Kemerdekaan RI dan Tahun Baru Hijriyah; Milestone Kebangkitan Islam Keindonesiaan

- 20 Agustus 2020, 18:12 WIB
Dr H Masduki Duryat MPdI
Dr H Masduki Duryat MPdI /

Berikut merupakan ayat-ayat yang terdapat kata “hijrah” di dalamnya:
Pertama, Hijrah yang berarti berpindah dari satu tempat ke tempat lain, terdapat dalam QS. Al-Baqarah/2: 218, QS. Ali Imron/3: 195, QS. al-‘Ankabut/29: 26, QS. al-Taubah/9: 10, QS. al-Nisa/4: 97, QS. al-Anfal/8: 72,74, 75 dan QS. al-Mumtahanah/60: 8. Kedua, Hijrah yang artiya meninggalkan sesuatu, terdapat dalam QS. Maryam/19: 46, QS. al-Nisa/4 89 dan 100, QS. al-Hajj/22: 58, QS. al-Ahzab/33: 50. Ketiga, Hijrah yang artinya sesuatu yang diacuhkan, terdapat dalam QS. al-Furqan/25: 30. Keempat Hijrah yang berarti orang-orang yang berhijrah (muhajirin), terdapat dalam QS. Al-Taubah/9: 100, 117, QS. al-Hasyr/59: 8, 9, QS. al-Nur/22: 24 dan QS. al-Ahzab/33: 6. Kelima, Hijrah yang berarti menjauhi sesuatu yang tidak mengenakkan hati atau jasmani (fisik), terdapat dalam QS. al-Muzammil/73: 10, QS. al-Mudatsir/74: 5 dan QS. alNahl/16: 41 dan 110. Keenam, Hijrah yang artinya memisahkan sesuatu dari sesuatu, terdapat dalam QS. al-Nisa/4: 34. Ketujuh, Hijrah yang artinya bercakap-cakap pada waktu malam hari, terdapat dalam QS. Al-Mu’minun/23: 22.

 

Hijrah tidak terbatas pada kejadian-kejadian sejarah pada masa Nabi. Hijrah bisa diterapkan pada istilah bahasa maupun teknis. Al-Quran menggunakan perubahan-perubahan dengan menggunakan terma “hijrah” dalam perintahnya untuk menghindar dari keburukan, berpaling dari istri yang tidak patuh, tidak mengabaikan al-Quran, meninggalkan orang tua yang tidak beriman dengan cara yang baik dengan tidak melukai hatinya, kembali kepada Tuhan dengan harapan mendapatkan petunjuk-Nya, meninggalkan tempat atau kondisi demi Allah.

 

Semua ini adalah makna baru yang oleh Islam diterapkan pada akar kata h-j-r beserta akar kata turunannya. Dalam pemikiran ummat Islam makna etis-religius melebihi arti biasa hajara (berpindah). Hijrah menjadi praktek keagamaan terbesar, yaitu meninggalkan tuntutan-tuntutan keduniawian demi kesalihan; pencurahan tenaga demi kesucian dan kemuliaan, mempelajari ilmu-ilmu yang meneguhkan keimanan, mengabdi kepada Allah, pengetahuan dan kemanusiaan.

Hijrah dari kejumudan—stagnasi—ke arah kemajuan ummat dan bangsa. Dalam realitas seperti ini ada beberapa hal yang bisa kita lakukan misalnya; Pertama, dengan memperkuat kembali kalimat tauhid—tidak minder dengan bangsa lain—karena menurut Prof. Nurcholish Madjid ada korelasi antara tauhid dengan kemajuan; kedua, akses ilmu pengetahuan—tidak ada ruang bagi ummat islam untuk tidak berilmu—performa ummat Islam adalah ulama sekaligus ilmuan yang tidak dichotomis; Ketiga, Perkuat ekonomi berbasis keummatan—jangan jadi fakir—dengan mengintensifkan zakat, infak dan shadaqah serta wakaf dikelola dengan manajemen modern dan profesional; dan keempat, menjadikan masjid sebagai basis kekuatan ummat—simbol peradaban—sentral kegiatan ummat.

 

Semoga dua peristiwa ini, kemerdekaan RI dan tahun baru hijrah menjadi tonggak sejarah kebangkitan ummat Islam dan bangsa Indonesia dan Allah ridha.

 

*)Penulis adalah Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon, tinggal di Kandanghaur Indramayu

Halaman:

Editor: Andra Adyatama


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah