Wakil Ketua DPR Bantah Hoaks Soal Hak-hak Buruh yang Hilang

8 Oktober 2020, 12:31 WIB
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Saat Rapat Paripurna /@azissyamsuddin.korpolkam/Instagram

PORTAL MAJALENGKA – Gelombang demonstrasi muncul di berbagai daerah, menyikapi disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi Undang-undang.

Elemen buruh, mahasiswa dan masyarakat menyampaikan tuntutan yang dinilai merugikan yang terdapat dalam Undang-undang Cipta Kerja tersebut.

Diantaranya terkait masalah uang pesangon, Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten (UMK), dan HMSP.

Baca Juga: Resmi, RUU Ciptaker Jadi Undang-undang

Namun Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menilai banyak materi yang disampaikan masyarakat tidak sesuai dengan isi UU Cipta Kerja.

Azis membantah kabar bohong atau hoaks yang beredar di media sosial, khususnya terkait hak-hak buruh yang ada dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR Senin 5 Oktober 2020.

Dia menegaskan bahwa uang pesangon, Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten (UMK), dan HMSP tetap ada dalam Undang-undang Cipta Kerja.

Baca Juga: UU Ciptaker Disahkan, Fadli Zon Minta Maaf Tidak Bisa Mencegah

“Poin-poin yang terdapat dalam Undang-undang Cipta Kerja seperti uang pesangon, UMP, UMK, HMSP yang dikabarkan dihilangkan, itu tidak benar atau informasi bohong,” kata Azis, Rabu 7 Oktober 2020.

Dia menjelaskan terkait uang pesangon tetap ada dalam Undang-undang Ciptaker yaitu tercantum dalam Bab IV Pasal 89 tentang perubahan Pasal 156.

Dalam Pasal 156 ayat (1) disebutkan bahwa dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Baca Juga: Sikapi Pengesahan UU Cipta Kerja, Kiai Said Aqil Singgung Keras Tabiat Politikus

Pasal 156 ayat (2), (3), dan (4) mengatur pemberian uang pesangon, uang penghargaan, dan uang pengganti hak berdasarkan masa kerja para pekerja.

“Uang pesangon tetap ada tercantum di Bab IV Pasal 89 tentang perubahan Pasal 156 dan upah minimum tetap ada,” ujar Azis.

Baca Juga: Puan : Masih Terbuka Ruang Menyempurnakan Undang-undang Cipta Kerja

Upah minimum diatur di Bab IV Pasal 88 ayat (3) yang menyebutkan “Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi, upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya”.

Baca Juga: Menaker Ajak Serikat Pekerja dalam Penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) dari UU Cipta Kerja

Azis juga menegaskan bahwa tidak benar dalam Undang-undang Cipta Kerja terdapat aturan upah buruh yang dihitung per-jam, hak cuti hilang dan “outsourcing” diganti kontrak seumur hidup.

“Jangan sampai informasi yang salah semua ini terus disebarkan dan berdampak pada hajat hidup orang banyak,” katanya.

Dalam Pasal 79 ayat (3) disebutkan bahwa cuti yang ada dalam ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan.

Baca Juga: Investor Asing Ingatkan Pemerintah Tentang Bahaya UU Cipta Kerja

Paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

Lalu di ayat (4) disebutkan, pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Azis mengatakan, tidak akan adanya status karyawan tetap juga merupakan informasi yang bohong atau hoaks.

Baca Juga: Airlangga Jamin UU Cipta Kerja Prioritaskan UMKM dan Pekerja

Dalam UU Cipta Kerja status karyawan tetap masih ada, yaitu tercantum dalam Bab IV pasal 89 tentang perubahan terhadap pasal 56 UU 13 Tahun 2003.

“Semua pekerja pasti mengharapkan menjadi karyawan tetap, jadi tidak mungkin dihapuskan,” katanya.

Azis menjelaskan, terkait kabar perusahaan yang daoat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kapanpun, merupakan hal yang tidak benar.

Baca Juga: Wakil Ketua MPR : UMK Kabupaten Hilang di RUU Cipta Kerja

Menurut dia, perusahaan tidak bisa melakukan PHK secara sepihak dan tercantum dalam Bab IV Pasal 90 tentang perubahan terhadap Pasal 151 UU 13 Tahun 2003.

“Semua ada aturannya dan tidak boleh sepihak,” katanya.

Dia juga menekankan bahwa tidak benar jaminan sosial dan kesejahteraan terhadap para pekerja akan dihilangkan.

Menurut dia, Jaminan Sosial masih tetap ada dan tercantum di Bab IV Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 18 UU 40 Tahun 2004.

Baca Juga: Pemda Berperan Wujudkan Keberhasilan Cipta Kerja

Selain itu, dia membantah terkait isu karyawan berstatus tenaga kerja harian, karena status karyawan tetap masih ada dan tercantum dalam Bab IV Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 56 Ayat 1 UU 13 Tahun 2003.

“Jadi tidak ada karyawan berstatus tenaga kerja harian, cek dalam aturan dan pasal dengan cermat,” ujarnya.

Baca Juga: Hanya PKS dan Demokrat yang Menolak, Sisanya Setuju RUU Cipta Kerja

Politisi Partai Golkar itu juga membantah kabar hoaks pekerja yang meninggal, ahli warisnya tidak dapat pesangon. Menurut dia dalam Bab IV Pasal 61 diatur ahli waris tetap mendapat pesangon.

Dalam Pasal 61 ayat (5) disebutkan bahwa “dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”. ***

Editor: Ayi Abdullah

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler