Pengembangan Pendidikan Vokasi, Bukan Solusi Kemajuan Negeri

- 28 Januari 2021, 17:40 WIB
Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi /Its.ac.id/

Oleh : Sriyanti*

Berbagai program dibuat oleh pemerintah untuk kemajuan negeri ini. Tak terkecuali dalam bidang pendidikan, dengan tujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas demi terwujudnya kesejahteraan hidup masyarakat.

Bangun Kualitas Manusia Indonesia (Bangkit) 2021. Itulah program unggulan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Bekerjasama dengan Google, Go-Jek, Tokopedia dan Traveloka. Bangkit merupakan sebuah program pembinaan 3.000 talenta digital terampil.

Baca Juga: Wamen LHK: Perlu Lakukan 5 Aspek Tangani Pemulihan Lingkungan Dampak Banjir di Kalsel

Guna menyiapkan sembilan juta talenta digital terampil pada tahun 2030, yang ditawarkan kepada mahasiswa seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia, untuk dapat mengimplementasikan kampus merdeka, melalui program independen untuk mendapatkan kompetensi di bidang machine learning, mobile development dan cloud computing.

Pada akhir program, mahasiswa akan dibekali dengan keahlian teknologi soft skill, yang sangat dibutuhkan untuk sukses berpindah dari dunia akademis ke tempat kerja di perusahaan terkemuka.

Selain itu mahasiswa juga akan diberikan sejumlah manfaat yaitu, mendapatkan 20 SKS, mendapatkan sertifikasi dari Google, kesempatan untuk menjadi salah satu dari 10 tim terpilih penerima dana inkubasi untuk proyek dan menjadi salah satu dari 40 nomine Bangkit, untuk mengikuti program UIF di Stanford University. 

Baca Juga: Erupsi Merapi Meningkat,Pengelola Bandara Adi Soemarmo dan Adisutjipto Siap Antisipasi Terjadinya Bancana Alam

Pemerintah saat ini memang tengah serius untuk mengembangkan pendidikan vokasi. Hal ini dapat terlihat dari program link and match, antara pendidikan vokasi baik SMK maupun Perguruan Tinggi dengan industri.

Menelaah fakta di atas, maka dapat terlihat bahwa arah kebijakan mengenai pemberdayaan potensi generasi yang berbasis pelibatan korporasi, tak ubahnya sama dengan menyerahkan potensi unggul generasi pada korporasi (asing).

Hal tersebut juga terbaca dari kurikulum pendidikan vokasi baik menengah maupun tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendlidikan dan Kebudayaan, telah melakukan penyesuaian kurikulum dalam rangka mendukung program di atas.

Baca Juga: Diduga Lakukan Malapraktik Pasien Di-COVID-kan, RS Telogorejo Dilaporkan ke Polisi

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Wikan juga menyampaikan bahwa, pihaknya telah membentuk Forum Pengarah Vokasi (Rumah Vokasi), dengan 50 anggotanya yang berasal dari para pemimpin dunia usaha dan industri. 

Permasalahan terkait pendidikan generasi seharusnya mutlak dikelola oleh negara, karena generasi merupakan aset dan masa depan bangsa.

Mereka dicetak untuk menjadi manusia berkualitas, agar menghasilkan pemikiran, karya dan inovasi terbaik. Serta mengabdikan potensi yang dimilikinya bagi bangsa dan masyarakat.

Baca Juga: Perahu Nelayan Terbalik di Perairan Cirebon, 1 dari 14 ABK Hilang Belum Ditemukan

Maka sungguh mengerikan, ketika generasi sengaja dicetak untuk dijadikan buruh dengan kompetensi terbaik, demi memenuhi kepentingan produksi para korporasi yang hanya mengeruk keuntungan dan merugikan negeri.

Senyatanya yang demikian merupakan sebuah kebahayaan besar karena kebijakan tersebut juga bermakna bahwa negara merelakan kehilangan SDM untuk keunggulan bangsa.

