Kejanggalan Perizinan Ekspor Benih Lobster Diungkap Mantan Dirjen Perikanan Tangkap KKP

3 Maret 2021, 14:58 WIB
Mantan Dirjen Perikanan Tangkap kKP M. Zulficar Mochtar (batik cokelat) menjadi saksi terdakwa Direktur PT DPPP Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 3 Maret 2021. /Desca Lidya Natalia/ANTARA

PORTAL MAJALENGKA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terus menggali keterangan sejumlah saksi kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster (benur) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

Salah satu saksi kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster yang dihadirkan adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan 2018—2020 Zulficar Mochtar.

Zulficar menjadi saksi terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito. Suharjito sendiri menjadi terdakwa kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster yang menyeret mantan Menteri KKP, Edhy Prabowo.

Baca Juga: Arab Saudi Hanya Terima Jemaah Haji yang Sudah Divaksin COVID-19

Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri atas 103.000 dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440,00 kepada Edhy Prabowo.

Dalam keterangannya, Zulficar mengungkapkan sejumlah kejanggalan ekspor benih bening lobster (BBL).

"Realita di lapangan perusahaan yang mengajukan untuk ekspor baru dibentuk 1, 2, atau 3 bulan lalu langsung ingin ekspor jadi mayoritas adalah perusahaan baru, bahkan ada yang tadinya kontraktor berubah jadi perusahaan lobster," kata Zulficar di Pengadilan Tipikor Jakarta, dilansir dari Antara, Rabu, 3 Maret 2021.

Baca Juga: Sempat Terkonfirmasi Positif Covid-19, Rina Gunawan Meninggal Dunia

"Padahal, seharusnya sebelum ekspor itu ada budi daya, jadi butuh waktu sekitar 9-10 bulan agar bisa sampai konsusmsi. Kalau disebut panen berkelanjutan, artinya prosesnya harus panjang dan bayangan saya setelah 1 tahun baru perusahaan bisa mengajukan ekspor, bukan tiba-tiba sudah mengajukan untuk ekspor," ungkap Zulficar.

Menurut Zulficar, sesuai Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di wilayah Negara Republik Indonesia, untuk menjadi pengekspor benih lobster, tidak gampang. Karena harus sukses panen berkelanjutan dan restoking.

Artinya, perusahaan harus sukses panen lobster setidaknya dua kali dengan ukuran tertentu baru bisa mengajukan diri sebagai pengekspor.

Baca Juga: Kader Puskesmas dan Babinkamtibmas Dikerahkan untuk Tracing Covid-19

Selaku Dirjen Perikanan Tangkap, Zulficar mengaku harus melakukan dua hal utama, yaitu me-review persyaratan administrasi. Seperti business plan perusahaan dan persyaratan teknis terkait dengan jumlah benih lobster yang diusulkan oleh berapa orang nelayan serta sejumlah syarat lain.

"Barulah kalau hal itu terpenuhi, diterbitkan surat calon ekpsortir. Akan tetapi, tahu-tahu ada dua perusahaan yang sudah ekspor pada bulan Juni," ungkap Zulficar.

Padahal, Permen 12 tahun 2020 baru terbit pada tanggal 4 Mei 2020. Artinya, hanya dalam waktu sebulan sudah ada dua perusahaan yang bisa membudidayakan dan mengekspor benih lobster.

Baca Juga: Gunung Sinabung Meletus Dahsyat, Abu Vulkanik Sampai Wilayah Aceh

"Ada perusahaan yang lompat aturan, yaitu PT Tania Asia Marina dan PT Aquatic (SSLautan Rejeki). Saya dapat informasi karena mereka sudah ekspor," kata Zulficar.

Zulficar mengaku tidak menandatangani surat rekomendasi untuk dua perusahaan tersebut.

"Dua perusahaan itu tidak melalui kami, padahal harusnya kami yang mengeluarkan surat waktu pengeluaran. Akan tetapi, tahu-tahu di pertengahan Juni sudah ekspor. Saya kontak Irjen, ayo, kita rapatkan, tidak boleh seperti ini," ungkap Zulficar.

Baca Juga: Tanggapi Investasi Minuman Keras, PBNU Ungkap Kekhawatiran Terhadap Omnibus Law

Apalagi menurut Zulficar saat ekspor dilakukan belum ditetapkan aturan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ekspor benih lobster.

"Ternyata PNBP belum ada, masih gantung di Kementerian Keuangan, draf sudah ada, ancang-ancang sudah ada tetapi ini lompat langsung," kata Zulficar menambahkan.

Kejanggalan lain, menurut Zulficar, meski Permen No. 12/2020 baru keluar pada bulan Mei 2020, paparan sejumlah perusahaan calon eksportir benih lobster sejak April 2020.

Baca Juga: Kabar Gembira! Program Kartu Prakerja Gelombang 13 Segera Dibuka, Cek Ketentuannya

"April sudah paparan, padahal permen baru ada pada bulan Mei. Saya yakin karena itu pernyataan Pak Menteri yang menyilakan pelaku usaha yang mau ekspor, jadi dibuka," kata Zulficar.

Zulficar mengaku sejak April 2020 menerima permintaan puluhan perusahaan untuk didengar paparannya melalui zoom meeting yang dipimpin oleh Andreau Misanta selaku staf khusus Menteri KKP. Namun, karena aturan belum jelas, Zulficar enggan mengikuti paparan itu ditambah karena menghabiskan waktunya.

"Berdasarkan arahan menteri harus mendengar paparan zoom, pelaku usaha juga bertanya mekanismenya apa tetapi belum ada, ini tidak jelas kok bisa tiba-tiba ada paparan ditambah permintaan saya ikut paparan bukan secara formal dengan surat hanya informal dari stafsus menteri," ungkap Zulficar.***

Editor: Husain Ali

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler