Ketahui 12 Modus Korupsi Dana Desa, Penyalahgunaan Wewenang Terhadap Anggaran Desa

- 9 Juni 2023, 19:00 WIB
Ilustrasi modus korupsi dana desa berupa penyelewengan wewenang.
Ilustrasi modus korupsi dana desa berupa penyelewengan wewenang. /

PORTAL MAJALENGKA - Kasus penyalahgunaan wewenang bisa mungkin terjadi di berbagai lini, tidak terkecuali pada pemerintahan terkecil yakni Desa.

Sudah banyak kepala desa ataupun sebutan lainnya yang bermasalah terkait kasus penyalahgunaan wewenang di antaranya kasus korupsi anggaran Dana Desa (DD).

Dalam perkembangannya sejak tahun 2015 digulirkan hingga sekarang , dana desa sangat rawan dengan praktik korupsi.

Baca Juga: Kepala Dinas PMD Kabupaten Cirebon Ingatkan Dana Desa Harus Bisa Kendalikan Dampak Inflasi

Berdasarkan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch ( ICW) sejak tahun 2015 hingga Semester I 2018, kasus korupsi dana desa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menengarai, modus korupsi dana desa sebenarnya memiliki pola yang sama.

Di antara modus korupsi yang sering digunakan adalah pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai alias fiktif, mark up anggaran, tidak melibatkan masyarakat dalam musyawarah desa dan penyelewengan dana desa untuk kepentingan pribadi.

Secara umum penyebab suburnya korupsi dana desa ini disebabkan banyak faktor dan yang paling menonjol adalah karena lemahnya pengawasan.

Sementara menurut Peneliti ICW, Egi Primayoga yang telah melakukan penelitian mengenai modus korupsi dana desa.

Dari hasil penelitiannya, terdapat 12 modus korupsi dana desa yang disimpulkan. 12 modus tersebut antara lain:

Baca Juga: PENTING Masyarakat Tahu, Ini Bedanya Dana Desa dan Alokasi Dana Desa

1. Membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar.

Modus ini  sebenarnya tidak bakal terjadi  jika dalam  pengadaan dilakukan secara terbuka dan menggunakan potensi lokal desa.

Semisal pengadaan bahan bangunan dilakukan di toko bangunan yang ada di desa. Tujuannya agar memudahkan pengecekan bersama mengenai kepastian biaya atau harga-harga barang yang dibutuhkan.

2. Mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain.

Modus ini hanya bisa terlihat oleh orang  atau pengawas yang memahami alokasi pendanaan desa. Modus seperti ini banyak dilakukan karena relatif tersembunyi.

Banyak proyek semisal berasal dari dana pagu Indikatif kewilayahan (pik) atau pagu Indikatif sektoral (pis) dan Anggaran APBD lain baik Kabupaten atau Provinsi seolah anggarannya berasal dari Dana Desa.

Karena itulah APBDes harus terbuka agar seluruh warga bisa melakukan pengawasan atas semua pendapatan dan pembelajaran anggaran desanya.

3. Meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan.

Ini juga sangat banyak terjadi, dari mulai biaya hajatan dan alasan biaya pendidikan anak atau pribadinya atau biaya untuk pengelolaan sawah Bengkoknya dan lain-lain..

Tapi setelah itu mereka tidak mengembalikan anggaran dana desa (DD) yang telah mereka pinjam.

Baca Juga: KETAHUI Program Prioritas Penggunaan Dana Desa 2023 Pasca WHO Cabut Status Covid-19

4. Pungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten.

Budaya ewuh-prakewuh di desa menjadi salah satu penyubur kasus korupsi, dan ini sangat sulit di antisipasi.

Ini juga banyak terjadi dengan beragam alasan. Jika disadari sebenarnya desa-lah yang paling dirugikan.

5. Membuat perjalanan dinas fiktif kepala desa dan jajarannya.

Ada banyak kasus perjalanan untuk pelatihan dan sebagainya tapi nyatanya banyak digunakan utuk pelesiran saja.

6. Pengelembungan (mark up) pembayaran honorarium perangkat desa.

Modus ini dapat diantisipasi dengan tindakan kesadaran dari para perangkat desa itu sendiri, bahwa tindakan mark up semacam demikian sama halnya memakan hak warganya sendiri.

Di sinilah pentingnya keterbukaan informasi, sehingga hal semacam ini bisa dapat diawasi warganya.

Pemasangan papan informasi mengenai APBDes dengan pos-pos pendapatan dan belanja desa penting dilakukan, baik berupa baliho maupun lewat sosial media.

7. Penggelembungan (mark up) pembayaran alat tulis kantor.

Meski bukti bisa dilihat secara fisik tetapi harus pula paham isi dari Rencana Anggaran Belanja (RAB) apa saja yang dimuat dalam Dokumen rencana kegiatan (Durek) APBDes yang telah ditetapkan.

Hal ini penting untuk mengetahui kesesuaian jenis barang dan juga harganya, apakah wajar sesuai standar harga yang telah ditetapkan atau tidak.

Baca Juga: BLT DANA DESA Maret 2022 Cair, Berikut Cara Cek dan Syarat Mendapatkan

8. Memungut pajak atau retribusi desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak.

Pengawas atau masyarakat dituntut harus memahami alur dana menyangkut pendapatan dari sektor pajak ini.

Berapa persen pajak penghasilan, pembelian barang atau bahan-bahan bangunan.

Untuk masalah ini sebenarnya jika pemerintah desa khususnya kepala desa yang ingin mencalonkan kembali masalah perpajakan bisa menjadi ganjalan jika berlaku tidak amanah.

Masalah pajak menjadi syarat bagi seorang kepala desa yang ingin mencalonkan kembali dirinya Dipajang pilkades berikutnya.

9. Pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun peruntukkan secara pribadi.

Kasus ini sering dibiarkan meski diketahui oleh para perangkat desa tersebut, karena lagi-lagi faktor ewuh prakewuh.

10. Pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk kepentingan perangkat desa.

Publik atau warga desa sejatinya harus tahu mengenai alokasi dari  dana desanya. Hal ini agar kasus ini tidak perlu terjadi.

Baca Juga: BLT DANA DESA, Simak Cara Daftar dan Syarat Untuk Dapatkan Bantuan, Segera Daftarkan Diri Anda

11. Melakukan permainan (kongkalingkong) dalam proyek yang didanai dana desa.

Bisa ditelusuri sejak dilakukannya Musyawarah Desa dan aturan mengenai larangan menggunakan jasa kontraktor dari luar.

Karena sejatinya dalam setiap kegiatan pembangunan di desa yang berasal dari dana desa (DD) mestinya dilaksanakan padat karya.

Tujuan pemerintah dalam hal ini untuk membantu ekonomi masyarakat dengan memberi kesempatan mereka memdapat penghasilan dari kegiatan pembangunan yang ada di desanya.

12. Membuat kegiatan atau proyek fiktif yang dananya dibebankan dari dana desa. 

Demikian 12 Modus Korupsi Dana Desa yang sering terjadi berdasar hasil Penelitian ICW. Demikian semoga bermanfaat. *

Editor: Ayi Abdullah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x