Malam hari segerombolan orang menggeledah rumah tempat di mana ia tinggal, karena masih kecil, ia hanya menguntit saja di belakang orang-orang tersebut.
Setelah sekitar 1 jam lamanya, barulah mereka menemukan apa yang dimaksud, yakni sebuah granat tangan milik Abdul Majid.
Abdul Majid merupakan kakak tertua dari Masykur dan merupakan tentara Hizbullah. Ia sebetulnya mendapatkan granat tersebut dari kakak keduanya yang merupakan tentara Republik yakni Muhamad Sajat.
Setelah dewasa, Masykur baru mengerti, bahwa orang-orang yang menggeledah rumah tersebut adalah orang-orang PKI.
Setelah senjata ditemukan, Abdul Majid kemudian diarak menuju rumah seorang Lurah di desa Grogol, kecamatan Sawo, Ponorogo.
Baca Juga: Mbah Ngompak, Seorang Kyai yang Baik Hati Korban Kekejaman PKI di Ngawi
Peristiwa ini terjadi beberapa bulan sebelum meletusnya tragedi di Madiun pada September 1948, hingga akhirnya Abdul Majid tak kunjung pulang sampai beberapa bulan lamanya.
Setelah 3 bulan terdengar kabar bahwa Abdul Majid dibawa ke kecamatan Jetis, Ponorogo dan ditahan dengan beberapa tokoh Islam lainnya.
Karena tersiar kabar PKI melakukan banyak pembunuhan di wilayah Madiun dan sekitarnya, pasukan Siliwangi pun menyerbu.