PORTAL MAJALENGKA - Mengungkap sejarah Sunan Gunung Jati dan orang terdekatnya tidak akan terlepas dari cerita mistis di dalamnya.
Cerita rakyat tentang Sunan Gunung Jati dan juga keluarganya banyak terdapat dalam naskah-naskah jawa.
Orang-orang terdahulu yang hidup di tanah Jawa hampir semuanya memiliki kesaktian, begitupun Sunan Gunung Jati dan juga orang-orang terdekatnya.
Tanah Jawa yang memiliki jutaan cerita tentang kesaktian terkadang tidak akan masuk akal ataupun logika.
Apalagi ketika bercerita tentang kesaktian yang dimiliki orang-orang terdahulu yang dianggap wali, dianggap sebuah karomah atau keramat yang dimiliki para wali.
Umat muslim umumnya mempercayai akan kejadian di luar nalar atau pun logikanya, apabila terjadi pada masa nabi dan Rasul dinamakan mukjizat.
Namun ketika itu terjadi pada masa para wali itu akan dinamakan karomah atau keramat. Begitupun terjadi ketika memasuki masa Sunan Gunung Jati, berbagai kesaktian masih dimiliki orang pada masa itu.
Salah satu naskah yang kerap menjadi sumber sejarah Cirebon di zaman Sunan Gunung Jati dan Pangeran Walang Sungsang adalah naskah versi Klayan.
Klayan sendiri adalah nama salah satu desa di Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Baca Juga: Link Streaming Drawing Piala Dunia 2022 Qatar dan Daftar Negara yang Lolos
Naskah Klayan terdiri dari 43 pupuh. Di pupuh kedua yang terdiri dari 24 bait, diceritakan Resi Danuwarsi.
Resi Danuarsi dikenal juga dengan nama Ajar Sasmita, dia mengganti nama Walang Sungsang menjadi Samadullah. Resi Danuwarsi menghadiahi Samadullah pusaka Cincin Ampal yang dapat dimuati segala macam benda.
Saat melanjutkan perjalanan mencari agama Rasul, dari tempat Resi Danuwarsi, Samadullah menyimpan adiknya Rara Santang dan istrinya Endang Geulis ke dalam Cincin Ampal.
Resi Danuwarsi memberi petunjuk agar Samadullah berangkat membawa istri dan adiknya menuju Bukit Ciangkup untuk menemui Sanghyang Naga.
Pupuh Ketiga, Asmarandana terdiri dari 16 bait, diceritakan Sanghyang Naga menyerahkan sebuah pusaka kepada Samadullah.
Baca Juga: 172 Lapak Pedagang di Monas Hangus Dilalap Api, Kerugian Ditaksir Capai Rp1,2 Miliar
Pusaka yang didapatkan Samadullah ini kemudian sangat populer di lingkungan masyarakat Cirebon.
Pusaka itu adalah sebilah golok bernama Golok Cabang yang dapat berbicara seperti manusia dan bisa terbang.
Sanghyang Naga, menurut pupuh ini, mengganti nama Samadullah menjadi Kyai Sangkan.
Pupuh ketiga juga menceritakan atas petunjuk Sanghyang Naga, Kyai Sangkan menemui Nagagini di Gunung Kumbang.
Diceritakan pula, Nagagini mengubah nama Kyai Sangkan menjadi Karmadullah.
Baca Juga: Mengenal Sosok Al-Battani, Astronom Muslim Penemu Titik Orbit Matahari
Selain itu Nagagini juga menyerahkan sejumlah pusaka, yakni Kopiah Waring, Badong Batok berupa hiasan dada terbuat dari tempurung kelapa, serta sebuah umbul-umbul.
Pada pupuh keempat, Megatruh yang terdiri dari 26 bait dikisahkan, Pangeran Walangsungsang menggunakan pusaka Kopiah Waring untuk menangkap burung bangau di Gunung Cangak.
Khasiat Kopiah Waring adalah membuat pemakainya tidak terlihat oleh bangsa jin dan manusia.
Karena tak terlihat, Walangsungsang mampu menangkap raja bangau yang menguasai pohon kiara, dan disapa Sanghyang Bangau.
Setelah takluk kepada Walang Sungsang yang menangkapnya, Sanghyang Bango menyerahkan sejumlah pusaka berupa periuk besi, piring, serta bareng.
Pusaka periuk besi berkhasiat jika diminta dapat menyediakan nasi beserta lauk-pauknya dalam jumlah yang tidak terbatas.
Piring dapat mengeluarkan nasi kebuli. Sedangkan bareng dapat mengeluarkan 100 ribu tentara sakti.
Diceritakan pula, Sanghyang Bango memberi nama Raden Kacung kepada Walang Sungsang yang kemudian melanjutkan perjalanan ke Gunung Jati.
Pupuh keenam, Menggalang, terdiri 13 bait. Diceritakan Walangsungsang bergelar Cakrabumi. Atas perintah gurunya Syekh Datuk Kahfi, Cakrabumi membabat hutan lebat di daerah Kebon Pesisir.
Hutan dibabat menggunakan pusaka Golok Cabang yang terbang memangkasi pepohonan hingga rata tanah, dalam waktu cepat.
Baca Juga: Link Streaming Sidang Isbat Penentuan Awal Bulan Puasa 1 Ramadhan 1443 H Oleh Kemenag
Penduduk kemudian beramai-ramai datang dan mendiami daerah yang dibuka Cakrabumi. Saat itu Cakrabumi bergelar Cakrabuwana dengan sebutan Kuwu Sangkan.
Pupuh-pupuh selanjutnya bercerita tentang perjalanan Kuwu Sangkan menunaikan ibadah haji atas perintah gurunya, Syekh Datuk Kahfi.
Pupuh terakhir, pupuh ke-43, Pangkur, terdiri atas 10 bait bercerita ketika Ki Kuwu Sangkan membantu pasukan Cirebon yang terdesak Sanghyang Gempol salah seorang sakti dari pasukan Galuh.
Kuwu Sangkan alias Cakrabuana mengerahkan pusaka-pusakanya seperti Badong Batok, Bareng, Kopiah Waring, Umbul-umbul, dan Golok Cabang sekaligus.
Akibatnya meski sakti namun Sanghyang Gempol akhirnya dapat dikalahkan.
Baca Juga: Nama Besar Ki Gede Alang Alang, Sosok Pendiri Cirebon Sebelum Masa Kesultanan Sunan Gunung Jati
Dengan demikian berdasarkan Naskah Klayan, berikut daftar pusaka milik Pangeran Walangsungsang :
1. Cincin Ampal
2. Golok Cabang
3. Kopiah Waring
4. Badong Batok
5. Umbul-umbul
6. Periuk Nasi
7. Piring
8. Bareng
Demikian daftar pusaka milik Pangeran Walangsungsang yang kemudian digelari Cakrabuana setelah diangkat menjadi Tumenggung oleh Raja Pajajaran. *