Ribut-ribut NFT dan Ghozali Everyday, Gita Wirjawan: Fenomena Sejarah yang Terulang 5000 Tahun Lalu

23 Januari 2022, 16:22 WIB
Ribut-ribut NFT dan Ghozali Everyday, Gita Wirjawan: Fenomena Sejarah yang Terulang 5000 Tahun Lalu /Tangkapan layar Youtube Gita Wirjawan

PORTAL MAJALENGKA – Belakangan ini publik dihebohkan NFT dan sosok Ghozali Everyday yang berhasil meraup keuntungan hanya dengan jual foto selfie secara digital.

Foto-foto selfie itu dijadikan produk Non Fungible Token (NFT). Hal inilah yang membuat foto tersebut laku terjual sampai miliaran rupiah. Sehingga Ghozali Everyday menjadi miliarder baru di Indonesia.

Perlu diketahui, NFT seperti yang diperjualbelikan Ghozali Everyday merupakan aset digital yang merepresentasikan objek di dunia nyata, seperti musik, lukisan, foto, hal-hal yang ada di dalam game dan video.

Baca Juga: Ikutan Ghozali Everyday, Deretan Artis Indonesia Jual NFT di Open Sea, Harganya Fantastis

Aset ini kemudian diperjualbelikan secara online dengan menggunakan teknologi blockchain dalam bentuk mata uang kripto.
NFT ini hanya bisa dibeli menggunakan uang kripto, seperti Bitcoin (BTS) atau Ethereum (ETH).

Jika melihat sejarah uang, Gita Wirjawan dalam channel Youtube pribadinya yang berjudul ‘Sejarah Uang dan Evolusinya │Endgame The Talk’, menyampaikan bahwa fenomena NFT yang sat tengah populer, merupakan pengulangan sejarah 5000 tahun lalu.

“Kalau kita lihat NFT, secara konsep itu sama dengan 5000 tahun lalu, yakni awal mula uang itu ada,” ucapnya.

Baca Juga: Cara Membuat Akun Open Sea untuk Jual Beli NFT Seperti Ghozali Everyday

Dijelaskan oleh Gita pada awal video, bahwa awal mula pemberdayaan uang itu ada di sekitar 5000 tahun lalu di wilayah Mesopotemia yang sekarang menjadi wilayah Irak dan Kuwait.

Relasi 5000 tahun yang lalu, antara kreditur dan debitur tercermin dalam suatu tablet yang terbuat dari tanah liat atau keramik yang sifatnya Non-Fungible.

“Fungsinya untuk sebuah transaksi yang spesifik, sehingga tidak bisa dicampur aduk dengan yang lain,” jelas mantan Menteri Perdagangan di era SBY itu.

Baca Juga: VIRAL Warga Kota Malang Usir Haikal Hassan, Ada Teriakan NKRI Harga Mati

Gita mengungkapkan, saat itu transaksi sifatnya peer to peer yang satu sama lain saling memverifikasi, tanpa melibatkan pihak ketiga.

“Ini awal mulanya manusia memberikan kepercayaan kepada sebuah instrument, jadi uang itu sebuah manifestasi dari kepercayaan dari seorang kreditur dan debitur,” ungkapnya.

Melangkah ke era selanjutnya, yakni zaman Yunani, ditemukanlah koin untuk melakukan transaksi satu sama lain.

Baca Juga: Cara Jual Aset NFT di Platform Open Sea, Termasuk Foto Selfie Seperti Ghozali Everyday

“Yang cukup fundamental adalah koin itu sifatnya fungible. Artinya bisa digunakan untuk transaksi apa pun,” kata pria lulusan Harvard University ini.

Selanjutkan, koin mengalami evoluasi pada tahun 1346 yang ditandai dengan datangnya wabah hitam yang mengubah tatanan populasi dunia.

“Agar mudah dan cepat, waktu itu dibutuhkan jenis uang yang lebih ringan. Maka ditemukanlah uang kertas,” ucapanya.

Baca Juga: Kemenkes Keluarkan Surat Edaran Terkait Penanganan Konfirmasi Omicron Usai 2 Orang Meninggal

Konsep pemberdayaan kertas tetap sama dengan koin, yakni bersifat fungible. “Ini beda sekali dengan saat awal mula adanya uang,” imbuhnya.

Uang kertas pun terus berevolasi. Dalam perjalanannya uang harus ditopang dengan adanya barang fisik yakni emas.

“Inggris adalah negara pertama yang secara resmi mengadposi standar emas pada tahun 1821,” katanya.

Baca Juga: Manusia dan Lingkungan Harus Harmonis, Begini Kata Abi Quraish Shihab

Kemudian, emas pun mulai ditiadakan sebagai penopang transaksi keuangan pada tahun 1971 oleh Amerika Serikat karena pasokan emas mereka terbatas. “Standar emas sampai dengan sekarang sudah tidak ada lagi,” ucapnya.

Karena pencetakan uang sudah cukup banyak, tentu ada kekhawatiran manusia kalau uang dicetak banyak, pasti nilainya akan turun.

“Makanya, popularitas kripto atau NFT semakin meningkat. Karena manusia lebih nyaman dengan sesuatu peredarannya lebih tetap, dibandingkan dengan peredarannya yang terus meningkat tapi nilainya turun,” terangnya.

Baca Juga: Persita, Bali United, dan Borneo FC Berikan Pelajaran Bagi Pelatih Persib Bandung Robert Alberts

JadI, NFT adalah manifestasi dari kepercayaan antara peer to peer untuk transaksi yang sifatnya Non-Fungible atau tidak bisa dicampur aduk dengan kepentingan atau transaksi yang lain. NFT ini juga tidak perlu adanya verfikasi dari pihak ketiga.

“Jadi, lucunya adalah we have come full circle 5000 tahun lalu. Di mana transaksi dilakukan peer to peer, sifatnya non-fungible. So you can say, history repeat itself,” ungkapnya.***

Editor: Husain Ali

Sumber: YouTube Gita Wirjawan

Tags

Terkini

Terpopuler