Permintaan Kopi Arabica Gayo Menurun 70 Persen

11 Oktober 2020, 21:24 WIB
Ilustrasi Biji Kopi. Permintaan Kopi Arabica Gayo menurun 70 persen di masa pandemi Covid-19. /pexabay/No-longer-here/

PORTAL MAJALENGKA – Salah satu yang paling dibanggakan masyarakat Indonesia adalah Indonesia merupakan salah satu penghasil kopi terbesar di dunia.

Indonesia berada di peringkat keempat penghasil kopi di dunia, di bawah Brazil, Vietnam dan Kolombia dengan 660 ribu ton kopi per tahun di tahun 2019 lalu.

Salah satu varietas kopi Indonesia yang sangat terkenal dan menjadi penyumbang terbesar ekspor adalah kopi Arabica Gayo, Aceh.

Baca Juga: Cek Manfaat Rutin Konsumsi Kopi Hitam

Namun aktivitas ekspor komoditas Kopi Arabica Gayo ke pasar internasional akhir-akhir ini semakin terpuruk akibat pandemi Covid-19, bahkan permintaan anjlok mencapai 70 persen.

Kadiperindagkop Aceh Tengah Joharsyah, mengatakan permintaan ekspor Kopi Gayo berkurang hingga 70 persen dari volume ekspor sebelum wabah virus Corona.

“Itu berdasarkan hasil meeting kami beberapa hari lalu dengan Fair Trade, sebuah lembaga sertifikasi Internasional. Mereka juga terpuruk sekarang,” kata Joharsyah.

Baca Juga: Ini Kiat Pengusaha Kopi Hadapi Pandemi

Menurut dia, Pemkab Aceh Tengah masih terus berupaya mengatasi persoalan tersebut agar komoditas kopi hasil panen tidak menumpuk di gudang, apalagi harus tertahan di tingkat petani.

“Jadi kita sudah banyak lakukan komunikasi secara nasional maupun Internasional, tapi memang seluruhnya sedang dalam kondisi sulit,” ungkapnya.

Kalau pemerintah daerah disuruh beli kopi, pemerintah tidak pernah melakukan bisnis kopi. Jadi setelah dibeli pemerintah juga bingung mau dibawa kemana, kemudian uangnya juga dari mana.

Baca Juga: Ingin Tingkatkan Imunitas? Coba 3 Resep Jus Buah Ini

Dia mengatakan untuk dapat membeli keseluruhan hasil panen kopi petani di daerah dataran tinggi Gayo tersebut, membutuhkan biaya mencapai Rp1,8 triliun. Angka itu tidak sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

“Produksi kopi di Aceh Tengah itu antara 28.000 ton per tahun, nilainya sekitar Rp1,8 triliun. Itu berdasarkan luas lahan kopi sekitar 48.000 hektare dengan produktivitas minimal rata-rata 700 kilogram per hektare per tahun,” ujarnya.

Dalam rapat dengan DPRD, dewan terkejut perlu anggaran sebanyak itu untuk membeli kopi dari petani, khusus Aceh Tengah.

Baca Juga: Raup Untung Miliaran dari Budidaya Porang, Ini Caranya!

Belum lagi Kabupaten Bener Meriah. Kalau digabungkan keduanya, kebutuhan dana mencapai Rp3,8 triliun.

“Saat ini pemerintah daerah hanya bisa berupaya membantu para pelaku ekspor di bawah naungan koperasi, dengan memberikan dana talangan agar kopi dari petani bisa terus dibeli,” katanya. ***

Editor: Hanif Maulana

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler