Waspada Ancaman Disintegrasi Bangsa, Tetap Jaga Persatuan dan Kesatuan

- 2 Desember 2020, 09:17 WIB
M Abduh Nugraha
M Abduh Nugraha /

Oleh : M. Abduh Nugraha, SH

Indonesia yang juga disebut dengan Nusantara yang memiliki 17.504 pulau, 300 suku bangsa dan 700 bahasa daerah merupakan negeri yang sangat indah dan dikenal dengan julukan zamrud khatulistiwa.

Letaknya yang sangat strategis diapit dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dengan kekayaan sumber daya alam dan keramahan penduduknya membuat sejak dahulu kala banyak bangsa asing dari berbagai negara datang berdagang ke Nusantara.

Sejarah mencatat abad 7 Kerajaan Sriwijaya tumbuh menjadi Kerajaan Maritim yang mengusai wilayah Barat Nusantara dengan Ibukota di Pulau Sumatera sudah melakukan perdagangan dengan berbagai bangsa dari mancanegara dengan menjaga ketat perairan nusantara dengan angkatan laut kapal perangnya yang terkenal sangat mumpuni menjaga jalur perdagangan di Nusantara.

Baca Juga: Pemkab Bogor dan DPRD Sepakat Tidak Anggarkan Bansos Pada 2021

Dilanjutkan era Kerajaan Majapahit, Pajajaran, di abad 14 dan hingga era masuknya Islam awal abad 15 yang dimana banyak Pelabuhan di Indonesia seperti Pasai, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Tuban, Gresik, Surabaya, Makasar, Ternate dan lainnya yang melakukan interaksi perdagangan dengan bangsa Asing dari berbagai negara.

Masuknya kolonialisme Portugis dan VOC awal abad 16 yang tergiur menguasai kekayaan sumber daya alam Nusantara dengan politik adu domba devide et impera bahkan dengan isu SARA (suku, agama, ras, antargolongan) yang dilanjutkan dengan Hindia Belanda, Inggris sampai Jepang sukses memporak-porandakan Nusantara.

Baca Juga: Diskominfo Majalengka Fasilitasi UMKM Melalui Toko Digital

Perang Padri adalah salah satu contoh politik devide et impera yang dilakukan kekuatan asing yang mengadu domba kaum adat dan kaum Padri sebelum akhirnya mereka bersatu melawan penjajah.

Era kebangkitan nasional dengan tumbuhnya wawasan nusantara dan jiwa kebangsaan yang digagas para founding father seperti Budi Utomo, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Ashari dengan hizbul wathon minal iman, HOS Tjokroaminoto, Soekarno, Mohamad Hatta, dan berbagai tokoh lainnya serta lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dengan Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa yaitu Bahasa Persatuan Indonesia yang digagas para Pemuda Pemudi mulai dari Jong Sumatera, Jong Java, Jong Celebes, Jong Ambon dan lain-lain memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan yang akhirnya melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Baca Juga: Gara-gara Email, Bagus Kahfi Gagal Bergabung dengan Tim Liga Belanda

Di usia 75 tahun kemerdekaan Indonesia atau Nusantara ini tidak lepas dari rongrongan dan intervensi kekuatan Asing yang ingin mengusai kekayaan sumber daya alam Nusantara yang melimpah baik secara langsung terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi dengan menggunakan pion atau proxy nya di dalam negeri terutama menggunakan Isu SARA yang sangat sensitif di negeri ini.

Sejarah mencatat lepasnya Timor Timur, gerakan Separatis di Aceh, gerakan separatis di Papua mereka mempunyai kantor perwakilan di Luar Negeri dan ini membuktikan secara langsung dukungan asing terhadap organisasi tersebut.

Baca Juga: Pembelajaran Tatap Muka Mulai Januari 2021 Bukan Wajib

Yang paling bahaya justru intervensi Asing yang secara sembunyi-sembunyi dengan memainkan pionnya di dalam negeri dengan memainkan isu SARA, menyebar hoax dan propaganda di media sosial, mengadu domba antar golongan yang kita sendiri sampai tidak sadar kalau mereka adalah saudara sebangsa kita.

Ini yang bahaya, apalagi sudah mulai terjadi gesekan, di media sosial kita sangat sering melihat ejekan-ejekan provokatif, meme-meme provokatif bukan hanya sesama anak bangsa bahkan hinaan kepada Pemimpin, tokoh agama, tokoh masyarakat pun sudah ada yang berani terang-terangan.

Baca Juga: Ridwan Kamil Doakan Anies Baswedan Cepat Sembuh

Dimana budi pekerti bangsa ini yang terkenal sopan santun, ramah tamah, tenggang rasa, tepo seliro seolah-olah hilang oleh kepentingan politik dan golongan yang ironisnya tidak hanya terjadi saat Pemilu tapi pasca Pemilu juga jurang ancaman disintegrasi bangsa ini semakin dalam.

Semua tokoh bangsa, tokoh agama, tokoh masyarakat hingga ketua RW dan Ketua RT perlu duduk bersama untuk mencari solusi ancaman disintegrasi bangsa ini.

Para guru di sekolah perlu menanamkan wawasan Nusantara dan wawasan Kebangsaan kepada murid-muridnya.

Baca Juga: Pemprov Jabar Awasi Ketat Tiga Zona Merah Penyelenggara Pilkada Serentak 2020

Jiwa nasionalis dan kebangsaan perlu ditanamkan kembali kepada generasi muda kita. Selain sumber daya alam yang melimpah, bangsa ini juga dianugerahi SDM yang mumpuni.

Saya yakin anak muda kita dapat mengejar ketertinggalan kita untuk menjadi negara maju di bidang IT, bidang Kelautan dan Perikanan, bidang Olahraga, dan bidang-bidang lainnya dan kita menjadi Bangsa yang besar, maju secara ekonomi dan disegani.

Mari kita di usia 75 tahun kemerdekaan ini mengisi dengan berkarya yang positif, silih asah, silih asih, silih asuh, Bhineka Tunggal Ika dan seperti jargon TV nasional kita "TVRI menjalin Persatuan dan Kesatuan.***

*Penulis adalah seorang Jurnalis Media Online di Majalengka

Baca Juga: Maradona Sempat Bagikan Foto Kenangan Bersama Timnas Indonesia

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah