Pajak Penyumbang Dana Terbesar Bagi Daerah

- 14 November 2020, 05:00 WIB
Desi Nurjanah
Desi Nurjanah /


Oleh : Desi Nurjanah, S.Si

Beberapa hari lalu Kabupaten Bandung mendapatkan Predikat Wajar Tanpa Perkecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) selama tiga tahun berturut-turut. Selain itu, Potensi untuk Pendapatan Daerah (PAD) pun dievaluasi dan dinilai oleh BPK RI.

Salah satu cara untuk meningkatkan PAD dengan mewajibkan para wajib pajak yang berada di Kabupaten Bandung untuk membayar pajak di Kabupaten Bandung seperti pembayaran NPWP pabrik yang terletak di Kabupaten Bandung dan kendaraan masyarakat ber-letter D.

Status kewajaran pemeriksaan keuangan yang diberikan oleh BPK RI kepada Kabupaten Bandung menggunakan tolok ukur manusia yang tidak jelas dan menggunakan cara pandang kapitalis.

Baca Juga: Konsistensi Wajah Kapitalisme dengan Presiden Baru

Setelah relaksasi bagi wajib pajak yang dikeluarkan oleh pemerintah selama masa pandemi, namun saat ini akan diperketat bahkan menyisir seluruh masyarakat yang wajib pajak.

Hal ini dikarenakan sistem ekonomi kapitalisme mengandalkan pemasukan daerah dan negara dari pajak. Bahkan pajak merupakan pemasukan daerah dan negara yang paling besar.

Sistem ekonomi kapitalisme tidak mampu bertahan tanpa ditopang oleh pajak dari masyarakat.

Baca Juga: Apa Kabar Perda Pesantren?

Padahal, Sumber Daya Alam daerah dan negara sangat melimpah seperti hasil tambang minyak, tambang batu bara, tambang gas bumi, tambang emas, hasil laut, industri, pertanian dll yang seharusnya mampu menjadi penopang utama bagi pendapatan daerah dan negara.

Akan tetapi, karena adanya kesalahan dalam tata kelola dan sistem ekonomi yang digunakan menjadikan pendapatan utama dan paling besar adalah pajak masyarakat.

Padahal dalam situasi dan kondisi seperti saat ini ditengah resesi ekonomi Indonesia karena banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan disebabkan lumpuhnya ekonomi, banyak masyarakat hidup dalam serba kesusahan dan kesempitan bahkan untuk mendapatkan sesuap nasipun sulit apalagi untuk membayar pajak.

Baca Juga: Majalengka Kota 1000 Minimarket

Selain itu, melihat berbagai fakta yang berkembang di tengah masyarakat bahwa banyak dari dana pajak masyarakat yang kemudian dikorupsi oleh para pemimpin daerah bahkan negara.

Sementara di sisi lain, negara membiarkan adanya liberalisasi dan privatisasi pada sektor Sumber Daya Alam dan aset negara kepada swasta dan asing.

Hal ini berbeda dengan prinsip kepemimpinan dalam Islam yang menjadikan Sumber Daya Alam sebagai pemasukan paling besar bagi negara, sehingga negara mampu berdiri di atas kaki sendiri dan tidak ada sokongan dana dari negara lain terlebih negara-negara yang memiliki tujuan untuk menguasai Sumber Daya Alam Indonesia.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Gambar Apa Yang Pertama Kamu Lihat? Nomor Dua Membawa Keberuntungan

Prinsip Islam menegaskan bahwa pajak hanya akan diambil jika kas negara yang berada di Baitul Mal kosong karena telah digunakan seluruhnya untuk kemaslahatan masyarakat, maka barulah pajak diambil hanya kepada orang kaya saja dengan jumlah kecil dan tidak memberatkan.

Akan tetapi, selama negara mampu mengelola Sumber Daya Alam dengan benar, maka tidak akan ada pajak yang diambil dari masyarakat.

Baca Juga: Mari Kita Ramaikan Public Area Bandara BIJB Kertajati

Tata kelola yang baik dan benar seperti ini hanya mampu dilakukan oleh sistem yang benar pula, sistem yang menjadikan ketaqwaan menjadi landasan dalam memimpin masyarakat yaitu sitem Islam yang disebut Khilafah.***

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x