat Kue Apem di Bulan Safar  

14 Oktober 2020, 10:04 WIB
Warga kampung Kaputren desa Putridalem kecamatan Jatitujuh sedang membuat apem. Apem merupakan tradisi rutin Rebo Wekasan di Bulan Safar. /Portal Majalengka/Pikiran Rakyat/Andra Adyatama

 

PORTAL MAJALENGKA - Bagi Anda yang gemar mengkonsumsi kue apem tawar, tampaknya tidak cukup sulit untuk mencari di beberapa pasar tradisional. 

Pada bulan Safar ini banyak masyarakat Majalengka yang masih menjaga tradisi membuat kue tersebut untuk dibagikan kepada saudara, keluarga hingga tetangga sekitar.

Di Dusun Kaputen desa Putridalem Kecamatan Jatitujuh misalnya, tradisi itu masih terus dilakukan oleh warga setempat. Proses pembuatan kue tersebut juga dinilai tidak sulit.

Baca Juga: Grebeg Kue Apem dan Tradisi Rebo Wekasan Warga Majalengka di Bulan Safar

Berbahan baku dari tepung beras, ragi dan gula merah serta parudan kelapa itu sebagai bumbu pelengkap dari makanan tradisional tersebut.

Menurut tokoh kampung Kaputren, Amien Halimi mengatakan, membuat kue apem tersebut memang sudah ada sejak zaman nenek moyang dahulu.

Meski tidak diwajibkan, hanya saja tradisi yang sudah melekat ini masih dilakukan masyarakat.

Baca Juga: Ukur Bayi Dengan Kue Apem dan Tradisi Rebo Wekasan di Bulan Safar masih Lestari di Majalengka

Membuat kue apem tawar juga tidak diharuskan bagi seluruh masyarakat tak terkecuali bagi masyarakat dari kalangan ekonomi menengah sampai atas.

Kue apem yang non-kolesterol ini banyak ditemui di sejumlah pasar tradisional.

“Hanya sebagai syarat untuk menyambut menghadapi bulan safar. Katanya dari zaman dulu kalau ada salah satu anggota yang lahir di bulan ini (Safar) mengharuskan untuk membuat kue,” ungkapnya, Rabu 14 Oktober 2020.

Baca Juga: Bukan 1.035 Halaman, Azis : Draf UU Cipta Kerja 812 Halaman

Dia menambahkan, pembuatan kue apem di bulan Safar ini juga ada batas waktu tersendiri. Seperti batas waktu pembuatan pada minggu terakhir bulan Safar.

Entah apa alasannya, yang pasti beberapa kalangan masyarakat masih mempercayainya.

Menurutnya, setelah proses pembuatan selesai, kue apem tersebut nantinya akan dibagikan kepada masyarakat sekitar.

Baca Juga: Draf UU Cipta Kerja Diprediksi Diserahkan Hari Ini

Ia hanya memaknai jika pembagian kue apem atau makanan di bulan-bulan tertentu ini saling berbagi antar sesama.

“Dari kita saling berbagi dengan sesama disamping lebih mempererat persaudaraan, tentunya mengharapkan keberkahan dan rizki,” harapnya.

Istilah apem sebenarnya berasal dari bahasa Arab, afuan/ afuwwun, yang berarti ampunan.

Baca Juga: Ini 7 Kebijakan Strategis APBN 2021, Alokasi Pendidikan Rp550,5 Triliun

Jadi, dalam filosofi, kue ini merupakan simbol permohonan ampun atas berbagai kesalahan. Namun, karena orang Sunda menyederhanakan bahasa Arab tersebut, maka disebutlah apem.

Berkaitan dengan penggunaan makna tersebut, kue apem dibuat untuk dibawa ke surau, musala, atau masjid.

Setelah berdoa bersama, kue apem dibagi kepada para tetangga atau mereka yang kurang beruntung.

Baca Juga: Rawan Politik Uang di tengah Pandemi Covid-19, Muncul Opsi Pilkada Tidak Langsung Oleh DPRD

Sehingga bisa dikatakan, kue ini juga sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap rezeki yang sudah kita dapatkan. 

Di Kaputren, kue apem dimaknai sebagai kue kebersamaan.

Pasalnya, dalam masyarakat, kue ini dibuat ketika bulan Safar (bulan ke-2 dalam kalender Hijriyah) untuk dibagikan kepada para tetangga secara gratis.

Baca Juga: Tanpa Gejala, Cristiano Ronaldo Positif Covid-19

Menunjukkan bahwa masyarakat saling membantu dengan sarana kue apem tersebut.

Selain itu, kue putih agak kecokelakatanatau putih polos dan cukup kenyal ini dimaknai sebagai penolak bala oleh masyarakat Kota angin ini.

"Secara garis besar, makna filosofi kue apem di kalangan masyarakat itu sama. Termasuk orang-orang Majalengka khususnya desa Kaputren yang memiliki tradisi apeman. Cara pembuatannya pun sama. Maknanya juga hampir sama, menunjukkan adanya tali silaturahmi karena nantinya juga dibagikan kepada tetangga dan masyarakat," tandasnya.***

Editor: Andra Adyatama

Tags

Terkini

Terpopuler