Dalam ulasan buku Wabah Penyakit dan Penanganannya di Cirebon 1906-1940 karya Imas Emalia (2020), wabah Malaria mulai muncul di Cirebon tahun 1805.
Baca Juga: Dua Kabar Luar Biasa Terkait Pandemi COVID-19 Akan Bikin Hati Kita Gembira, Simak di Sini
Penyebabnya bukan karena erupsi Gunung Ciremai, melainkan karena kondisi lingkungan yang berawa-rawa, kumuh dan tidak terawat.
“Bila dibandingkan dengan kota-kota lain yang boleh saya kunjungi, seperti Batavia dan Semarang. Cirebon yang paling kotor,” kata dr Douglas, seorang dokter yang melakukan penelitian di sejumlah kota-kota Hindia-Belanda yang dikutip dalam buku tersebut.
Namun, kesimpulan dari penelitian dr Douglas tidak ditanggapi oleh pemerintah kolonial saat itu. Karena masih berpegang pada dugaan, jika penyakit yang menjangkit penduduk bukan dari malaria, melainkan pes.
“Pemerintah beralasan, penyakit malaria hanya ada di India, karena lingkungannya kotor dan berawa-rawa dengan kualitas udara yang buruk, angin laut dan air dingin. Sementara, Cirebon tidak separah itu,” demikian kutipan dalam buku tersebut.
Kemudian, penyakit malaria muncul lagi di Cirebon pada tahun 1873 di wilayah Cirebon Barat. Namun, ditemukan juga di wilayah lainnya, seperti Majalengka, Galuh dan Kuningan.
Baca Juga: Berikut Cara Copas Caption Instagram Tanpa Gunakan Aplikasi Tambahan
“Ratusan penduduk dilaporkan meninggal dunia akibat wabah Malaria ini,” kutip buku tersebut dari dokumen ANRI “Malaria Bestrijding Verondening Regentschap Koeningan,” Departement van Binnendlandsch 1940-1942.
Kasus yang sama juga terjadi pada tahun 1876, 1889,1903, 1906, 1910, dan 1917. Pada periode tersebut, Cirebon tengah membangun rel kereta api Cikampek-Cirebon dan Cirebon-Semarang.