Tasawuf Menyebarkan Islam ke Seluruh Benua

5 Oktober 2022, 11:25 WIB
Tasawuf Menyebarkan Islam ke Seluruh Benua. /Ilustrasi/pixabay.com/Javad-esmaili

SATU hal yang tidak terbantahkan adalah penyebaran agama Islam (proses islamisasi) dari berbagai belahan benua, seperti ditulis banyak ahli sejarah baik sejarawan Barat maupun Timur, dilakukan melalui saluran “tasawuf.”

Pada umumnya penyebarnya disebut wali (wali Allah, auliya`). Di Jawa misalnya, karena berjumlah sembilan disebut wali sanga (sanga = sembilan).

Hal demikian tidak saja hanya terjadi di negara-negara Asia. Bahkan proses islamisasi di Afrika lebih khusus lagi melalui jalur tarekat dalam tasawuf. Para penyebarnya juga dikenal sebagai wali. 

Baca Juga: Momentum Kemerdekaan, Santri Tasawuf Underground Lakukan Perjalanan Kaki 513 KM ke Gunung Jati dan Suryalaya

Yang menarik, para wali itu juga pakar fikih dalam syariat agama. Tetapi secara de facto lebih dikenal sebagai ahli tasawuf dalam menyebarkan agama.

Dengan kata lain, proses islamisasi, diterimanya penyebaran agama Islam itu bukan karena kapasitasnya sebagai fuqoha (ahli fikih) tetapi lebih disebabkan karena sebagai ahli tasawuf (sufi).

Ini fakta sejarah yang sudah berlangsung selama berabad-abad. Dikatakan, kalau tidak karena jasa mereka di beberapa kawasan benua Asia dan Afrika yang sekarang menjadi muslim tentu sudah menjadi daerah beragama Masehi.

Baca Juga: Kisah Syekh Abdul Qodir Menangis Terisak saat Ditanya Seorang Pemabuk Berat

Karena tujuan kolonialisme bangsa Barat kecuali penguasaan wilayah (glory), dan penguasaan kekayaan sumber daya alam (gold), tetapi juga misi menyebarkan agama (gospel).

Faktanya bisa dilihat dari agama yang sekarang dianut daerah-daerah bekas jajahan yang tidak disinggahi para wali ahli tasawuf pada umumnya adalah daerah nonmuslim.

Persoalannya, ini yang menarik untuk dikaji, pada abad-abad belakangan tasawuf mulai diperselisihkan masuk kategori sunah atau bidah (heresies).

Baca Juga: Kesaktian Mbah Kuwu Cirebon dan Para Senopati Utusan Sunan Gunung Jati dalam Perang Penaklukan Rajagaluh

Yang unik dalam peradaban Islam justru sebelumnya istilah tasawuf itu sendiri muncul pada masa-masa salaf (tabi`in) bersamaan dengan awal berkembangnya istilah fikih.

Bahkan dikatakan fikih dianggap ilmu aturan dzohir (jasmaninya agama) yang mengatur hukum formal. Sedang tasawuf adalah ruhnya yang terkait hukum-hukum nonlahir seperti ikhlas, riya`, sabar, tawakal, dan lain-lain termasuk dzauk (penghayatan rasa keagamaan) dalam pendekatan diri kepada Allah SWT.

Ucapan yang sangat terkenal dari Malik bin Anas, pendiri fikih Madzab Maliki, “Orang yang bertasawuf tanpa fikih rusak imannya (zindiq), sedangkan orang yang berfikih tanpa tasawuf rusak dirinya (fasik). Hanya orang yang menghimpun keduanya yang akan menemukan kebenaran.”

Baca Juga: BAGAIMANA Tanggapan dan Reaksi Kaum Yahudi atas Kelahiran Nabi Muhammad SAW? Berikut Penjelasannya

Demikian juga Imam Syafii (Muhammad ibn Idris, imam fikh Madzab Syafii) dalam diwannya memberi nasihat, “Jadilah orang fikih yang bertasawuf jangan jadi salah satunya. Jika kamu menjadi ahli fikh saja, maka hatimu akan keras (hanya pandai ceramah saja). Dan jika kamu menjadi yang kedua saja, maka sungguh bodoh (dungu)."

Di negeri Mesir, orang yang paling dihormati Imam Syafii justru seorang ahli tasawuf (sufi) wanita dari kalangan asyrof (keturunan Rosululloh SAW) bernama Sayyidah Nafisah. Bahkan dianggapnya sebagai guru dan banyak mendengarkan hadits darinya.

Wanita ini kecuali banyak dikunjungi ulama-ulama pada zamannya juga dikenal memiliki banyak karomah dan mustajab doanya. Di saat-saat terakhir dari penyakit yang dideritannya, Imam Syafii mengutus muridnya menghadap Sayyidah Nafisah untuk didoakan kesembuhan penyakitnya.

Baca Juga: KEUTAMAAN Sholawat Nabi Muhammad SAW dan Celakanya bagi Orang yang Tidak Mau Bersholawat

Sayyidah Nafisah hanya mengatakan, “Matta`ahu Alloh bi al Nazhr lla Wajhih al-Karim.” (Semoga Allah memberinya kegembiraan ketika berjumpa dengan-Nya). Ketika disampaikan, Imam Syafii paham maksudnya, kemudian berwasiat kepada Al-Buwaithi jika kelak dirinya wafat agar Sayyidah Nafisah berkenan menyolati di atas jenazahnya. Beberapa saat kemudian ketika Imam Syafii wafat diiringi ribuan takziah dari kota Fushthat tempat Imam Syafii tinggal menuju rumah Sayyidah Nafisah di Darbi as-Siba untuk disholatkan sesuai wasiat yang disampaikan kepada Al-Buwaithi. Demikianlah betapa tingginya penghormatan imam fikih ini kepada seorang sufi (ahli tasawuf) wanita cicit Rosulullah itu.

Abu Hanifah (Imam Hanafi, pendiri fikih Madzab Hanafi) berkisah tentang dirinya, “Kalau bukan karena dua tahun (belajar tasawuf kepada Imam Ja`far Shadiq) maka celakalah aku!”  

Imam Ja`far Shadiq sendiri juga masyhur sebagai wali yang disegani dari kalangan ulama dan sultan di zamannya (Khalifah al-Manshur) dan masih terhitung generasi kelima keturunan Rosul SAW.

Baca Juga: Kronologi Tragedi Kanjuruhan Versi Suporter Arema FC: Gas Air Mata, Terinjak-Injak hingga Jebol Ventilasi

Beliau adalah mahaguru tasawuf, semua cabang tarekat sufi sanad silsilahnya akan bersambung ke beliau sampai Rosulullah SAW melalui jalur sahabat Abubakar dan Ali ibn Abi Thalib. Bahkan juga mahaguru ilmu fikih karena sanad keilmuan semua madzab fikih di masa sesudahnya bersambung sampai Imam Ja`far Shadiq.

Kata Imam Hanafi, “Aku tidak pernah melihat seorang ahli fikih yang paling alim selain Ja'far bin Muhammad (Ja`far Shadiq).”

Anas ibn Malik (Imam Malik) juga belajar langsung kepada Imam Ja`far.

ZBaca Juga: TERBARU, Terdapat 33 dari 125 Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan dari Kalangan Anak-Anak

Ahmad ibn Hambal (Imam Hambali, pendiri fikih Madzab Hanbali) pernah mengejar-ngejar ahli tasawuf (sufi) yang terkenal dengan julukan “Si Kaki Telanjang” bernama Bisyr ibn Harits hanya untuk minta doanya.

Kata Imam Hambali, “Bisyr ibn Harits adalah wali keempat dari golongan abdal.” Di lain waktu Imam Hambali juga mendapat laporan tentang aktivitas sekelompok tasawuf,  “Sesungguhnya mereka (para shufi) itu mendengarkan musik, berdiri dan menari-nari sampai larut dalam dzikirnya.” Jawab Imam Hanbali, “Apakah kamu hendak mencegah mereka untuk bersenang-senang selama sejam bersama Allah?”

Akan halnya Ibn Taimiyah yang ditunjukkan pada umumnya sisi-sisi negatifnya sementara pujian-pujiannya terhadap tasawuf disembunyikan.

Baca Juga: Kini Twitter Hadirkan Fitur Edit untuk Ubah Isi Cuitan, Tapi...

Bahkan kata Nurcholis Madjid yang mengambil penelitian dari gelar doctornya (disertasi) tentang Ibn Taimiyah, beliau sebagai seorang ulama yang mengambil Tarekat Qodiriyyah. Ibn Taimiyah sendiri dalam bukunya Majmu` al-Fatawa juga mengatakan, “Aku telah mengenakan jubah sufi (tasawuf) dari berbagai syaikh, di antaranya yang teragung adalah Syaikh Abdul Qodir al-Jailani (pendiri tarekat Qodiriyah).”

Mungkin orang juga banyak yang tidak tahu kalau Imam Ibn Katsir pengarang Tafsir Ibn Katsir ternyata juga mengambil tarekat tasawuf.

Kata Imam Sholahudin ash-Shufadi, “Imam Ibn Katsir memakai baju tasawuf dan mengambil Thoriqoh Sadziliyah.” Kecuali sebagai murid Imam ibn Katsir, Imam Sholahudin ash-Shufadi juga belajar kepada Imam Ibn Taimiyah.

