Tradisi saat Gerhana Bulan, Masyarakat Usir Naga dengan Kentongan

26 Mei 2021, 17:15 WIB
Ilustrasi gerhana bulan. /Pixabay/adege

PORTAL MAJALENGKA -- Sejumlah tradisi biasa dilakukan masyarakat di tanah air saat terjadi gerhana. Baik gerhana matahari maupun gerhana bulan.

Tradisi saat gerhana yang berlangsung di tengah masyarakat itu lahir dari mitos.

Sejumlah sumber yang dihubungi via telepon selular mengatakan, ada tradisi yang sudah lama tidak lagi dipraktikkan masyarakat. Tapi ada pula tradisi saat gerhana yang masih dilakukan.

Baca Juga: Panduan Kemenag Terkait Sholat Sunah Gerhana Bulan Total di Masa Pandemi Covid-19

Taufik Fathoni, warga Perumahan Lobunta Kabupaten Cirebon mengatakan, perempuan-perempuan hamil diharuskan berlindung di kolong tempat tidur terutama saat terjadi gerhana matahari.

Saat kecil dia mengaku tinggal di lingkungan Cangkring, Kota Cirebon, Jawa Barat.

"Saya masih ingat waktu masih kecil seperti itu (perempuan hamil bersembunyi di kolong tempat tidur) saat terjadi gerhana, yang lelaki membuat keramaian dengan memukuli apa saja, misalnya pepohonan, batu dan sebagainya," kata Taufik, Rabu, 26 Mei 2021.

Baca Juga: Elektabilitas Ganjar Pranowo Unggul, Capai Angka 20,2 Persen

Saat ini, lanjutnya, tradisi itu sudah tidak dilakukan lagi di Kota Cirebon.

Dituturkannya, berdasarkan cerita-cerita, tradisi membuat keramaian disebabkan mitos yang berlaku di tengah masyarakat. Menganggap gerhana terjadi karena matahari atau bulan sedang dimakan Betara Kala.

"Keramaian dibuat agar Betara Kala ketakutan hingga memuntahkan kembali bulan atau matahari yang sedang dimakannya," tutur Taufik lagi.

Baca Juga: Duduk Perkara Nenah Arsinah PMI Asal Majalengka yang Terancam Hukuman Mati di Uni Emirat Arab

Di Desa Reksonegoro Kabupaten Gorontalo, dilakukan tradisi serupa. Hamzah Kaunang penduduk Kota Gorontalo mengatakan, di desa masa kecilnya itu kaum lelaki dan perempuan ramai-ramai memukuli kentongan saat terjadi gerhana matahari maupun bulan.

"Suasana mendadak ramai, tapi saya tidak tahu untuk apa keramaian itu karena saat itu saya masih kecil," cerita Hamzah melalui telepon selular.

Dikatakannya, kira-kira sejak tahun 1980-an kebiasaan itu sudah tidak lagi dilakukan masyarakat. "Saya juga tidak tahu apa sebabnya," ucap Hamzah.

Baca Juga: 4 Hari Terakhir Terjadi Tren Kenaikan Kasus Aktif COVID-19, Tertinggi Jakarta dan Jateng

Keramaian juga dibuat warga masyarakat di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, saat terjadi gerhana.

"Orang-orang batoki-toki (memukul-mukul) kentongan, ibu-ibu batoki-toki lesung agar naga muntahkan lagi matahari atau bulan yang sedang dimakan," papar Gafar Tokalang, warga Luwuk ibu kota Kabupaten Banggai, Rabu 26 Mei 2021.

Menurutnya, tradisi membuat keramaian hingga saat ini masih dilakukan sebagian masyarakat Kabupaten Banggai. "Tapi di Luwuk ini so (sudah) tidak ada yang bagitu, tapi di kampung-kampung masih," tutur Gafar.

Baca Juga: Delapan Juta Dosis Vaksin Tahap 13 Tiba, Vaksinasi Diharapkan Sesuai Target

Berbeda dengan di Kabupaten Gorontalo Utara. Ketua Fraksi PPP DPRD setempat, Mathran Lasunte, mengatakan, tidak ada tradisi apa pun di masyarakat Gorontalo Utara terkait gerhana.

"Yang dilakukan masyarakat saat terjadi gerhana adalah sholat sunah seperti dianjurkan para ulama," katanya melalui sambungan telepon pribadi.

Demikian pula diungkap AR Datuk Cumano. Masyarakat Sumatera Barat tidak mengenal tradisi seperti daerah lain saat terjadi gerhana.

Baca Juga: BI Berencana Terbitkan Mata Uang Rupiah Digital Sebagai Alat Pembayaran yang Sah

"Di Sumatera Barat saya tidak pernah dengar ada masyarakat melakukan tradisi seperti di Jawa saat terjadi gerhana," kata tokoh adat Tanah Datar tersebut.

Tradisi seperti di Kota Cirebon juga berlangsung di wilayah Kabupaten Tegal. "Perempuan hamil masuk kolong tempat tidur, yang lain bikin keramaian dengan memukuli pohon, batu, atau tiang agar Betara Kala muntahkan lagi matahari yang dimakannya," cerita Ema Rukiyah.

"Tapi itu zaman dulu, sekarang sudah tidak ada lagi yang seperti itu," sambungnya via telepon genggam. ***

Editor: Husain Ali

Tags

Terkini

Terpopuler