Monumen yang dibuat pada 1975 ini digadang-gadang menjadi sebuah refleksi dari kisah heroik masyarakat Sumedang. Menurut cerita, Pangeran Kornel juga menantang Daendels bertarung secara fisik.
"Lebih baik gugur bersama sekaligus, daripada mengorbankan rakyat Sumedang yang tak berdosa." Sebuah ungkapan yang kini masih dipercayai masyarakat Sumedang pernah terucap dari mulut sang bupati.
Seiring munculnya banyak penelitian tentang sejarah Cadas Pangeran, keaslian kisah heroik sang bupati pun mulai dipertanyakan. Beberapa pihak meragukan.
Sebab, Pangeran Kornel masih berusia muda saat itu. Bila dilihat wilayah kekuasaannya pun, Sumedang dicap sebagai produk feodalisme Mataram, kerajaan yang lebih sering mengutamakan kompromi dengan Belanda.
Ada setitik sejarah terungkap. Tepatnya saat penulis menemui R Moch Achmad Wiriaatmadja di Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang.
Pria berusia 73 tahun itu pelukis peristiwa Cadas Pangeran, yang sebagian dalam lukisan itu diabadikan dalam sebuah patung yang saat ini masih berdiri gagah. Lukisan yang dibuat pada 1974 itu masih disimpan di kediamannya.
"Banyak yang mempersoalkan kebenaran itu," ujar Achmad. Ini mengingat, kata dia, memang tidak ada dokumen Belanda yang membenarkan peristiwa tersebut.
Achmad mengaku ide gambar adegan itu tercetus setelah ia melakukan perenungan semalaman mencari inspirasi untuk membangun sosok Pangeran Kornel dalam lukisannya.