Paradigma sekuler kapitalis yang bercokol di negeri ini telah menjadikan pemerintah tidak menyadari kebahayaan di balik program tersebut.

Baca Juga: Kabupaten Bekasi Mulai Vaksinasi COVID-19 Hari Ini

Kebijakan yang diberlakukan justru dianggap sebagai solusi, sebab lulusan dari pendidikan vokasi dapat langsung terjun ke dunia industri, bisa menekan tingginya jumlah pengangguran, hingga kemajuan dan kesejahteraan terwujud.

Dalam pandangan kapitalis yang dijadikan tolak ukur suatu perbuatan termasuk dalam mengambil kebijakan adalah materi atau manfaat.

Padahal manfaat yang didapat hanyalah keberhasilan semu, yang sejatinya telah memperlihatkan ketidak mampuan sistem ini dalam mengurus urusan rakyatnya, karena senantiasa tergantung pada pihak swasta atau asing. Termasuk terkait penyediaan lapangan pekerjaan.

Baca Juga: Nelayan Senang Harga Ikan di Indramayu Kembali Naik

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang memandang bahwa, pendidikan merupakan hak asasi umat serta pemenuhannya wajib ditanggung oleh negara.

Kurikulum dalam sistem pendidikan Islam berasaskan akidah Islam yang shahih, dengan tujuan untuk mencetak generasi berkepribadian Islam yang menguasai tsakofah Islam serta terdepan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Output dari sistem pendidikan Islam, bukan diarahkan untuk menjadi buruh yang menggerakkan mesin para korporat.

Baca Juga: Pemprov Jabar Datangkan Seribu Ekor Sapi dari NTB

Namun sangat mulia yaitu diabdikan untuk membangun dan mengisi peradaban Islam yang cemerlang. Generasi adalah anak-anak umat yang Rasulullah banggakan, karena jumlah dan kontribusinya bagi Islam.

Sistem pendidikan Islam telah terbukti melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar yang faqih fi din dan terdepan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hasil karyanya dipakai rujukan sepanjang masa. Seperti, Ibnu Sina, Ibnu al Haitam, Abbas bin Firnas dan masih banyak lagi ilmuwan lain yang lahir ketika sistem Islam tegak.

Baca Juga: Gubernur Ridwan Kamil Minta Agro Jabar Manfaatkan Hasil Tanam Masyarakat

Sistem pendidikan Islam juga didukung oleh penerapan sistem ekonomi Islam. Sehingga umat mendapatkan jaminan pendidikan yang berkualitas secara mudah dan gratis.

Dana yang digunakan negara untuk membiayai kebutuhan pendidikan umat, diambil dari baitulmal yang merupakan kas negara. Harta tersebut salah satunya bersumber dari hasil pengelolaan sumber daya alam oleh negara dan digunakan untuk kepentingan umat.

Islam melarang SDA dikuasai oleh swasta, oleh karena itu sistem ekonomi Islam mampu menyediakan lapangan kerja yang layak bagi umat.

Baca Juga: Tahun 2021 Sektor Pertanian di Jawa Barat Tak Lagi Konvensional

Tak hanya itu, sistem politik pemerintahan Islam juga mewajibkan penguasa, untuk menjalankan perannya untuk mengurus segala urusan umat dan melindungi umat dari segala bentuk penjajahan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.

"Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR Bukhari)

Maka kembali pada sistem Islam, dengan menerapkan Islam secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan merupakan satu-satunya solusi, bagi setiap permasalahan.

Baca Juga: Cetak Petani Milenial, Pemprov Jabar Mencari 5000 Anak Muda yang Siap Dilatih

Termasuk permasalahan terkait pendidikan generasi. Bukan sekedar dengan berbagai program unggulan dan kebijakan yang berdasarkan kapitalisme.


Wallahu a'lam bi ash-swab.***

*Penulis adalah Ibu Rumah Tangga, Pegiat Literasi

 

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah