Kue apem yang non-kolesterol ini banyak ditemui di sejumlah pasar tradisional.
“Hanya sebagai syarat untuk menyambut menghadapi bulan safar. Katanya dari zaman dulu kalau ada salah satu anggota yang lahir di bulan ini (Safar) mengharuskan untuk membuat kue,” ungkapnya, Rabu 14 Oktober 2020.
Baca Juga: Bukan 1.035 Halaman, Azis : Draf UU Cipta Kerja 812 Halaman
Dia menambahkan, pembuatan kue apem di bulan Safar ini juga ada batas waktu tersendiri. Seperti batas waktu pembuatan pada minggu terakhir bulan Safar.
Entah apa alasannya, yang pasti beberapa kalangan masyarakat masih mempercayainya.
Menurutnya, setelah proses pembuatan selesai, kue apem tersebut nantinya akan dibagikan kepada masyarakat sekitar.
Baca Juga: Draf UU Cipta Kerja Diprediksi Diserahkan Hari Ini
Ia hanya memaknai jika pembagian kue apem atau makanan di bulan-bulan tertentu ini saling berbagi antar sesama.
“Dari kita saling berbagi dengan sesama disamping lebih mempererat persaudaraan, tentunya mengharapkan keberkahan dan rizki,” harapnya.
Istilah apem sebenarnya berasal dari bahasa Arab, afuan/ afuwwun, yang berarti ampunan.