Dari jumlah korban tersebut, 34 di antaranya dikabarkan meninggal di area Stadion Kanjuruhan, Malang. Selebihnya korban meninggal di rumah sakit setempat.
Sejumlah warganet pun menduga bahwa banyaknya korban meninggal dunia pada kerusuhan di Stadion Kanjuruhan tersebut diakibatkan bermula dari tembakan gas air mata oleh oknum Polisi.
Meskipun pihak Polisi, dalam hal ini Kapolda Jatim, Irjen Pol Nico Afinta berdalih bahwa penembakan gas air mata oleh oknum Polisi itu dilakukan lantaran oknum supporter Arema FC dinilai anarkis dan membahayakan keselamatan para pemain dan ofisial.
"Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen," katanya dikutip Portal Majalengka dari Antara pada Minggu, 2 Oktober 2022.
Sejumlah warganet pun menyesali tindakan yang dilakukan oleh oknum Polisi dengan menembakkan gas air mata di Stadion Kanjuruhan. Pasalnya, gas air mata sebenarnya telah dilarang penggunaannya oleh FIFA di sebuah stadion.
Baca Juga: Update Korban Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Mencapai 127 Korban Meninggal
Salah satu warganet dengan akun Twitter @JaksRedss membagikan tangkapan layar sebuah berita yang menegaskan bahwa gas air mata dilarang berada di dalam stadion.
"Namun nayatanya, penggunaan gas air mata di dalam stadion merupakan pelanggaran kode keamanan FIFA," isi dalam tangkapan layar itu.
Dalam tangkapan layar tersebut disebutkan bahwa, jika melihat pada FIFA Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 jelas diaebutkan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa di dalam stadion.