Kesepakatan RI-AS: Pemulihan Ekonomi atau Ancaman Kedaulatan

- 2 Desember 2020, 09:31 WIB
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mennyaksikan Penandatanganan Bilateral Contribution Agreement  Indonesia-CEPI
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mennyaksikan Penandatanganan Bilateral Contribution Agreement Indonesia-CEPI /Kementerian Luar Negeri RI

Oleh : Kayyisa Haazimah*

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengundang investor Amerika Serikat (AS) untuk investasi di Kepulauan Natuna. Pernyataan tersebut disampaikannya kepada Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo saat berkunjung ke Indonesia.

"Saya mendorong pebisnis AS untuk berinvestasi lebih banyak di Indonesia, termasuk untuk proyek-proyek di pulau terluar Indonesia, seperti Pulau Natuna," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis 29 Oktober 2020 lalu. (GALAMEDIA, 1/11/2020).

AS memang merupakan salah satu investor utama Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi AS ke Indonesia sebesar 279 juta dola AS pada kuartal III 2020 untuk 417 proyek.

Baca Juga: Waspada Ancaman Disintegrasi Bangsa, Tetap Jaga Persatuan dan Kesatuan

Dengan jumlah tersebut, AS menempati posisi ke-7 negara dengan investasi terbesar.
Sebelumnya Kepulauan Natuna tengah terancam dampak dari konflik Laut China Selatan (LCS).

Konflik AS-China memanas usai China mengklaim sepihak 90 persen dari perairan LCS.
Sebagai negara adidaya dunia, AS memiliki kepentingan yang sangat besar, bukan hanya hegemoni ekonomi tetapi juga upaya menghalau pengaruh China serta ekspansinya ke berbagai negara.

Mengingat AS dan China adalah negara pengemban ideologi, yaitu dan Kapitalis.
Selain membahas Investasi di Kepulauan Natuna, Mike Pompeo juga menggelar pertemuan dengan Gerakan Pemuda (GP) Ansor Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta, Kamis (29/10/2020).

Baca Juga: Pemkab Bogor dan DPRD Sepakat Tidak Anggarkan Bansos Pada 2021

Pertemuan dengan tajuk "Nurturing The Share Civilization Aspirations of Islam Rahmatan Lil Alamin The Republic of Indonesia and The United Stated of America itu digelar di Hotel Four Season.

Penyamaan versi mengenai makna "Rahmatan Lil Al-Amin" yang sejalan dengan konsep Barat. Hal ini sebagaimana yang tegaskan oleh Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, bahwa GP Ansor memiliki beberapa kesamaan tujuan.

Pertama, Ansor ini ingin agar citra soal Islam, terutama di dunia Barat tidak melulu citra yang identik dengan kekerasan dan teror.

Baca Juga: Diskominfo Majalengka Fasilitasi UMKM Melalui Toko Digital

Lantas, adakah keuntungan bagi Indonesia menyepakati kesepakatan ini? Benarkah dengan menggandeng investor AS mampu memulihkan ekonomi negara?

Beberapa yang menjadi sorotan yakni pertama, dalih investasi sebagai upaya pemulihan ekonomi bisa dibilang klaim semata.

Investasi yang melibatkan pihak asing dalam mengelola sumberdaya alam hanya akan membuka pintu bagi mereka untuk mengusik kedaulatan negara. Tambang emas Freeport adalah satu contoh bahwa investasi tak memberikan dampak bagi ekonomi negeri ini.

Baca Juga: Gara-gara Email, Bagus Kahfi Gagal Bergabung dengan Tim Liga Belanda

Alasan pembukaan lapangan kerja bagi rakyat sejatinya hanyalah kedok bahwa negeri ini tak benar-benar berdikari. Bila negara sudah tergadai kedaulatanya, maka apa yang menjadi kebijakan-kebijakannya akan sangat mudah didikte oleh pihak investor.

Kebijakan politik pun akan dikendalikan oleh mereka. Sehingga politik Indonesia yang katanya bebas aktif nyatanya kebijaksanaan negara, sesuai arahan Tuannya dan mengesampingkan kepentingan rakyat banyak.

Kedua, Konsep Moderasi Islam dianggap cocok dengan pemikiran Barat. Namun, pandangan ini adalah pandangan yang menyesatkan.

Baca Juga: Pembelajaran Tatap Muka Mulai Januari 2021 Bukan Wajib

Sebab, nilai-nilai kebebasan yang diusung Barat akan bertentangan dengan konsep Ilahi yang berdasarkan wahyu. Konsep wahyu berdasarkan dalil-dalil syariah bukan semata berasal dari konsep berfikir manusia yang lebih tunduk kepada nafsunya.

Selamanya pemikiran Islam tidak akan pernah sejalan dengan pemikiran Barat. Patut diingat, Barat memaksakan konsep hidup mereka dengan penjajah baik ekonomi, politik, maupun budaya.

Sangat aneh bila ada kelompok Islam justru bergandengan tangan dengan penjajah.
Potret buruk penjajah terhadap dunia Islam serta kaum muslimin tidak akan pernah terhapus dari benak kaum muslimin.

Baca Juga: Ridwan Kamil Doakan Anies Baswedan Cepat Sembuh

Berbangga kerjasama dengan Barat adalah sebuah kehinaan dan pengkhianatan kepada Allah dan Rasulnya serta kaum muslimin.

Islam adalah sebuah konsep hidup yang paripurna, di dalamnya mengatur seluruh aspek kehidupan. Kerjasama dengan negeri muslim untuk menguasai, baik ekonomi, budaya, politik maupun pertahanan keamanan tidak boleh disepelekan.

Sebab terdapat hukum haram menguasakan negeri muslim kepada negara kafir sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla, “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS Al-Nisâ’: 141).

Baca Juga: Pemprov Jabar Awasi Ketat Tiga Zona Merah Penyelenggara Pilkada Serentak 2020

Ayat ini adalah dalil larangan membuka jalan bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman.

Huruf lan berfaidah li al-ta’bîd (untuk menunjukkan selama-lamanya) merupakan penguat indikasi atas larangan yang tegas (qarînah jâzimah) menjadikan kaum kafir menguasai orang-orang beriman, apapun bentuk jalan penguasaannya.

Negara Islam tidak mengenal politik luar negeri bebas aktif. sehingga memberlakukan hubungan perang dengan kafir harbi fi’lan. Haram menjalin hubungan diplomatik, kerja sama ekonomi, pendidikan, perdagangan dan militer dengan negara mereka.

Baca Juga: Maradona Sempat Bagikan Foto Kenangan Bersama Timnas Indonesia

Termasuk kerja sama investasi dan hutang luar negeri. Khilafah menutup celah penguasaan umat muslim atas umat lain.

Khilafah adalah negara kesatuan yang didasarkan pada aqidah Islam. Aqidah inilah yang menyatukan seluruh umat Islam di seluruh dunia tanpa memang suku, etnis, warna kulit, bahasa serta perbedaan pandangan sekalipun.

Semuanya adalah saudara dalam Islam.Ikatan inilah ikatan yang paling kuat diantara ikatan-ikatan yang lain, kesatuan dalam iman yang kokoh yang membuat umat Islam solid.

 *Penulis adalah Aktivis Dakwah Majalengka

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah