Oknum Polisi Aniaya Wartawan, PWI : Kapolri Harus Usut Tuntas

10 Oktober 2020, 12:30 WIB
Ketua Umum PWI Atal S. Depari meminta Kapolri usut tuntas kasus oknum polisi yang menghambat kerja wartawan saat peliputan demo penolakan UU Cipta Kerja. /ANTARA/Dewanto Samodro/

PORTAL MAJALENGKA - Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari menyayangkan tindakan kekerasan pada wartawan oleh oknum polisi yang meliput unjuk rasa penolakan Undang-undang Cipta Kerja.

Padahal menurut dia, wartawan dalam menjalankan tugas dan peranan profesinya dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Atal meminta Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mengusut tuntas dan melakukan langkah hukum terhadap oknum polisi yang sudah menghambat, menghalangi tugas wartawan dengan merusak, merampas, dan menganiaya wartawan yang meliput unjuk rasa RUU Cipta Kerja.

Baca Juga: Kadin Jabar Gandeng PWI Peduli Salurkan Paket Sembako Bagi Pekerja Media dan Masyarakat

“Termasuk memberikan sanksi kepada oknum petugas yang sengaja menghambat kemerdekaan pers secara terang-terangan tersebut,” kata Atal S Depari Sabtu 10 Oktober 2020.

Undang-undang Pers berlaku secara nasional untuk seluruh warga negara Indonesia, bukan hanya untuk pers itu sendiri.

Dengan begitu, semua pihak termasuk petugas kepolisian juga harus menghormati ketentuan-ketentuan dalam UU Pers.

Baca Juga: Jurus Kajari Bangun Komunikasi Dengan Wartawan Majalengka

Pers bekerja berpedoman pada kode etik jurnalistik, baik kode etik jurnalistik masing-masing organisasi maupun kode etik jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers.

“Pers bekerja menurut peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers,” ujarnya.

Pihak manapun yang menghambat dan menghalang-halangi fungsi dan kerja pers dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana 2 tahun penjara.

Baca Juga: Apresiasi Jurnalis, Kominfo Gelar Lomba Bertajuk Covid-19

Dalam Peraturan Dewan Pers telah diatur wartawan yang sedang melaksanakan tugas, alat-alat kerja tidak boleh dirusak, dirampas, dan wartawan yang bersangkutan tidak boleh dianiaya apalagi sampai dibunuh.

Jika wartawan yang meliput aksi protes UU Cipta Kerja sudah menunjukkan identitas diri dan melakukan tugas sesuai kode etik jurnalistik, seharusnya dijamin dan dilindungi secara hukum.

“Tindakan oknum polisi yang merusak dan merampas alat kerja wartawan, termasuk penganiayaan dan intimidasi ketika meliput demonstrasi anti Undang-undang Cipta Kerja merupakan pelanggaran berat terhadap kemerdekaan pers,” katanya.

Baca Juga: Jokowi Sebut Pentingnya Bank Tanah dalam UU Cipta Kerja

Dia menilai perbuatan para oknum polisi itu bukan saja mengancam kelangsungan kemerdekaan pers, melainkan juga merupakan tindakan yang merusak sendi-sendi demokrasi.

Sekjen PWI Pusat Mirza Zulhadi mengatakan, kekerasan terhadap wartawan yang meliput unjuk rasa penolakan Undang-undang Cipta Kerja bukan hanya terjadi di Jakarta.

Baca Juga: Halal Watch Khawatir Sertifikasi Halal Berbelit-belit

Berdasarkan laporan dari PWI-PWI di daerah, hal yang sama juga terjadi di Medan, Lampung, Bandung, dan beberapa provinsi lain.

Dia meminta pimpinan Polri member pembinaan, pelatihan, dan pendidikan kepada polisi di lapangan bagaimana menghadapi pers agar paham menghadapi pers di lapangan dan tidak main hakim sendiri yang merusak sendi-sendi demokrasi. ***

Editor: Hanif Maulana

Tags

Terkini

Terpopuler