Baca Juga: Unik! Masjid di Cirebon Peninggalan Sunan Gunung Jati Kumandangkan Tujuh Adzan Saat Hendak Shalat Jumat

Muhammad Al-Fatih, sultan Turki Usmani pemimpin yang diramalkan Rosulullah SAW sebagai penakhluk Konstantinopel  (1453) bahkan semenjak kecil dibesarkan ulama tasawuf dalam disiplin Tarekat Naqsyabandiyah di bawah asuhan Syaikh Syamsuddin yang dikenal waliyullah dari Syam dan masih keturunan sahabat Abubakar Ash-Shidiq.

Dalam sejarah, jaya- jayanya tasawuf terutama  tarekat dengan disiplin syariat yang ketat disertai kebiasaan sholat sunnah yang merata dari raja, bangsawan, tentara sampai lapisan bawah akar rumput menasional pada masa pemerintahannya.

Kata Nabi SAW, "Konstantinopel akan jatuh di tangan seorang pemimpin yang sebaik- baik pemimpin, tentaranya sebaik-baik tentara dan rakyatnya sebaik-baik rakyat" (HR. Ahmad, Bukhari, Thabrani, Hakim).

Baca Juga: Link Tes Ujian Baper, Coba dan Cek Seberapa Mudah Bapernya Kamu

Hal ini menarik untuk dijadikan bahan kajian dan penelitian terutama skripsi, tesis atau disertasi bagi para sarjana agama, mengingat dari raja, ulama, bangsawan, tentara dan rakyat pada masa itu tidak bisa dilepaskan dari disiplin tarekat tasawuf.

Di kalangan tentara yang terkenal adalah Tarekat Bektasiyah, Sultan Muhammad Al-Fathih bertarekat Naksyabandiyah. Sementara rakyat juga merata dibanyak tarekat seperti Qodiriyah dan Naksyabandiyah.

Bagaimana dikatakan sesat atau bidah kalau Nabi SAW sendiri mengatakan, "Rajanya sebaik-baik pemimpin, tentaranya sebaik-baik tentara, rakyatnya sebaik-baik rakyat" adalah mereka bertarekat tasawuf?

Baca Juga: Link Tes Ujian Kemalasan, Buruan Coba dan Cek Seberapa Malasnya Kamu

Adapun kritikan-kritikan seperti Imam Syafii, Ahmad ibn Hanbal, Ibn Taimiyah dan lain-lain kepada tasawuf lebih kepada kelompok-kelompok orang (oknum) yang menyimpang dari jalur hakikat tasawuf.

Sama seperti Imam Ghozali yang walaupun juga seorang sufi tetapi memberikan kritikan tajam kepada sebagian pelaku-pelaku tasawuf, fikih, ilmu kalam dan lain-lainnya seperti dalam kitabnya Al Munqidz min Adh Dholal (Penyelamat dari Kesesatan).

Perbedaannya dengan guru-guru atau ustadz yang datang belakangan kemudian “dipukul rata” dari sisi negatif dan dikutip secara berantai oleh yang awam pemahaman agamanya.

Baca Juga: Muso Pimpinan PKI, Keluarga Santri yang Tega Membunuh Para Kiai Demi Tegaknya Komunis

Dari pihak alim masa kini pun tidak sedikit yang tidak jujur menyembunyikan kebenaran itu dengan menghilangkan bagian-bagian tertentu dari kitab-kitab yang dikutip atau diterjemahkannya. Atau juga memelintir makna kata-kata dalam terjemahan mereka layaknya ahlulkitab pada zaman Nabi Musa atau Isa As agar sesuai dengan alur pemikiran golongan mereka  seperti pendeta-pendeta Bani Israil.


*) Artikel ini ditulis Haryanto, alumni Jurusan Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta, mengajar di SMP Negeri 1 Paliyan Gunungkidul DIY.

PUSTAKA :


Al Ghazali, Imam. 2020. Pembebas dari Kesesatan (Al Munqid Minad Dhalal). Terjemahan : Bahrudin Achmad. Bekasi : Al Muqsith Pustaka.

Hakim, KHM. Luqmanul. 2017. “Tarekat Sufi Empat Madzab,” dalam Kedai Sufi, Jalan Hakekat. Jakarta : Cahaya Sufi.

Haryanto. 2016, 19 Oktober. “Tasawuf Menyebarkan Agama Islam ke Seluruh Penjuru Benua.” https://youtu.be/_DAi3LZrlKc

Rohadi, Aank M. 2018. “Mengungkap Peran Tarekat,” https://misbahurrohadi.wordpress.com/2018/05/19/mengungkap-peran-tarekat-bag-i/ diakses 11 September 2022.

Editor: Husain Ali

Tags

Terkini

Terpopuler