PORTAL MAJALENGKA - Penelusuran Jalan Raya Pos atau lebih dikenal Jalan Anyer Panarukan kali ini membahas sekitar Tuban, Jawa Timur.
Jalan poros yang dibangun Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels itu memanjang dari ujung Barat hingga Timur Pulau Jawa.
Sekitar 90 kilometer dari Lasem, Jawa tengah. Dua jam jalan menyusuri pantai sampailah di sebuah kota yang memiliki alun-alun terbesar di Pulau Jawa: Tuban.
Baca Juga: Rompi Ontokusumo Sunan Kalijaga Dapat Kalahkan Kesaktian Nyi Roro Kidul: Kisah Walisongo
Bangunan arsitektur khas kolonial, tumplek menjadi padu di alun-alun kota. Gambaran utuh ini menjadikan Tuban brilian dalam membentuk pemerintahan terpusatnya.
Baru kemudian diketahui, kota ini sudah tak lagi berperan penting pada zaman kolonial.
Tuban dulu jaya sebagai pusat kekuatan armada laut Majapahit pada abad ke-15. Surut perannya sesurut pelabuhan tuanya lantaran pendangkalan pada kisaran abad ke-17. Pelabuhan Boom, begitu masyarakat setempat menyebutnya.
Baca Juga: IMBAS HARGA BBM NAIK, Jokowi Dapatkan ini dari Rakyat Indonesia
Pelabuhan kecil tempat bersandar nelayan ini lengang. Catatan Pramoedya dalam bukunya Jalan Raya Pos Jalan Daendels (2005) menyebut pelabuhan ini telah digunakan sejak abad ke-13.
Tepatnya, digunakan oleh Kerajaan Singasari untuk menaklukkan wilayah yang kini bernama Sumatra dan Singapura.
Pelabuhan Tuban kemudian dikenang pesat kemajuannya seiring peningkatan ekspansi Majapahit ke luar Jawa pada awal abad ke-15.
Baca Juga: KISAH KOCAK Wali Sufi Abu Nawas Ramal Kematian Abu Jahil
Pelabuhan Boom menjelma sebagai pelabuhan tempat masuknya upeti ke Majapahit dari wilayah wilayah taklukannya di luar Jawa.
Maka, tak mengherankan Tuban juga disebut entrepot lantaran ramainya aktivitas ekspor impor di sana. Hanya, fenomena alam mengikis peran itu semua.
Pada zaman kolonial, Tuban terhapus dalam jaringan berarti perdagangan di Asia.
Baca Juga: BESARAN BANSOS BBM atau BLT BBM, Cara Mudah Mendapatkannya, Cek Melalui Link ini
Kini, yang tersisa di Tuban hanya sederet peninggalan kolonial dan antusiasme masyarakatnya yang gandrung akan alun-alunnya sebagai pusat aktivitas jual beli.
Alun-alun Tuban ini merupakan perjuangan di napas terakhir Tuban yang sempat luluh lantak pascaserangan Mataram yang ingin menguasainya pada abad ke-17.
Periode pengembangan dilakukan oleh Belanda pada pembuka abad ke-19.
Baca Juga: FAKTA TERBARU, Makin Terbuka Ferdy Sambo Akui Rekayasa Pembunuhan Brigadir J di Duren Tiga
"Jejak kebesaran Majapahit yang menjadikan kota ini sebagai percabangan politik, penyangga ekonomi, hingga salah satu pusat pelabuhan tak berbekas," kata Subekti, pengamat sejarah Kota Tuban.
Kini, peninggalan tertuanya adalah Masjid Agung Tuban yang tampil penuh dengan nuansa 1.001 malam.
Masjid yang berlokasi di Kelurahan Kutarejo, Kecamatan Tuban, ini didirikan pada masa pemerintahan Adipati Raden Ario Tedjo (Syekh Abdurrahman), bupati ketujuh Tuban, kira-kira pada abad ke-15.
Baca Juga: CARA MUDAH Dapatkan Gelang Tiket Nonton Langsung Persib Bandung vs RANS Nusantara FC
Tak tahu kapan pasti berdirinya, masjid yang kini penuh warna-warni ini dipugar pada 1894. Pemugaran itu dilakukan pada saat pemerintahan Bupati Raden Tumenggung Kusumodigdo, bupati Tuban yang ke-35. “Bangunan masjid
tertua terletak di belakang masjid yang sekarang, sebuah sisa bangunan surau kecil,” ujar Bekti, menambahkan.
Ada alasan lain mengapa Tuban selalu ramai dengan aktivitasnya di alun-alun kota ini. Keberadaan Makam Sunan Bonang, salah satu Wali Songo yang masyhur di Pulau Jawa, adalah penjelasannya.
Baca Juga: PREDIKSI SKOR H2H dan Line up Persib Bandung vs RANS Nusantara FC, Tiki Taka Ala Luis Milla
Makamnya terletak di sebelah barat Masjid Agung Tuban. Meski terletak di sudut sempit, tidak menyurutkan peziarah mampir ke pesarean wali yang wafat pada 1525 ini.
Dipastikan, tiap hari ulang tahun Kota Tuban dan hari besar Islam, area makam Sunan Bonang selalu dipenuhi peziarah dan berakhir dengan banyaknya tumpukan sampah.
Sayang, persinggahan penulis tak terlalu lama di kota yang namanya diambil dari kalimat watu tiban ini.
Baca Juga: PREDIKSI SKOR Head to Head Persib Bandung vs Rans Nusantara FC, Gaya Melatih Hebat Luis Milla
Sebuah penyesalan menambah, lantaran tak bisa membuktikan ucapan sekawanan pemuda yang mengamen sekitar alun alun sana. Kata mereka, alun-alun ini terus berdenyut 24 jam.
Begitulah Kota Tuban. Hanya sepintas yang bisa digambarkan. Sebelum meninggalkan kota ini, satu hal yang kemudian bisa disimpulkan.
Tuban layak disebut sebagai daerah yang sukses membangun akulturasinya. Gambaran utuh tentang adopsi berbagai budaya tersaji di sini. Konsekuensi logis seiring perjalanan panjang masa-masa Tuban menapaki sejarahnya.
Baca Juga: LINK STREAMING Persib Bandung vs RANS Nusantara FC, ini yang Berbeda dari Luis Milla
Dimulai dari pengaruh kerajaan Jawa bisa tergambar dengan posisi alun-alun yang selalu berdampingan dengan kantor kabupaten.
Pengaruh jaringan perdagangan Asia yang didominasi Cina tersaji dengan keberadaan dua kelenteng dan pecinannya yang berada tak jauh dari alun-alun.
Pengaruh Islam terasa dalam bangunan masjid dan makam Sunan Bonang. Serta, pengaruh terakhir, adalah birokrasi kolonial yang direfleksikan melalui keberadaan kantor pos, penjara, dan beberapa bangunan bergaya Indies lainnya.***