Harapan Semu Perda Pesantren

- 16 Februari 2021, 15:00 WIB
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tampak menandatangi surat peresmian Perda Pesantren.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tampak menandatangi surat peresmian Perda Pesantren. /Pemkab Bekasi/

Oleh : Sriyanti
Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Literasi


Pesantren merupakan salah satu tempat mulia, pencetak generasi yang faqih fi din serta para ulama pewaris para nabi. Sudah selayaknya keberadaanya harus mendapatkan perhatian dan dukungan dari negara, sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan lainnya.

Pemerintahan Provinsi Jawa Barat tengah merancang Peraturan Daerah (Perda) mengenai pesantren.

Kebijakan ini merupakan realisasi atas undang-undang no 18 tahun 2019 tentang pesantren, yang akan memberikan manfaat bagi pengelola dan santri di lingkungan pesantren.

Baca Juga: Uu Ruzhanul Ulum: Tingkat Keterisian Rumah Sakit di Jawa Barat Menurun

Hal ini pun menjadi harapan bagi para pimpinan Ponpes, agar keberadaan pesantren mengalami kemajuan.

Pimpinan Pondok Pesantren Maaul Huda, Desa Karyalaksana Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung, K.H Jajang Abdul Maulana berharap, dengan pengesahan Perda pesantren ini santri jebolan pesantren bisa sejajar dengan lulusan pendidikan formal.

Ia juga berharap pemerintah akan membina pesantren, termasuk pemberdayaan dalam bidang ekonomi. Sehingga santri makin berdaya dan berdaya saing.

Baca Juga: Anggota DPRD Desak Pemkab Garut Tetapkan Tanggap Darurat Longsor di Cilawu

Adanya Perda ini merupakan suatu kebahagiaan, karena ada secercah harapan serta kesempatan yang bisa membangkitkan pengelola pesantren dan para santri untuk lebih maju.

Keberadaan pesantren yang sebelumnya kurang mendapat perhatian dari pemerintah, kini akan diakui dan diberikan pelayanan serta dukungan, layaknya lembaga pendidikan formal.

Mendapatkan pendidikan yang layak, memang merupakan hak seluruh masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam UUD'45 pasal 31 ayat 1.

Baca Juga: Bencana Hidrometeorologi Melanda Tiga Kecamatan di Cianjur

Dalam hal ini pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab, atas berbagi sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang proses pendidikan.

Termasuk dalam hal ini, memfasilitasi pesantren yang merupakan salah satu lembaga pendidikan. Lebih dari itu pesantren juga tempat pencetak para ulama.

Maka suatu kewajaran ketika para pemimpin dan pengurus Ponpes berharap, agar negara memberi perhatian lebih pada lembaga ini. Terutama pemberdayaan dalam bidang ekonomi termasuk kualitas santri agar lebih berdaya saing.

Baca Juga: Pemkab Cianjur Relokasi 22 Keluarga yang Alami Pergerakan Tanah

Faktanya saat ini selain mempelajari ilmu agama pesantren juga menyediakan madrasah yang mengajarkan pelajaran umum, agar para santri lulusan pesantren setara dengan mereka yang menempuh pendidikan di lembaga formal.

Oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah memberikan anggaran agar pendidikan dalam pesantren berjalan maksimal.

Pesantren merupakan tempat mempelajari dan mengkaji seluruh ajaran Islam. Maka seharusnya santri alumnus pesantren, menjadi insan yang memiliki kepribadian Islam serta merealisasikannya dalam kehidupannya sebagai ulama pembawa cahaya.

Baca Juga: Uu Ruzhanul Ulum Percaya Suharso Monoarfa Mampu Besarkan PPP

Itulah keberhasilan pesantren yang sesungguhnya. Namun sangat disayangkan di alam sekuler kapitalis saat ini dimana agama di jauhkan dari kehidupan, hal itu tidak disebut sebuah keberhasilan ataupun harapan.

Justru sebaliknya, keberhasilan pesantren mencetak generasi yang berkepribadian Islam tersebut, dianggap sebagai suatu kebahayaan oleh pemerintah yang bisa melahirkan bibit radikalisme, ektremisme, intoleran bahkan menyebabkan perpecahan.

Pasalnya, dalam pandangan kapitalisme keberhasilan sebuah pendidikan atau kehidupan ini hanya diukur dari kesuksesan materi semata.

Baca Juga: Menkes: Dibutuhkan 89.000 Bhabinkamtibmas dan Babinsa Jadi Pelacak Covid-19

Maka jika kemudian pemerintah dan jajarannya mengidap Islamophobia, reaksi yang tampak adalah selalu mewaspadai program masyarakat yang bernuansa ketaatan pada syariat. Sikap anti terhadap Islam, ajarannya, bahkan para pemeluknya akan semakin benderang.

