BMKG: Dampak Perubahan Iklim dari Ancaman Krisis Pangan hingga Prediksi Bencana Kelaparan Tahun 2050

8 Juli 2023, 22:08 WIB
Ketua BMKG Dwikorita Karnawati mengimbau agar masyarakat panen air hujan untuk menghadapi musim kemarau/Antara. /

PORTAL MAJALENGKA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini mengingatkan adanya ancaman krisis pangan.

Ancaman akan terjadinya krisis pangan ini penting dan serius untuk diperhatikan serta ditindak lanjuti semua pihak.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut ancaman krisis pangan sebagai dampak dari perubahan iklim bukan sekadar isapan jempol.

Baca Juga: Mengenal Penyakit Antraks yang Viral di Gunungkidul, Berikut Penyebab, Gejala, dan Cara Pencegahannya

Menurut dia, laju perubahan iklim yang bergerak cepat akan berdampak pada ketahanan pangan nasional akibat hasil panen menurun, bahkan bisa sampai gagal tanam.

"Suhu atau temperatur bumi secara global saat ini naik 1,2 derajat celsius. Angka tersebut dipandang sebagai angka yang kecil, padahal itu adalah angka yang besar dan mematikan. Banyak fenomena ekstrem, bencana hidro-meteorologi yang diakibatkan pemanasan global tadi," ungkap Dwikorita dalam Focus Group Discussion (FGD) Perhimpunan Agronomi Indonesia di Jakarta, Kamis 6 Juli 2023.

Dwikorita mengatakan, prediksi organisasi pangan dunia FAO akan bencana kelaparan yang bakal terjadi di tahun 2050 adalah ancaman nyata.

Baca Juga: Jarang Ada yang Tahu! Inilah 10 Orang Terkaya di Indonesia Terbaru 2023, Beberapa Diantaranya Diakui Dunia

Ancaman krisis pangan itu tidak hanya menyasar di Indonesia atau terbatas negara-negara berkembang saja.

Melainkan juga bakal menyasar seluruh negara-negara di dunia. Jika sejak saat ini belum ada langkah kongkrit untuk mengatasi krisis iklim.

"Tahun 2050 mendatang jumlah penduduk dunia diperkirakan menembus angka 10 miliar. Jika ketahanan pangan negara-negara di dunia lemah, maka akan terjadi bencana kelaparan akibat jumlah produksi pangan yang terus menurun sebagai dampak dari perubahan iklim," imbuhnya.

Baca Juga: Bacaan Dzikir Lengkap Latin dan Arab agar Dibuka Kelancaran Pintu Rezeki serta Dijauhkan dari Kefakiran

Dwikorita menuturkan, ancaman perubahan iklim dan krisis pangan di Indonesia, saat ini mungkin belum begitu terlihat signifikan. Kekuatan Indonesia saat ini masih memiliki ketersediaan sumber daya alam yang cukup melimpah dan kondisi geografis Indonesia yang memungkinkan sektor pertanian bisa tetap berproduksi dalam tiap tahunnya.

Kendati begitu menurut Dwikorita, jika situasi iklim global saat ini tidak direspon secara serius maka Indonesia bisa terlambat dalam mengantisipasi bencana kelaparan pada tahun 2050 tersebut.

Tantangan besar yang bakal dihadapi Indonesia dimasa depan terkait ketahanan pangan nasional adalah terus meningkatnya populasi penduduk sementara produksi pangan cenderung stagnan.

Dwikorita juga menambahkan, jika tidak ada intervensi kebijakan, potensi kerugian ekonomi di Indonesia (2020-2024) mencapai angka Rp544 triliun akibat dampak perubahan iklim.

Oleh karena itu, menurutnya langkah kebijakan ketahanan iklim menjadi salah satu prioritas yang dinilai mampu menghindari potensi kerugian ekonomi sebesar Rp281,9 triliun hingga tahun 2024 mendatang.

"Dalam RPJMN, BMKG diberikan mandat untuk mendukung peningkatan kualitas lingkungan hidup dan peningkatan ketahanan bencana dan iklim. Hal ini sangat penting karena berdasarkan hitung-hitungan Kementerian Keuangan, kerugian ekonomi akibat bencana diperkirakan mencapai rata-rata Rp22,8 triliun per tahunnya," ujarnya.

Dwikorita menegaskan, BMKG terus melakukan berbagai inovasi sebagai langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Selain teknologi, sisi sumber daya manusia (SDM) juga penting untuk terus diupgrade agar sesuai tuntutan dan kebutuhan yang semakin kompleks.

BMKG tidak hanya melulu mengeluarkan informasi atau data urusan penanggulangan bencana alam saja.

Namun juga mampu menyuguhkan data dan informasi berbagai hal baik kesehatan, konstruksi, energi pertambangan, pertanian kehutanan, tata ruang, industri, pariwisata, transportasi, pertahanan keamanan, sumber daya air, hingga kelautan perikanan.

"Khusus di sektor pertanian, BMKG terus melakukan penguatan literasi iklim dan cuaca kepada para petani dan penyuluh pertanian sebagai langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Sekolah lapang iklim (SLI) terus digelar di seluruh penjuru Indonesia dengan menyasar berbagai komoditas unggulan pertanian," tuturnya.

Dwikorita menambahkan, bahwa data dan informasi kondisi dari BMKG baik berupa anomali iklim global, monitoring kondisi iklim, dan prediksi iklim, telah banyak dimanfaatkan.

Fattah dan informasi BMKG tersebut bisa dijadikan sebagai salah satu referensi atau bahan pertimbangan pengambilan keputusan serta rekomendasi dalam sistem pemantauan ketahanan pangan nasional.***

Editor: Muhammad Ayus

Tags

Terkini

Terpopuler