Korban G30S PKI 1965, Jenderal Pemikir dan Menguasai 3 Bahasa Asing, Siapakah Dia?

29 September 2022, 23:16 WIB
Korban G30S PKI 1965, Jenderal Pemikir dan Menguasai 3 Bahasa Asing, Siapakah Dia? /

PORTAL MAJALENGKA - Gerakan 30 September atau G30S PKI 1965 merupakan peristiwa kelam yang masih diingat masyarakat Indonesia sampai saat ini.

Peristiwa G30S PKI 1965 tersebut setidaknya telah merenggut nyawa 6 jenderal dan 1 orang perwira pertama militer Indonesia oleh kekejaman PKI.

Peristiwa G30S PKI 1965 disinyalir merupakan pemberontakan yang dilakukan PKI karena menuntut adanya Angkatan Kelima.

Baca Juga: Sekilas tentang TRIP di Madiun yang Anti PKI Berujung Berondongan Peluru terhadap 7 Anggotanya

Para jenderal yang menjadi korban merupakan orang-orang yang tidak menyukai adanya PKI beserta pahamnya yang akan membuat Angkatan Kelima.

Dilansir dari buku Ensiklopedia Pahlawan Nasional (2015:123), salah satu jenderal yang menjadi korban G30S PKI merupakan seorang pemikir dan jenius.

Dia seorang yang memiliki kecerdasan tinggi dan menguasai 3 bahasa asing yakni Belanda, Inggris, serta Jerman.

Baca Juga: Link Tes Usia Mental, Coba Cari Tau Tingkat Kematangan Kalian

Dengan adanya kemampuan tersebut, ia pernah ditunjuk sebagai sekretaris delegasi militer Indonesia dalam perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB).

KMB yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda tersebut menghabiskan waktu cukup lama yakni dari 23 Agustus sampai 2 Oktober 1949.

Ia diketahui jarang mendapat tugas di lapangan untuk bertempur langsung dengan musuh. Ia lebih banyak bekerja sebagai staf Angkatan Darat karena kecerdasannya.

Baca Juga: Link Tes Ujian Otak Kiri atau Kanan, Cek Lebih Dominan Mana yang Kalian Gunakan

Namun jangan salah, meskipun jarang bertugas di lapangan, ia juga memiliki nyali yang dinilai tinggi.

Terbukti dengan perlawanannya menjelang detik-detik nyawanya lepas dari raganya. Saat tentara hitam datang untuk menculik dan memasuki rumahnya, ia sempat melawan.

Meskipun usahanya gagal, dengan keberaniannya ia berusaha merebut senapan dari tangan tentara hitam yang didalangi PKI.

Baca Juga: VIRAL Uang Terbang Berhamburan di Flyover Urip Sumoharjo Makassar, Netizen: Respect yang Membantu

Ia gugur terbunuh oleh peluru yang diarahkan ke tubuhnya sesaat pasca memberikan perlawanan.

Apabila menengok kiprah jenderal satu ini, pada Maret 1946, ia diangkat menjadi sekretaris Dewan Pertahanan Negara dan Wakil Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata.

Dengan kemampuannya menguasai bahasa asing dan memiliki pendidikan yang cukup tinggi, maka tak heran jika ia selalu dilibatkan dalam perundingan-perundingan dengan Belanda dan Inggris.

Baca Juga: Jadwal Lengkap dan Komposisi Pemain Timnas Indonesia U16 Pada Ajang Kualifikasi Piala Asia U17 2023

Pada 1947, satu tahun sebelum meletusnya peristiwa Madiun Affair yang didalangi PKI, ia menjadi kepala kantor Urusan Pekerjaan Istimewa di Markas Umum Angkatan Darat.

Menjelang Agresi militer Belanda kedua, tepatnya pada akhir Desember 1948, tiga bulan pasca Muso memproklamirkan Republik Soviet Indonesia di Madiun, ia diangkat menjadi kepala bagian.

Tepatnya menjadi kepala bagian pendidikan Angkatan Perang sekaligus menjadi juru bicara di sana.

Baca Juga: Febri Diansyah Ngaku Tangani Secara Objektif Ferdy Sambo, Netizen: Mana Ada Pengacara Dibayar untuk Objektif

Satu tahun sebelum kematiannya, pada 1964 ia pun diangkat sebagai Deputy III Menteri Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) dengan pangkat mayor jenderal.

Dia adalah MT Haryono. Seorang jenderal pemikir yang tidak menyukai Partai Komunis Indonesia (PKI).

Jenderal ini bernama lengkap Mas Tirtodarmo Haryono, seorang kelahiran 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur.

Baca Juga: Eks Pegawai KPK Novel Baswedan Kecewa pada Febri Diansyah yang Jadi Kuasa Hukum Ferdy Sambo

Letnan Jenderal MT Haryono merupakan keturunan orang yang terpandang di kotanya. Dibuktikan dengan kesanggupannya dalam menempuh pendidikan di ELS hingga HBS.

Bahkan pada masa penjajahan Jepang, ia memasuki Ika Dai Gaku atau setara dengan sekolah kedokteran di Jakarta.

Ia diberikan gelar sebagai Pahlawan Revolusi dengan dasar penetapan yakni Keppres No. 111/KOTI/1965 pada tanggal 5 Oktober 1965.***

Editor: Husain Ali

Sumber: Ensiklopedia Pahlawan Nasional (2015) karya Kuncoro Hadi

Tags

Terkini

Terpopuler