KISAH Pertemuan Syekh Magelung Sakti dan Ki Gedeng Tersana hingga Tradisi Unjungan Desa Karangkendal

27 Oktober 2022, 14:30 WIB
Kisah Syekh Magelung Sakti, Panglima Perang Sunan Gunung Jati menaklukkan Ki Gedeng Tersana. /Tangkapan layar YouTube Bujang Gotri

 

PORTAL MAJALENGKA - Seperti  yang  telah diceritakan pada kisah tugas Sunan Gunung Jati mengirim Syekh Magelung Sakti ke wilayah Cirebon bagian utara, Syekh Magelung Sakti berhasil meminjam gamelan untuk pertunjukan tari topeng milik Ki Gedeng Tersana.

Keberhasilan Syekh Magelung Sakti dalam proses peminjaman gamelan seperti dalam kisah tersebut tidaklah diperoleh dengan mudah.

Ki Gedeng Tersana secara pribadi pada dasarnya telah mengenal sosok Syekh Magelung Sakti yang menjadi tamunya saat itu.

Dia tidak berkenan menyerahkan gamelan yang dimilikinya, karena keyakinan Syekh Magelung dianggap berbeda dengan kepercayaan yang dianutnya.

Ki Gedeng Tersana sendiri memiliki misi untuk menghalangi ajaran yang dibawa Syekh Magelung Sakti, karena itu dia dengan sengaja mengelar pertunjukan gamelan agar orang-orang di wilayahnya yang ingin mengenal ajaran tersebut mengurungkan niatnya.

Baca Juga: Kerja Sama Syekh Magelung Sakti dengan Ki Gedeng Karangkendal dalam Dakwah Islam di Cirebon Bagian Utara

Bahkan konon dengan kesaktian yang dimiliknya, suara gamelan bisa didengar dan mengganggu para santri yang sedang sholat magrib dan saat belajar. Hal itu sengaja terus dilakukan berulang.

Akhirnya Syekh Magelung SAkti datang menemui Ki Gedeng Tersana dan mengutarakan maksudnya, agar diizinkan meminjam gamelan tersebut.

Ki Gedeng Tersana yang kurang simpati dengan keyakinan Syekh Magelung Sakti menolak dengan berbohong bahwa gamelan tersebut tidak ada.

Dia berusaha mengelabuhi Syekh Magelung Sakti dengan aji panglamuran guna menghilangkan gamelan miliknya dari pandangan mata.

Namun saying, orang yang dihadapi bukanlah orang biasa melainkan sosok wali yang juga merupakan murid terpilih Sunan Gunung Jati.

Baca Juga: Ini Tugas Syekh Magelung Sakti Dikirim Sunan Gunung Jati ke Wilayah Cirebon Bagian Utara

Segala kesaktian Ki Gedeng Tersana seperti tak berarti malah kebohongannya terbongkar sendiri.

Diluar kendali kesaktiannya, seperangkat gamelan yang disembunyikan tersebut mendadak berbunyi. Suaranya mengalun indah hingga mampu menggetarkan jiwa bagi yang mendengarnya.

Menyaksikan kejadian tersebut Ki Gedeng Tersana hanya diam berdiri mematung. Keangkuhannya seketika luruh, berganti takjub tak percaya dengan apa yang disaksikannya.

Sebagai sorang ahli seni sekaligus empu dari gamelan tersebut, Ki Gedeng Tersana merasa terpesona dengan irama yang keluar dari gamelannya.

Dia baru tersadar dengan sosok yang ada didepannya, ternyata selain ahli agama sosok tersebut juga ahli dalam seni budaya Jawa.

Baca Juga: Di Balik Sepotong Bambu (Bumbung Pring) Simbol Sunan Gunung Jati Sambut Syekh Magelung Sakti

Hingga tak berapa lama akhirnya dia bersimpuh di hadapan Syekh Magelung meminta ampun dan memohon agar dirinya  diperkenankan untuk berguru.

Dari beberapa informasi serta cerita yang berkembang di masyarakat, saat peristiwa tersebut konon Syekh Magelung Sakti harus berfikir keras mengenai syarat permintaan para makhluk gaib yang menghuni tiap gamelan Ki Gedeng Tersana yang meminta untuk diberi sesaji.

Awal mereka mengajukan permohonan tumbal manusia yang ditolak keras Syekh Magelung Sakti. Mereka kemudian diberi penjelasan bahwa dalam islam tidak mengenal sistem persembahan tumbal, tapi kurban hewan dan dilakukan sesuai kemampuan.

Dijelaskan pula pada para makhluk tersebut bahwa pelaksanaan kurban hanya dilakukan satu kali dan dagingnya kemudian dibagi-bagi kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

Baca Juga: Abu Nawas Bisa Ambil Mahkota dari Surga, Raja Harun Ar Rasyid Terdiam Mendengar Syaratnya

Konon Syekh Magelung Sakti menegaskan kepada Ki Gedeng Tersana dan para makhluk gaib tersebut, jika berkenan masuk agama Islam dan ingin tinggal bersama di Karangkendal maka wajib atas mereka untuk bersikap dan bertindak Islami serta mampu menjaga keharmonisan hidup dengan sesama makhluk hidup.

Sebagai kebijakan sekaligus menjadi simbol kebersamaan sejak Ki Gedeng Tersana serta para makhluk gaib tinggal di wilayah Karangkendal, maka dalam tiap tahun yang jatuh pada bulan maulid diadakan penyembelihan satu ekor hewan kerbau sebagai kurban.

Kebiasaan ini kemudian terus berlanjut hingga sekarang, dan momen itu lebih dikenal dengan adat unjungan Desa Karangkendal.

Dalam hal ini penting untuk digaris bawahi bahwa pelaksanaan kurban dalam perayaan unjungan Desa Karangkendal, menurut para tetua bukan sebagai bentuk persembahan melainkan tradisi syukuran atas nikmat yang telah diberikan Tuhan.

Daging kerbau yang dikurbankan kemudian dibagikan ke masyarakat.

Baca Juga: Dibuat Ketar-ketir Sunan Gunung Jati, Prabu Siliwangi Gandeng Portugis

Adapun beberapa tiap bagian anggota kerbau diambil sedikit dan dimasukkan dalam wadah kuali kecil, merupakan bentuk simbol kerukunan dan kebersamaan dalam kehidupan sesama makhluk Tuhan.

Kepada para generasi diingatkan bahwa makhluk hidup yang ada di dunia tidaklah cuma manusia saja, masih ada banyak makhluk hidup lainnya baik yang ghoib maupun nyata karenanya dalam hidup penting ditopang dengan agama dan akhlakul karimah. *

Editor: Ayi Abdullah

Tags

Terkini

Terpopuler