PORTAL MAJALENGKA - Isu rencana pemerintah menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan dan sembako menuai protes publik. Karena rencana PPN Pendidikan dan Sembako itu dinilai tidak adil.
Rencana penerapan PPN Pendidikan dan Sembako itu tertuang dalam draf Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Sementara itu, di tengah polemik rencana pemerintah menerapkan PPN Pendidikan dan Sembako, Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengirimkan surat elektronik (email) kepada wajib pajak.
Baca Juga: Warganet Protes Rencana Sembako Kena Pajak, PPN 12 Persen Ramai di Twitter
"Berkenaan dengan maraknya pemberitaan mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas sembako maupun jasa pendidikan di Indonesia dengan ini disampaikan bahwa berita yang beredar merupakan informasi yang tidak berasal dari sumber resmi pemerintah," tulis DJP yang dikutip Portal Majalengka dari email wajin pajak pada Senin, 14 Juni 2021.
Menurut DJP, saat ini pemerintah sedang fokus terhadap upaya penanggulangan Covid-19. Dengan melakukan berbagai upaya untuk melindungi masyarakat dan menolong dunia usaha agar dapat bangkit dan pulih akibat pandemi.
"Di tengah situasi pelemahan ekonomi akibat pandemi, pemerintah memandang perlu menyiapkan kerangka kebijakan perpajakan, di antaranya usulan perubahan pengaturan PPN," tulis DJP.
Baca Juga: Muhammadiyah Tolak PPN Pendidikan, Haedar Nashir Minta Tinjau Ulang
Lebih lanjut, DJP menjelaskan poin-poin penting usulan perubahan. Di antaranya adalah pengurangan berbagai fasilitas PPN karena dinilai tidak tepat sasaran dan untuk mengurangi distorsi. Penerapan multitarif, dengan mengenakan tarif PPN yang lebih rendah daripada tarif umum. Misalnya atas barang-barang yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.