Bank Dunia Wacanakan Pembatalan Utang

5 Oktober 2020, 10:45 WIB
Bank Dunia. /Dok.IDX Chanel/

PORTAL MAJALENGKA – Resesi membayangi Negara-negara hampir di seluruh dunia, akibat pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020 lalu.

Kondisi tersebut dapat memicu krisis utang di beberapa negara, sehingga investor harus siap memberikan beberapa keringanan yang juga mencakup pembatalan utang.

Hal tersebut disampaikan Presiden Bank Dunia David Malpass, yang menilai beberapa negara tidak dapat membayar kembali utang yang mereka tanggung.

Baca Juga: Tiga Bulan Deflasi, Tanda Daya Beli Masyarakat Melemah

“Karena itu kita juga harus mengurangi tingkat utang. Ini bisa disebut keringanan atau pembatalan utang,” kata Malpass dalam wawancara dengan harian bisnis Handelsblatt.

“Adalah penting bahwa jumlah utang dikurangi dengan restrukturisasi,” tambah Malpass seperti dikutip ANTARA dari Reuters, Minggu 4 Oktober 2020.

Dia menunjuk langkah serupa dalam krisis keuangan sebelumnya seperti di Amerika latin, dan apa yang disebut inisiatif HIPC -negara-negara miskin yang berutang besar- pada 1990-an.

Baca Juga: Dihantam Pandemi, Dividen BUMN Cuma Ditarget Rp26,1 Triliun

Negara-negara kaya bulan lalu mendukung perpanjangan dari Debt Service Suspension Initiative (DSSI/Inisiatif Penangguhan Layanan Utang) G20.

DSSI disetujui April untuk membantu negara-negara berkembang bertahan dari pandemi, yang menyebabkan 43 dari 73 negara potensial yang memenuhi syarat menangguhkan lima miliar dolar dalam pembayaran utang “sektor resmi”.

Di tengah peringatan pandemi dapat mendorong 100 juta orang ke dalam kemiskinan ekstrem, Malpass memperbarui seruannya agar bank-bank swasta dan dana investasi juga ikut terlibat.

Baca Juga: Neraca Keuangan BI Tahun 2021 Defisit Rp21,8 Triliun

“Para investor ini tidak melakukan cukup banyak dan saya kecewa dengan mereka. Juga, beberapa pemberi pinjaman besar China tidak cukup terlibat. Dampak dari langkah-langkah bantuan kurang dari yang seharusnya,” katanya.

Malpass memperingatkan pandemi dapat memicu krisis utang lain, karena beberapa negara berkembang telah memasuki spiral pertumbuhan yang lebih lemah dan masalah keuangan.

“Defisit anggaran yang sangat besar dan pembayaran utang membebani negara-negara tersebut. Apalagi bank-bank di sana kesulitan karena kredit macet,” tambah Malpass. ***

Editor: Ayi Abdullah

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler