Usulan Pemekaran Wilayah Untuk Siapa?

- 23 November 2020, 19:30 WIB
pemekaran wilayah
pemekaran wilayah /

Oleh : Agustina Suhardi (Praktisi Pendidikan di Jawa Barat)

Pengajuan pemekaran wilayah bukan hal yang baru di Provinsi Jawa Barat (Jabar) dengan jumlah penduduk hampir 50 juta jiwa dan luas wilayah 35.377,76 km².

Pemekaran tersebut seperti yang diusulkan oleh Forum Koordinasi Desain Penataan Daerah (Forkodetada) Jabar dan Forum Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB).

Saat ini, Jabar memiliki 27 kabupaten/kota yang meliputi 18 kabupaten, 9 kota, 627 kecamatan, 645 kelurahan, dan 5.312 desa.

Baca Juga: Alhamdulillah, Harga Pertalite Turun Rp1.200 Per Liter Berlaku Juga di Ciayumajakuning

Usulan pemekaran CDOB sebanyak Sembilan wilayah antara lain: Kota Lembang, Kabupaten Cikampek, Kabupaten Bandung Timur, Kabupaten Garut Utara, Kabupaten Indramayu Barat, Kabupaten Subang Utara, Kabupaten Bekasi Utara, Kabupaten Cianjur Selatan, dan Kabupaten Cirebon Timur.

Alasan yang dikemukakan oleh Wakil Gubernur bahwa pemekaran yang dimaksud diangggap dapat mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat, mempercepat pembangunan daerah, menunjang pemerataan anggaran ke daerah, dan menerima aspirasi masyarakat Jabar.

Hal yang tidak kalah penting melalui pemekaran wilayah dapat meningkatkan bantuan pemerintah pusat ke Jabar seiring penambahan jumlah kabupaten/kota. (Pikiran Rakyat, 5/11/2020).

Baca Juga: Habib Idrus Doakan Jokowi dan Megawati Berumur Pendek, Ini Tanggapan Ruhut Sitompul!

Di tahun 2019 pernah diramaikan dengan wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya dan usulan Bekasi masuk ke dalam wilayah Jakarta Tenggara.

Namun, Gubernur lebih tertarik untuk memekarkan kabupaten/kota atau desa dibandingkan provinsi dengan alasan ketidakrelevanan pemekaran provinsi saat ini.

Hal itu diperkuat dengan alasan bahwa bantuan keuangan dari pemerintah pusat akan turun ke daerah tingkat dua bukan ke provinsi.

Baca Juga: Waspada Kasus Covid-19 Indonesia Capai 502.110, Peringkat 4 Tertinggi di Asia

Siti Zuhro (Peneliti LIPI) menyatakan bahwa semangat pemekaran dari waktu ke waktu semakin tinggi mulai dari era presiden BJ Habibie sampai presiden era Susilo Bambang Yudhoyono (2005-2008) terdapat 57 DOB.

Sampai 2008, jumlah provinsi menjadi 33 dan kabupaten/kota 477. Ini menunjukkan bahwa semangat pemekaran dari waktu ke waktu semakin tinggi.

Maraknya pemekaran daerah dapat menjadi bukti terdapat permasalahan serius dengan penataan daerah yang sangat diperlukan oleh Indonesia baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Baca Juga: Sri Mulyani Bersyukur Saat Wisuda Bisa Bertemu dengan Menteri Pendidikan Fuad Hasan

Beberapa faktor penting yang mendorong pemekaran. Pertama, berasal instrumen peraturan perundang-undangan yang terlalu longgar sehingga memberikan peluang untuk direkayasa dan disesuaikan dengan kepentingan politik.

Kedua, berdasarkan pertimbangan politis yang cenderung lebih dominan dibandingkan dengan aspek teknis pemerintahan. Ketiga, keterbatasan kapasitas pemerintah dalam melakukan pembinaan terhadap daerah otonom baru (DOB).

Berdasarkan evaluasi komprehensif terhadap semua DOB pada tahun 2012 menunjukkan 80% mengalami kegagalan berkembang.

Baca Juga: Jokowi : Seimbangkan Penanganan Pandemi dan Ekonomi

Pencapaian perkembangan di 18 provinsi dan kabupaten baru yang terbentuk dalam rentang waktu 2012 sampai 2014 menunjukkan hasil yang belum memuaskan. Pendekatan pemekaran daerah yang digunakan selama ini merupakan pendekatan federal.

Negara federal bersifat buttom-up yang berarti usulan pemekaran berasal dari provinsi sehingga nuansa kedaerahan akan lebih mengental. Sementara itu, Indonesia sendiri berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merupakan negara unitaristik yang tidak mengenal pembagian wilayah secara teoritik.

Berdasarkan studi empirik menunjukkan bahwa DOB lebih didasarkan pada pertimbangan politis dan historis dibandingkan dengan pertimbangan ekonomi dan aspek teknis pemerintahan.

Baca Juga: Sempat Terkendala Biaya, Wisuda Sri Mulyani Tidak Dihadiri Orang Tua

Kondisi tersebut berisiko memicu terjadinya politik dinasti. Politik dinasti (politik kekerabatan) tersebut dapat tumbuh subur di daerah yang tingkat pendidikan masyarakatnya rendah.

Sementara itu, sebagian besar daerah yang akan dimekarkan merupakan wilayah dengan masyarakat berpendidikan rendah, lembaga swadaya masyarakat dan media lokal di wilayah tersebut yang belum berani bersuara.

Kondisi tersebut menghantarkan proses rekrutmen untuk posisi-posisi yang strategis hanya berputar di antara kekerabatan mereka sementara nasib kesejahteraan masyarakat masih dipertanyakan.

Baca Juga: Defisit Fiskal Melebar, G20 Ingatkan Utang Publik dan Swasta

Hasil evaluasi yang dilakukan beberapa lembaga, baik pemerintah maupun nonpemerintah menunjukkan bahwa DOB dapat menambah beban berat pembiayaan pemerintah pusat dengan peningkatan belanja APBN.

Masih menurut Siti Zuhro untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat tidak selalu harus dijawab dengan pemekaran wilayah.

DOB yang dianggap sebagai “euforia” desentralisasi dan politik semata memberikan peluang lebih besar pada penguasa daerah untuk memberikan pengelolaan kekayaan sumber daya alam daerah kepada siapa saja yang dikehendaki, tidak terkecuali kepada para pengusaha (capital) dengan dalih untuk meningkatkan pendapatan daerah.

Baca Juga: Pemerintah Terjunkan 5.000 Pelacak Kontak Covid-19

Jadi, sebenarnya untuk siapa pemekaran wilayah itu ditujukkan ?. Islam sendiri memandang bahwa pemerintahan bersifat sentralistik (terpusat) di tangan Amirul Mukminin sehingga menimalisir terbentuknya raja-raja kecil daerah.

Keberadaan gubernur di berbagai wilayah negeri tetap menginduk pada kebijakan pusat. Bercermin pelayanan seorang penguasa kepada rakyatnya banyak ditemukan kisahnya diantaranya Khalifah Umar bin Khattab r.a. yang senantiasa blusukan untuk memastikan penduduknya terkecukupi kebutuhan hidupnya.

Baginya bahwa kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan Allah kelak.

Baca Juga: Wali Kota Cirebon Azis Nashrudin Positif Terpapar Covid-19, Minta Doa Kesembuhan ke Masyarakat

Kepemimpinan pelayanan tersebut tiada dapat diperoleh pada sistem desentralisasi saat ini yang lebih dominan pada nafsu kekuasaan semata. Saatnya kembali pada aturan politik Islam untuk memperoleh keberkahan dari Allah dan semangat palayanan untuk masyarakat.

Wallahu a'lam bishawab.***

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah