Kain Tenun Gadod di Nunuk Baru Majalengka Terancam Punah, Pengrajin Perlu Regenerasi

- 7 Januari 2021, 10:00 WIB
Pengrajin Kain Tenun Gadod di Desa Nunuk Baru Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka Jawa Barat yang masih eksis di tengah laju perkembangan jaman, Kamis 7 Januari 2020
Pengrajin Kain Tenun Gadod di Desa Nunuk Baru Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka Jawa Barat yang masih eksis di tengah laju perkembangan jaman, Kamis 7 Januari 2020 /Pikiran Rakyat/Portal Majalengka/

PORTAL MAJALENGKA - Jumlah perajin kain tenun tradisional “Gadod” di Desa Nunuk Baru, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka semakin berkurang dan rata-rata sudah berusia lanjut.

Oleh karena itu, diperlukan pengembangan dan regenerasi.

Salah seorang pengrajin, Edi Nuryadi menuturkan, pihaknya akan terus berusaha menjaga dan mengembangkan Kain Tenun Gadod, sekaligus memberdayakan potensi sumber daya manusia (SDM) di daerahnya.

“Saya optimistis kalangan muda di Nunuk Baru ini bisa meneruskan kegiatan tenun,” ujar Wa Obing sapaan akrabnya, Kamis 7 Januari 2021.

Baca Juga: Apa Beda PPPK dengan PNS? Cek Skema dan Perbedaan Menurut BKN

Wa Obing menilai, potensi kalangan muda untuk berkiprah dalam kerajinan Kain Tenun Gadod sangat besar. “Kita akan terus mendorong, sehingga kekayaan Tenun Gadod tetap lestari,” katanya.

Salah seorang perajin kain tenun gadod, Ma Babu Warsim warga Desa Nunuk Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka ini, mengatakan untuk memenuhi kebutuhan sandangnya menenun kain sendiri yang disebut Kain Gadod.

Nenek yang mengaku sudah berusia lebih dari 100 tahun ini mengatakan bahwa kebiasaannya membuat dan menenun kain Gadod sudah dilakukannya sejak dirinya kecil, turun-temurun dari keluarganya dengan alat tenun yang sudah berusia lebih dari 200 tahun tahun.

Baca Juga: Inggris Terapkan Lockdown, Tim Garuda Select Batal Uji Coba

“Seingat Ema, sejak zaman Belanda, Jepang, Ema mah sudah diwariskan alat menenun kain gadod ini dari nenek, dan sekarang tinggal 3 orang di Desa Nunuk ini yang bisa menenun kain Gadod ini,” ungkap Ma Babu Warsim di kediamannya.

Ma Babu mengatakan bahwa dahulu sesuai tradisi orang Sunda selalu memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papannya dengan mandiri termasuk membuat pakaian.

“Sayang zaman sekarang, kain tenun buatan Ma, hanya dibeli oleh warga untuk kebutuhan kain kafan untuk membungkus mayat padahal dahulu seingat Ma, warga kampong Nunuk selalu memakai kain Godod ini sebagai bahan pakaian,” ungkapnya.

Baca Juga: Seorang Perempuan tanpa Identitas Tewas Usai Lompat dari Lantai 4 Mall Taman Anggrek

Apalagi, kata dia, keberadaan bahan baku tanaman kapas (kapas honje) banyak tersedia di Nunuk. “Wilayah Nunuk Baru sendiri luas. Banyak sekali potensi bisa dikembangkan,” jelasnya.

Sebelumnya, seorang perajin Tenun Gadod berusia sekitar 70-an, Maya menuturkan, anak-anak muda di Nunuk belum banyak yang menjadi perajin tenun.

Saat ini, kata dia, jumlah perajin tenun yang aktif sedikit dan sebagian sudah berusia lanjut. Dia mencontohkan, ada Ma Suma dan Suniah.

Baca Juga: Terbukti Peran Ibu dalam Mengedukasi Keluarga Mampu Kendalikan Covid-19

“Kalau dulu, saya mah sejak kecil sudah aktif menenun. Dan itu berlangsung sampai sekarang,” jelasnya .

Dia mengungkapkan, Kain Tenun Gadod ini antara lain untuk dibuat karembong (selendang) dan syal. Produknya bahkan sudah dikenal luas.

Jumlah perajin kain tenun tradisional di Desa Nunuk Baru, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, kini makin berkurang dan terancam punah.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Penerimaan Pajak Turun Akibat Ekonomi Kontraksi

“Hanya tinggal tiga orang yang bisa membuat kain tenun ini, itu juga sudah nenek-nenek semua,” katanya.

Kain Tenun yang dikenal dengan kain gadod ini terancam punah selain tidak ada regenarasi perajin, juga kecilnya pasar kain tenun tradisional asal Nunuk ini.

Terkait kain yang dihasilkan lebih terbatas untuk kain kafan dan karembong (kain untuk menggendong berukuran 4 meter x 50 sentimeter-red) atau disebut selendang.

Baca Juga: Pemerintah Kembali Tegaskan Indonesia Tak Berniat Buka Hubungan Diplomatik dengan Israel

Meskipun menurutnya kain tenun buatan mereka relatif lebih kuat dan awet, terbukti, kain tenun tersebut bisa digunakan hingga belasan tahun.

Namun, kini kain tersebut tergeser oleh kain yang kualitasnya tidak sebagus kain tenun nunuk, jumlahnya banyak karena diproduksi oleh pabrik.

Saat ini, kain tenun yang dibuat, serta beberapa warga lain hanya terbatas untuk kebutuhan kain kafan dan karembong.

Baca Juga: Pemeran Pria Video Asusila Gisel Wajib Lapor Dua Pekan Sekali

Di Nunuk Baru, kebutuhan kain kafan bagi warga yang keluarganya meninggal masih menggunakan kain tenun buatan sendiri.

Selain regenerasi, desakan kain pabrik juga tak kalah kuat Ini membuat masyarakat beralih membeli kain buatan pabrik untuk berbagai keperluan.

Baca Juga: Jokowi Tantang Menkes Budi Gunadi Sadikin Selesaikan Vaksinasi Covid-19 dalam Setahun

“Padahal secara kualitas sangat baik, perajin kain memproduksinya secara manual dan tradisional mulai menanam pohon kapas sendiri sampai membuatnya menggunakan alat tradisional,” ungkapnya.***

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah