Islam dan Kearifan Lokal Tradisi di Nusantara

- 14 Agustus 2022, 15:39 WIB
Wayang menjadi salah satu media dakwah Walisongo yang merupakan bagian dari akulturasi budaya masyarakat lokal.
Wayang menjadi salah satu media dakwah Walisongo yang merupakan bagian dari akulturasi budaya masyarakat lokal. /Dimas/banjarnegaraku.com

Baca Juga: Detik-detik Harimau ke Habib Luthfi bin Yahya Mengulurkan Tangan Mengajak Salaman

Namun demikian dari ketidaksamaan berbagai macam suku bangsa itu ditujukan untuk saling kenal-mengenal dan menghargai. Sehingga bisa diambil sebagai hikmah atau pelajaran.

Ada kata bijak yang terkenal dari seorang ulama besar madzab Maliki, Imam Syihab al-Din al-Qarafi, “Manakala tradisi telah terbarui, ambillah, jika tidak, biarkanlah. Janganlah kamu bersikap kaku terhadap sumber-sumber tertulis dalam buku-bukumu sepanjang hidupmu. Jika ada seseorang datang kepadamu dari negeri lain dengan maksud meminta fatwa kepadamu, janganlah kamu sampaikan fatwa berdasarkan tradisi negerimu. Bertanyalah lebih dulu tentang tradisinya, dan berikanlah fatwa berdasarkan tradisinya, bukan tradisimu dan bukan pula menurut yang ada di buku-bukumu. Ini adalah cara yang benar dan jelas."

Dalam perubahan kaidah fikih Imam Syafii berkait latar belakang munculnya "qoul jadid" (pendapat-pendapat yang baru tentang hukum Islam) menggantikan "qoul qodim" (pendapat-pendapatnya yang lama) setelah beliau pindah ke Mesir. Ternyata juga disebabkan antara lain perbedaan budaya tradisi adat-istiadat dan geografisnya tidak sama dengan di Irak tempat tinggalnya yang terdahulu.

Baca Juga: KAROMAH WALISONGO: Selalu Menang Saat Sabung Ayam, Jago Sunan Ampel Bukan Jago Biasa

Di semua wilayah memiliki cara, kebiasaan atau tradisi yang berbeda-berbeda, bersuku-suku, berbangsa-bangsa adalah tidak mungkin diseragamkan menjadi satu dan sudah sunnatullah berdasarkan ayat AlQuran.

Dalam pandangan ulama yang terpenting sebagai parameter adalah sebagaimana dirumuskan oleh para ahli fikih tidak bertabrakan dengan hukum Islam yang lima (wajib, sunat, haram, makruh, mubah).

Dengan kata lain, tidak harus sama persis seperti Rasul. Tetapi yang penting sesuai sunnah-sunnah atau sabda-sabda beliau.

Baca Juga: Kisah Nyata Amplop Gus Dur, Kiai Fuad, dan Habib Luthfi bin Yahya

Misalnya, tradisi dalam madzab 4 kendatipun tidak seragam tetapi semua ulamanya juga mendasarkan sunnah beliau Nabi Muhammad SAW. Adapun soal penyampaiannya mengapa tidak sama, ada yang adaftif dengan budaya setempat, tetapi juga yang keras itu soal teknis saja menurut kebenaran masing-masing.

Halaman:

Editor: Husain Ali


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x