Dimensi Cinta; Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW (Refleksi Peringatan Maulid Nabi)

- 28 Oktober 2020, 13:26 WIB
Dr H Masduki Duryat MPdI
Dr H Masduki Duryat MPdI /

Ketika telah tenang, dia berkata: “Wahai Muhammad, demi Tuhan aku berusaha menemuimu. Saat itu tak ada orang di muka bumi ini yang paling aku benci, kecuali engkau. Tetapi kini aku berbalik. Tak ada orang yang paling aku cintai kecuali engkau”.

Ada apa gerangan dengan Nabi sehingga ia begitu mudah mampu membalik perilaku orang, dari benci dan dendam kesumat menjadi cinta menggelora?. Tidak ada apapun kecuali karena dia (Nabi) mencintai laki-laki itu dengan seluruh hatinya. Muhammad tidak berpura-pura mencintai. Tetapi cinta yang melekat di dalam diri Nabi-lah yang menaklukkan jiwa laki-laki itu.

Khalid Muhammad Khalid mengatakan: “Hati Muhammad selalu terbuka bagi semua orang; para sahabatnya dan para musuhnya”.

Baca Juga: Pesantren Menjadi Klaster Baru Covid 19, Pemerintah Harus Ikut Bertanggungjawab

Memimpin dengan Ketakutan

Memperbincangkan kepemimpinan kurang menarik untuk tidak mengutip tulisan M. Alfan Alfian dalam bukunya “Wawasan Kepemimpinan Politik, Perbincangan Kepemimpinan di Ranah Kekuasaan”, salah satunya ia mengilustrasikan; “Memimpin itu hakikatnya melayani, bukan dilayani dan dengan penuh ketamakan ingin menggerus sikap bijak dengan kesombongan.

Berbanding terbalik dengan kepemimpinan Nabi, menarik kisah yang ditulis oleh Alfan Alfian untuk mengilustrasikan tentang pentingnya demokrasi yang berkonotasi bukan kuantitatif dan penuh ketakutan.

Alkisah, di suatu hutan, singa sebagai rajanya, tiba-tiba pemarah dan otoriter sekali. Sikap bijaknya tenggelam oleh nafsu berkuasa, dan itu harus diekspresikannya dengan mengharuskan masyarakat hutan untuk menyetor binatang-binatang setiap hari untuk dijadikan mangsanya.

Baca Juga: Sistem Islam, Lindungi Generasi disaat Pandemi

Masyarakat hutanpun kecewa dengan kebijakan sang raja. Tetapi tidak ada pilihan lain. Setiap hari seekor binatang harus direlakan untuk disantap sang Singa, entah itu Kera, Kijang, Kuda, Anjing, Kucing, Ayam, Burung, dan apa saja. Sampailah saatnya, Kelinci. Ia hadir untuk menaklukkan raja yang rakus, tetapi bodoh”. Lalu terjadi dialog antara Singa dan Kelinci:

Halaman:

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah