Pendidikan; Bukan Me-Yatim-Piatu-kan Anak dan Me-monster-kannya

- 19 Oktober 2020, 07:28 WIB
Dr H Masduki Duryat MPdI
Dr H Masduki Duryat MPdI /

Di sinilah kecolongannya sistem pendidikan kita, lepas kontrol dan tidak waspada terhadap  produk pendidikan yang berjalan melenceng dari tujuan yang telah ditetapkan.

Tidak adanya aturan penggunaan alat akses telekomunikasi dan informasi menjadikan proses pendidikan menjadi mentah dan tidak mencapai hasil yang diidam-idamkan. Pendidikan instan tidak membentuk pola budaya baru yang lebih humanis dan beradab.

Me-yatim-piatu-kan Anak

Bayangkan saja, pembelajaran di sekolah hanya berlangsung sekitar 3-5 jam dari 24 jam sehari semalam. Sedangkan proses pendidikan di luar sekolah, yaitu rumah tangga dan masyarakat berlangsung selama kurang lebih 19-21 jam setiap harinya.

Baca Juga: UU Cipta Kerja: Perbudakan Moderen

Mana yang lebih membekas dalam jiwa anak? Tidak usah dijawab keras-keras, cukup pelan tapi tandas.

Di sekolah anak-anak selaku peserta didik ditanamkan nilai-nilai disiplin, kebersamaan, dan ketuhanan, namun setelah sampai di rumah, kedua orang tua tidak memperdulikan mereka sehingga mencari perhatian pada subjek dan objek yang lain yang dipandang lebih tahu isi hatinya, ya HP, gadget, game online, dan media online menjadi jawabannya.

Maka, penanaman nilai-nilai hanya ada dan terjadi di sekolah saja, di luar sekolah suka-suka saja, tidak ada lagi aturan yang mengikat dan harus ditaati.

Baca Juga: Sempat ada Tambahan 13 Kasus, Kini 133 Orang Pasien Covid 19 di Majalengka Dinyatakan Sembuh

Pendidikan norma, etika, dan budaya hanya ada di sekolah saja, sekeluar anak-anak dari sekolah selesai sudah, tidak ada yang perlu ditaati. Kedua orang tua bahkan tidak jarang justru me-yatimpiatu-kan anak-anaknya dengan membiarkan mencari jalan pendidikan sendiri di rumah dan di lingkungannya tinggal.

Halaman:

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah