Mekprek Batu, Matapencaharian Warga Sukahaji Majalengka untuk Bertahan di Masa Pandemi

29 September 2020, 14:00 WIB
Pemecah batu di Desa Sukahaji kecamatan Sukahaji Majalengka /Portal Majalengka/Pikiran Rakyat/Andra Adyatama

PORTAL MAJALENGKA - Mengandalkan batu-batu 'sisa' dari desa Sukahaji kecamatan Sukahaji Kabupaten Majalengka, puluhan perempuan atau ibu-ibu tampak sibuk mekprek atau memecah batu hingga menjadi kerikil untuk digunakan sebagai bahan membangun rumah atau jalan.

Pemandangan itu terlihat di jalan pangeran Muhammad dusun Kamis desa Sukahaji kecamatan Sukahaji, Selasa 29 September 2020.

Usaha mekprek batu ini konon mulai ramai sejak beberapa tahun terakhir. Mekprek sendiri memiiki arti menghancurkan bongkahan batu menjadi bagian-bagian kecil.

Baca Juga: BLT Tidak Tepat Sasaran, Warga Desa Pakubeureum Kertajati Datangi Kantor Kepala Desa

“Kalau saya, sudah sekitar delapan tahun menekuni kegiatan ini,” ujar salah seorang perajin Armah (65) saat ditemui di saung praktiknya.

Armah yang ditemani oleh Arja (75) mengaku, dirinya bisa menghasilkan satu kubik batu kerikil dalam waktu sekitar sepekan.

 “Alhamdulillah ada saja yang membeli, khususnya mereka yang tengah membangun rumah. Atau, mereka yang tengah membuat jalan atau gang di kampung,” ujarnya.

Baca Juga: Kejaksaan Negeri Majalengka Sudah Bidik Calon Tersangka Korupsi PDSMU

Mayoritas pembelinya masih di lingkungan sekitar di wilayah Kabupaten Majalengka.

Peralatan utama untuk mekprek sendiri sangat sederhana, yaitu palu.

Selain itu, ada alat untuk meletakkan batu yang hendak dipecah agar posisinya tidak bergeser yang terbuat dari bambu dan karet ban.

Baca Juga: Sah! Raperda Disetujui, Kertajati dan Jatitujuh Jadi Kawasan Perkotaan Penyangga Bandara Kertajati

“Memang masih sedikit hasilnya. Kami kan membuat ini secara tradisional, hanya dengan mekprek. Tentunya, berbeda dengan yang dibuat oleh pabrik yang menggunakan mesih pemecah batu,” ujarnya menjelaskan.

Latar belakang melakukan usaha mekprek batu semata untuk penghasilan, setelah usaha sebelumnya tidak lagi menjanjikan.

Apalagi di tengah kondisi himpitan ekonomi seperti saat ini, kegiatan bermanfaat yang bisa menghasilkan uang ini menjadi andalan.

Baca Juga: Hari Ini Kejari Majalengka Kembali Panggil Dua Saksi Dalam Kasus Dugaan Korupsi PDSMU

“Setidaknya ada 30 orang di blok ini yang berkecimpung dalam usaha mekprek batu,” katanya.

Sekarang ini, para perajin tersebut bernaung di bawah tenda di pinggir jalan. Semua tertib.

“Kegiatan kami tidak mengganggu arus lalu lintas di sini,” katanya.

Baca Juga: Majalengka Tambah 6 Kasus Covid-19

Jalur ini merupakan lintasan dari arah Majalengka menuju Cirebon.

Sementara itu, Kamad menuturkan, dalam sehari dirinya bisa memperoleh pendapatan minimum Rp 15 ribu.

“Mereka yang membeli batu kerikil ini biasanya membawa kendaraan sendiri. Tetapi, kalau kebetulan mereka tidak membawa kendaraan, maka kami yang mengantarnya hingga tujuan dengan menyewa,” jelasnya.

Baca Juga: Surya Darma: Segera Kembalikan Pasar Jatitujuh dan Panjalin ke Desa Masing-masing!

Kamad mengungkapkan, sebelum berkecimpung dalam mekprek batu, sebagian perajin di sana merupakan perajin anyaman bambu, antara lain memproduksi alat menanak nasi (aseupan), kipas (hihid), dan tempat mencuci beras atau tempat nasi yang biasa disebut ceceting.

Produk seperti aseupan sekarang ini agak kurang laku, apalagi dengan kehadiran alat menanak nasi modern berbasis elektronik, seperti magic com atau rice cooker.

Diakuinya, peminat aseupan sendiri sebenarnya masih ada, namun relatif kecil.

Baca Juga: Sengketa Lahan Pasar Jatitujuh dan Pasar Panjalin dengan Pemkab Majalengka, Ini Kronologisnya!

“Ya, akhirnya kami melihat peluang usaha dari mekprek batu ini,” katanya seraya menyebutkan sebagian besar usaha ini dilakukan oleh ibu-ibu.

Batu-batu ini diperoleh dari “gunung” bebatuan yang berada sekitar dua kilometer ke arah selatan dari tempat usahanya sehari-hari.

Tentunya, meskipun ini dilakukan secara tradisional, usaha 'mekprek' batu telah memberi berkah bagi dirinya dan keluarga guna menyambung hidup.***

Editor: Andra Adyatama

Tags

Terkini

Terpopuler