Apalagi ketika ada yang menyerukan agar Islam diterapkan sebagai jalan hidup untuk mengatur setiap aspek kehidupan. Untuk itu mereka melakukan berbagai upaya agar itu tidak terjadi, salah satunya melalui kebijakan dan berbagai undang-undang.

Oleh karenanya tidak dapat dipungkiri perhatian pemerintah melalui perda ini akan dijadikan sarana untuk mengawasi pesantren agar kurikulumnya berjalan sesuai dengan kemauan pemerintah yaitu moderasi pesantren.

Baca Juga: Tilap Dana Bansos Pandemi Covid-19, Staf Desa di Bogor Ditangkap Polisi

Ajaran-ajaran yang dianggap mengandung konten radikal seperti jihad, khilafah, hudud, akan direvisi, ini dilakukan sebagai tindak lanjut dalam moderasi pendidikan agama.

Jika demikian moderasi sangat berbahaya bagi generasi, karena ketika ajaran Islam dirubah atau dihilangkan maka generasi tidak mengenal Islam secara utuh.

Hal ini juga akan mendistori fungsi pesantren sebagai pencetak ulama pewaris nabi, hingga dampaknya akan berpengaruh pada pola fikir dan pola sikap santri dalam kehidupan.

Baca Juga: Dulu Bersebrangan, Kini PKS Dan PDIP Depok Kerja Sama

Dengan moderasi Islam umat juga dituntut untuk bersikap toleran dengan tradisi dan keragaman masyarakat yang ada, agar dapat hidup berdampingan dengan damai.

Namun toleransi disini adalah toleransi yang kebablasan dan tidak sesuai dengan syariat Islam.

Maka bisa dipastikan bahwa kebijakan pemerintah tersebut bukanlah bentuk dukungan bagi eksistensi pendidikan pesantren tetapi justru melemahkan kekuatan pesantren untuk mencetak generasi unggul yang memiliki kepribadian Islam.

Baca Juga: Indonesia Centrum; Ijtihad PMII Hadapi Kemajuan Teknologi

Kemajuan pesantren pun hanya akan menjadi harapan semu. Persoalan di atas sangat berbanding terbalik dengan pandangan Islam.

Dalam sistem Islam, pemenuhan kebutuhan kolektif masyarakat seperti pendidikan merupakan tanggung jawab dari negara. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw.

"Pemimpin (Khalifah) bertanggung jawab atas urusan rakyatnya dan akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang diurusnya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Baca Juga: Ini Daftar Mobil Dapat Relaksasi PPnBM, Ada Ananza sampai Livina

Negara akan memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana penunjang pendidikan, dengan kualitas dan kuantitas terbaik. Karena pendidikan merupakan persoalan penting, yang akan mencetak generasi pengisi peradaban.

Semaksimal mungkin negara akan berupaya agar pendidikan berjalan dengan lancar, nyaman serta mudah diakses oleh umat secara adil dan merata.

Maka tak heran di masa kejayaannya, sistem Islam telah menghasilkan output dari sistem pendidikan yang begitu gemilang.

Baca Juga: Ashanty Beserta Ketiga Anaknya, Termasuk Arsy Positif Covid-19 Setelah Lakukan Tes PCR

Menghasilkan para ilmuan yang faqih fi din yang terdepan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, yang menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban. Hingga karya-karyanya dipakai rujukan sepanjang masa.

Seperti, Ibnu Sina ilmuan di bidang kedokteran, Al-Khawarizmi seorang ahli matematika, Abbas Abu Firnas penemu pesawat terbang, Ibnu Khaldun pendiri ilmu sosial dan ekonomi, Jabir Ibnu Hayyan seorang ahli kimia, Ibnu Al Haytham bapak optik modern, Al Zahrawi ahli ilmu bedah modern dan masih banyak para ilmuan besar lainnya.

Itulah gambaran kecil dari ribuan fakta era peradaban gemilang Islam. Keberhasilan dan kemampuan berdaya saing hanya akan terwujud saat sistem pendidikan berbasis akidah dan syariat Islam tegak di tengah umat dan diterapkan oleh negara Islam.

Baca Juga: Menkes: Antibodi Meningkat Hingga 99 Persen Setelah Vaksinasi Covid-19 Tahap Kedua

Oleh karena itu agar kemuliaan dan kesuksesan tersebut teraih kembali, solusi hakikinya adalah kembali pada Islam yang diterapkan secara sempurna dan menyeluruh dalam sebuah sistem warisan Rasulullah berbasis Islam kaffah.

Waalahu a'lam bi ash-shawab

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah