Makna Rebo Wekasan dan Tradisi Membuat Kue Apem di Bulan Safar  

- 14 Oktober 2020, 10:04 WIB
Warga kampung Kaputren desa Putridalem kecamatan Jatitujuh sedang membuat apem. Apem merupakan tradisi rutin Rebo Wekasan di Bulan Safar.
Warga kampung Kaputren desa Putridalem kecamatan Jatitujuh sedang membuat apem. Apem merupakan tradisi rutin Rebo Wekasan di Bulan Safar. /Portal Majalengka/Pikiran Rakyat/Andra Adyatama

Baca Juga: Ini 7 Kebijakan Strategis APBN 2021, Alokasi Pendidikan Rp550,5 Triliun

Jadi, dalam filosofi, kue ini merupakan simbol permohonan ampun atas berbagai kesalahan. Namun, karena orang Sunda menyederhanakan bahasa Arab tersebut, maka disebutlah apem.

Berkaitan dengan penggunaan makna tersebut, kue apem dibuat untuk dibawa ke surau, musala, atau masjid.

Setelah berdoa bersama, kue apem dibagi kepada para tetangga atau mereka yang kurang beruntung.

Baca Juga: Rawan Politik Uang di tengah Pandemi Covid-19, Muncul Opsi Pilkada Tidak Langsung Oleh DPRD

Sehingga bisa dikatakan, kue ini juga sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap rezeki yang sudah kita dapatkan. 

Di Kaputren, kue apem dimaknai sebagai kue kebersamaan.

Pasalnya, dalam masyarakat, kue ini dibuat ketika bulan Safar (bulan ke-2 dalam kalender Hijriyah) untuk dibagikan kepada para tetangga secara gratis.

Baca Juga: Tanpa Gejala, Cristiano Ronaldo Positif Covid-19

Menunjukkan bahwa masyarakat saling membantu dengan sarana kue apem tersebut.

Halaman:

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah