Prophetic Leadership

- 23 Februari 2021, 14:57 WIB
Dr H Masduki Duryat MPdI
Dr H Masduki Duryat MPdI /

Terdapat empat sifat utama yang beliau miliki: ṣidq, amānah, tablīgh, dan faṭānah. Secara gamblang, Syams menjelaskan, ṣidq berarti benar, lurus, dan jujur. Jujur meliputi jujur kepada Tuhan, diri sendiri atau nurani, orang lain, dan jujur terhadap tugas dan tanggung jawab. Sabar dan konsisten juga termasuk ṣidq.

Amānah memiliki makna profesional, bisa dipercaya, loyalcommitted terhadap nurani, terhadap Tuhan, terhadap pemimpin, pengikut, dan rekan kerjanya, selama pimpinan, pengikut, dan rekan kerja loyal kepada Tuhannya.

Tablīgh berasal dari kata balagha yang berarti sampai, maksudnya menyampaikan informasi seperti adanya. Tablīgh dalam kepemimpinan juga bermakna open management, serta ber-amar tablīgh antara lain ialah berani menyatakan kebenaran dan bersedia mengakui kekeliruan.

Baca Juga: Lebih Dari 84 Persen Tenaga Kesehatan di Indramayu Telah Divaksin Covid-19

Apa yang benar dikatakan benar, apa yang salah dikemukakan salah. Jika tidak tahu menyatakan tidak tahu. Faṭānah berarti cerdas yang dibangun dari ketakwaan kepada Tuhan dan memiliki ketrampilan yang teruji.

Perilaku pemimpin yang faṭānah terekspresi pada etos kerja dan kinerja pemimpin yang memiliki skill yang teruji dan terampil, serta mampu untuk memecahkan masalah secara cepat dan tepat.

Impelementasi sifat-sifat Rasulullah di atas tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Sifat tersebut merupakan satu kesatuan utuh dan saling berkaitan satu dengan lainnya. Zein mengungkapkan kesuksesan yang diraih oleh Nabi Muhammad selama kepemimpinannya diduga kuat karena pola yang dibangunnya berbasis kasih sayang.

Baca Juga: Polisi Tembak Mati Pelaku Penyanderaan Seorang Gadis Sekaligus Buronan Kasus Persetubuhan Anak di Bawah Umur

Ketika pola ini dipublikasikan orang-orang yang dekat dengannya berani mengorbankan apa saja yang mereka miliki. Datangnya Nabi Muhammad tidak hanya dirasakan oleh manusia manfaatnya bahkan makhluk- makhluk yang lain pun turut merasakan arti kasih sayang dari Nabi Muhammad SAW. Pola kepemimpinan yang berbasis kasih sayang seperti Nabi Muhammad inilah yang sudah kita rindukan selama berabad-abad.

Proses pembentukan kepemimpinan profetik, harus berawal dari kematangan keberagamaan seseorang, yang sumbernya dari keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan keimanan tersebut, seseorang dapat menerapkan seluruh ajaran Islam yang tertera dalam Alquran dan Hadis, yaitu ajaran tentang aqidah, ibadah, muamalah dan akhlaq.

Halaman:

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah