Kopi Gunungwangi Majalengka Rambah Pasar Australia

12 Oktober 2020, 17:30 WIB
Petani kopi Gunungwangi Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka Jawa Barat, memantau kondisi lahan kopi untuk meningkatkan produksi /

PORTAL MAJALENGKA – Majalengka memiliki keindahan alam yang menjadi daya tarik pariwisata, Majalengka juga memiliki buah-buahan khas seperti durian dan mangga gedong gincu yang menjadi daya tarik.

Tapi tidak banyak yang tahu Majalengka juga memiliki komoditas kopi yang memiliki cita rasa premium.

Potensi kopi Majalengka baik Robusta maupun Arabika sangat tinggi, diantaranya di kawasan Lemahsugih, Sadarehe Rajagaluh, dan Gunungwangi Argapura.

Baca Juga: Permintaan Kopi Arabica Gayo Menurun 70 Persen

Jika kopi asal Kecamatan Lemahsugih sudah “dikuasai” investor Korea Selatan, maka pegiat kopi di Gunungwangi Kecamatan Argapura berupaya mempertahankannya.

Pegiat kopi Gunungwangi berharap Majalengka memiliki brand kopi sendiri yang bisa menjadi andalan untuk menarik minat wisatawan dan investasi tanpa harus dikuasai pihak luar.

Hal tersebut disampaikan salah seorang pegiat kopi Gunungwangi yang membentuk  kelompok Cantika Ciremai dengan brand kopi Aki Away, Siti Syafaatul Pitriyah.

Baca Juga: Cek Manfaat Rutin Konsumsi Kopi Hitam

Meski baru dua tahun terakhir bergelut di usaha kopi, Siti berani memproklamirkan kopi Majalengka khususnya Gunungwangi bisa jadi komoditas andalan untuk menarik wisatawan maupun meningkatkan ekonomi masyarakat.

Meski saat ini produksi dan distribusi terhambat wabah corona, salah satunya pesanan gula semut atau serbuk gula aren dari Sukabumi yang tersendat.

Meski baru dua tahun, penjualan kopi Gunungwangi sudah mencakup  Bandung, Semarang dan kota-kota besar di Indonesia.

Baca Juga: Ini Kiat Pengusaha Kopi Hadapi Pandemi

Bahkan pasar Australia sudah menerima, seperti saat Gubernur Jawa Barat meresmikan cafe Jabar Juara di Canberra.

Untuk pasar ekspor memang belum konsisten, karena kapasitas produksi belum siap dalam jumlah banyak.

“Potensi kopi Gunungwangi di kisaran 30-35 ton per tahun, tapi tidak semua petani menggarap kopi dengan baik,” terang Siti.

Petani kopi Gunungwangi Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka Jawa Barat memilah kopi sebelum proses penjemuran dan roasting/CANTIKA CIREMAI

Kopi eksklusif Gunungwangi memiliki ciri khas aroma gula merah. Tapi Cantika Ciremai tidak melakukan proses produksi secara keseluruhan, hanya dari proses panen sampai penjemuran.

Sementara untuk proses roasting dilakukan di Pangalengan Kabupaten Bandung. Siti mengaku sudah cocok roasting di tempat tersebut, sehingga kopi Gunungwangi yang menurutnya ideal roasting medium bisa dinikmati dengan rasa khasnya.

Siti menegaskan, untuk urusan kopi jangan hanya mengejar sisi bisnisnya saja, tapi juga harus benar-benar mencintai segala aspek dari kopi.

Baca Juga: Raup Untung Miliaran dari Budidaya Porang, Ini Caranya!

Termasuk menjaga brand, dengan mendaftarkan hak paten merek Aki Away, meski sampai saat ini belum ada kabar sampai sejauh mana prosesnya. Dirinya bahkan mengagendakan desa wisata kopi di Majalengka.

“Kata kuncinya adalah pemberdayaan masyarakat, kami sejauh ini baru memproduksi sekitar 4 ton per tahun padahal potensinya masih cukup besar. Dengan desa wisata, semua ssktor bisa meningkatkan pendapatan,” tandas Siti.

Pemberdayaan memang menjadi passion Siti, yang di awal tahun 1996 bergabung di PNPM simpan pinjam.

Baca Juga: Kelompok Pegiat Kenalkan Tanaman Porang ke Petani di Majalengka

Dia sering menemui nasabah yang mengeluh kesulitan membayar dan menawarkan diri membayar dengan hasil panen pisang.

Sehingga Siti berinisiatif membuka usaha keripik pisang, yang juga bertahan sampai saat ini.

Ketika PNPM tergerus bank Emok atau kredit keliling, Siti melihat pemberdayaan masyarakat semakin menurun khususnya hasil panen pisang. Meskipun produksi masih berjalan karena bahan baku bisa dibeli di pasar.

Baca Juga: Pelaku UKM Mau Bantuan Dana Facebook? Cek Caranya Disini

Kondisi tersebut diperparah dengan kebijakan yang dikeluarkan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) di tahun 2016, yang membatasi penanaman di lahan milik TNGC selain tanaman pisang yang habis dirusak hama babi hutan.

Saat kesulitan mencari bahan baku keripik pisang, Siti melihat banyak tanaman kopi yang hanya dikelola alakadarnya oleh masyarakat.

Dia kemudian mencoba beli dan mengolah sehingga akhirnya usaha sendiri. Menurutnya, jumlah petani kopi di Gunungwangi mencapai 120 orang dengan luas lahan 90 hektare.

Baca Juga: Belanja Makanan Naik Empat Kali di Shopee

Cantika Ciremai saat ini memanfaatkan bahan baku kopi di lahan sekitar 30 hektare milik TNGC. Sementara 60 hektare lainnya milik perhutani dan pribadi.

“Awalnya keripik pisang binaan TNGC, maka kopi juga sekarang binaan TNGC. Saya mau ajak masyarakat untuk membagi tugas pengolahan, pemasaran, dan lainnya,” harap Siti.

Terkait pengembangan dan modal, menurutnya banyak yang menawarkan bantuan dan banyak juga yang dia tolak.

Baca Juga: Target Bantuan UMKM 20 Juta Penerima

Dirinya ingin konsep bantuan tersebut berbentuk koperasi dimana nasabahnya bisa membayar dengan komoditas khususnya kopi dan pisang.

Namun sampai saat ini belum ada pihak atau dinas yang merespons konsep tersebut. Cantika Ciremai juga sempat hendak dibina Bank Indonesia, namun tempatnya belum memadai untuk produksi.

“Kami berharap ada pihak yang memiliki idealisme sama, sehingga Majalengka punya brand kopi sendiri yang bisa menjadi oleh-oleh andalan,” pungkasnya. ***

 

Editor: Hanif Maulana

Tags

Terkini

Terpopuler