MUI Larang Golput! Berikut Asal-Usul dan Menurut Undang-Undangnya

- 20 Desember 2023, 22:22 WIB
Tinta sidik jari digunakan pada proses Pemilu. MUI larang golput! Berikut asal-usul dan menurut undang-undangnya
Tinta sidik jari digunakan pada proses Pemilu. MUI larang golput! Berikut asal-usul dan menurut undang-undangnya /Karawangpost/Instagram/@agus_stereobukanmono

PORTAL MAJALENGKA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menegaskan bahwa memilih golongan putih atau golput dalam Pemilu 2024 hukumnya haram. Ternyata golput juga berpotensi dipidana.

Bagaimana dengan Undang-undang atau aturan hukum yang berlaku di Indonesia mengenai golput? Berikut penjelasannya.

"Golput adalah hak," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur, dikutip dari Pikiran Rakyat pada Rabu, 20 Desember 2023.

Baca Juga: Jelang Pemilu 2024, MUI Tegaskan Hukum Golput Haram

Isnur menegaskan bahwa memilih atau tidak memilih ialah hak, bukan kewajiban. Karena merupakan hak, semua orang bisa menggunakannya, apa pun alasannya. ‎

"Seperti juga orang bebas memilih, itu juga sama, silakan saja, apa pun alasannya," ucapnya kembali.

Sementara, menurut undang-undang pemilu, posisi seseorang atau sekelompok orang yang tidak memilih pada saat Pemilu bukanlah pelanggaran hukum. Tak ada satu pun aturan hukum yang dilanggar.

Baca Juga: Tampil Bagus saat Bertandang ke Markas Bali United, Kiper Persib Bandung Ray Mendoza Ucap Begini

Pasalnya, Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tidak melarang seseorang menjadi golput. Pidana dalam pemilu pada dasarnya mengatur mengenai kemungkinan golput, tetapi berdasarkan pasal 515 UU Pemilu, terdapat unsur-unsur pidana yang sudah diatur dengan jelas kepada siapa pidana itu dapat berlaku.

Dalam ‎pasal 515 UU berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00.

Berdasarkan bunyi pasal tersebut, terdapat beberapa hal yang yang harus diperhatikan. Pertama, memperhatikan unsur, “dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih.”

Baca Juga: Panwaslu Kertajati Imbau Peserta Pemilu Laporkan Agenda Kampanye

Dengan unsur tersebut, yang dapat dipidana hanya orang yang meminta orang lain untuk golput pada hari pemilihan dengan menjanjikan atau memberi uang atau materi lainnya.

Penggunaan pasal tersebut bagi mereka yang golput atau menyampaikan ekspresi politiknya dengan berkampanye golput adalah pelanggaran serius bagi hak konstitusi negara.

Asal-Usul Golput

Golput ini pertama muncul pada 1971. Golput merupakan akronim dari golongan putih. "Pada Mei 1971, Arief Budiman dan kawan-kawan di Jakarta memproklamasikan apa yang disebut Golongan Putih." Demikian tulisan Daniel Dhakidae bertajuk, Arief Budiman dan Pergulatannya dengan Kekuasaan di buku, Mempertimbangkan Warisan Arief Budiman.

Baca Juga: Yenny Wahid Bakar Semangat Pemuda Pasuruan, Bergerak Menangkan Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024

Arief Budiman merupakan aktivis dan intelektual/cendekiawan kritis pada masa itu. Golongan itu merupakan pengelompokan kultural dalam arti bahwa yang mau ditegakkan adalah suatu tradisi kebudayaan dari suatu cara bermasyarakat yang sehat. Dengan tujuan melindungi hak yang mau dan tidak memilih.

Dalam buku yang sama, Made Supriatma juga turut menyinggung keterlibatan Arief Budiman membidani Golput dalam tulisannya, Arief Budiman (1941-2020): Warisan-warisan Intelektual dan Aktivismenya.

Ide golput, katanya, sangat sederhana.

"Orang dianjurkan datang ke tempat pemungutan suara, mencoblos bagian putih dari surat suara. Dengan demikian suara menjadi tidak sah," kata Made Supriatma.

Baca Juga: Belum Ada Capres Peduli atas Ketidakadilan Transisi Energi di JETP

Dalam Pemilu 1971, hanya 9 partai yang jadi kontestan. Golongan Karya yang dibentuk pemerintah ikut serta dalam Pemilu meski tak diakui sebagai partai politik. Padahal, dalam segala hal, Golkar berfungsi sebagai partai.

Itulah asal usul dan kata undang-undang dalam menanggapi golput dalam Pemilu 2024.***

Artikel ini telah tayang di Pikiran-Rakyat.com dengan judul Golput Adalah Sikap, Apa Kata Undang-Undang dan Bagaimana Asal-usulnya?

Editor: Husain Ali


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x