Pemilihan Kuwu dan Politik Uang; Sebuah Pembelajaran Politik

- 12 Februari 2021, 07:42 WIB
Dr H Masduki Duryat MPdI
Dr H Masduki Duryat MPdI /

Bagaimana tidak, sekarang ini ada adagium—walau secara guyon disampaikan masyarakat—“wani piro?”, “berani bayar berapa perkepala?”, “kalau saya tidak ada di rumah, uangnya ditaroh saja di bawah kesed, di sini ada 4 (empat) jiwa”.

Sangat transaksional dan cenderung pragmatis. Ini yang kemudian menimbulkan sikap apatis masyarakat dan cenderung tidak kritis, “Saya melakukan ini, karena kalau sudah jadi kuwu lupa kepada masyarakatnya”, demikian yang sering kita dengar dari masyarakat di akar rumput.

Baca Juga: KRL Yogyakarta-Solo Dapat Memberikan Manfaat Ekonomi

Dampak yang lebih luas dan sistemik adalah mental balik modal, sehingga pada pandangan lain ada yang mengatakan, “kuwu kalau sudah jadi, boro-boro memikirkan kesejahteraan rakyatnya.

Pada mind-setnya adalah balik modal”. Apalagi fungsi pengawasan dari BPD juga tidak sekuat otoritas kuwu dan cenderung menjadi stempel, legitimasi kebijakan yang dilakukan kuwu.

Seperti yang diungkapkan oleh Antonio, di Indonesia untuk menjadi seorang pemimpin masuk kategori high cost, termasuk menjadi seorang kuwu. Sehingga begitu mencalonkan diri—kalau ingin jadi—akan menjadi gharimun kabir (penghutang besar) yang setelah menjabat akan berfikir balik modal.

Baca Juga: Istrinya Dilantik Jadi Wakil Bupati Cirebon, Terpidana Sunjaya Purwadisastra Diisolasi

Walau tentu tidak secara serta-merta hantam kromo semua kuwu berperilaku sama, ada di antara mereka yang dengan penuh semangat ‘mewakafkan’ diri dan waktunya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya.

Karena memiliki komitmen fungsi pemimpin—dalam Islam—adalah dua; khadim (pelayan) dan muwajjih (guide, petunjuk arah). Melayani rakyatnya dengan sepenuh jiwa raga dan menjadi petunjuk arah pada ‘jalan’ yang baik, benar dan tidak sebaliknya ‘menyesatkan’ dan menyengsarakan rakyatnya.

Paradigma seperti ini harus segera dirubah,  perlu dilakukan edukasi yang intens kepada masyarakat. Saatnya menjadi pemilih yang cerdas, rasional dan memiliki idealisme untuk memilih pemimpin yang memiliki kapasitas, mumpuni dan berkualitas.

Halaman:

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah