Ki Ageng Kutu mengasingkan diri dari Majapahit karena tidak suka terhadap Raja Majapahit yang menikah dengan putri dari Champa yang beragama Islam.
Ki Ageng Kutu pun mengasingkan diri ke daerah Wengker, ia pun menghimpun pasukannya sendiri.
Baca Juga: Jasad Imam Al-Jazuli Dibongkar Untuk Perang, Kisah Karomah Sakti Para Wali
Wilayah Wengker yang dipimpin oleh Ki Ageng Kutu dinilai berbahaya oleh kesultanan Demak Bintoro.
Demak Bintoro merupakan kesultanan sebagai penerusan masa kejayaan Majapahit walaupun sudah bergaya Islam.
Demi kepentingan Islamisasi, penguasa Demak mengirimkan seorang putra terbaiknya yakni yang kemudian dikenal luas dengan Batoro Katong.
Batoro Katong dengan salah seorang santrinya bernama Selo Aji dan diikuti oleh 40 orang santri senior yang lain.
Batoro Katong akhirnya sampai di wilayah Wengker, lalu kemudian memilih tempat yang memenuhi syarat untuk pemukiman, yaitu di Dusun Plampitan, Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan.
Saat Batoro Katong datang memasuki Ponorogo, kebanyakan masyarakat Ponorogo adalah penganut Budha, animisme dan dinamisme.
Kedatangan Batoro Katong membuat Ki Ageng Kutu Murka, dan menyerangnya hingga terjadi pertarungan sengit diantara keduanya.