Mengenal Al-Hallaj, Seorang Penghulu Sufi yang Dihukum Mati

- 21 Agustus 2022, 08:30 WIB
 Ilustrasi Mengenal Al-Hallaj, Seorang Penghulu Sufi yang Dihukum Mati./Instagram @sufi.Indonesia
Ilustrasi Mengenal Al-Hallaj, Seorang Penghulu Sufi yang Dihukum Mati./Instagram @sufi.Indonesia /

PORTAL MAJALENGKA - Namanya ialah Abu Al-Mugits Al-Husain bin Mansur Al-Baidawi Al Hallaj. Lahir di koya Baida, Faris (Iran) pada tahun 858 M/224 H.

Ia merupakan penghulu dari gerakan sufi pada perkembangan awal Islam dan merupakan sufi terkemuka dari abad ke-9.

Pada usianya 16 tahun, Al-Hallaj berguru kepada seorang sufi besar Sahal bin Abdullah Al-Tustari di Ahwaz.

Baca Juga: 6 Nasihat Mbah MAIMOEN ZUBAIR

Kemudian setelah itu ia pergi ke Basra dan berguru kepafa Amr Ibn Utsman al-Makki, seorang sufi terkemuka pada zamannya.

Tidak lama kemudian ia kemudian pindah, pada tahun 264 H/878 M ia pergi ke Baghdad dan berguru kepada Junaid Al-Baghdadi, pemuka semua sufi, namun tidak diterima hingga meninggalkannya tanpa izin.

Al Hallaj selalu hidup berpindah-pindah dalam perjalanannya yang panjang. Di dalan pengembaraanya itu ia telah tinggal di daerah-daerah Tustur, Khurazan, Sijistan, Karman, daerah-daerah belakang sungai, Persia, Ahwaz, Basra dan Baghdad.

Baca Juga: Genap 2 Tahun, Portal Majalengka Syukuran Bersama Puluhan Anak Yatim

Selain itu Al Hallaj juga mengembara ke daerah bagian Timur dari Turkisan, Mesir dan beberapa daerah di India.

Selama perjalanannya itu ia mendapat gelar yang bermacam-macam. Di Baghdad ia digelari al-Musthalam, di Turkistan di gelari al-Muqith, dan di India ia disebut dengan "al-Mughits".

Di abad ke-3 H, sufisme telah berubah dari kezuhudan dan kesederhanaan kepada suatu pemahaman yang cenderung dan kesederhanaan kepada pemahaman yang cenderung mengabaikan syariat secara berlebihan, seperti kecenderungan para fuqaha Ahlussunnah kepada pelaksanaan syariat.

Baca Juga: Lewat BLIF 2022, Ajak Anak Muda Peduli Lingkungan dan Dukung Produk Lokal

Tokok-tokoh sufisme berpendapat bahwa pelaksanaan syariat itu hanya tepat untuk tahap permulaan, atau sekadar tangga yang musti dilalui untuk pondah ke tahap berikutnya.

Sebagian tokoh, terutama Al Hallaj berpendapat bahwa barang siapa sudah sampai ke tujuannnya, dia tidak memerlukan perantara lagi; ia diperbolehkan mengabaikan perantara-perantara tersebut.

Al Hallaj dan kawan-kawannya lebih jauh bahkan berpendapat bahwa para wali mereka lebih tinggi derajatnya dibandingkan nabi.

Baca Juga: Kisah Mbah Kholil Bangkalan dan Pengemis Gembel Tanpa Sepatah Kata

Hubungan para wali dengan Tuhan mereka adalah hubungan langsung, mereka menyatu dan melebur di dalam-Nya. Sedangkan nabi tidak berhubungan dengan-Nya kecuali melalui perantara. "Kami mengaringi lautan, sedangkan para nabi berdiri di tepi lautan itu".

Tidaklah mengherankan, ketika Al Hallaj dan murid-murinya semakin berani, orang awam semakin banyak yang mengikuti ajarannya.

Ajaran ini kemudian dianggap mengganggu, meresahkan para fuqaha dan ulama agama, sehingga mereka memberika peringatan dan larangan.

Baca Juga: Infrastruktur Pertanian di Tasikmalaya Terdongkrak Melalui Program Kementan

Pemikiran Al Hallaj mengenai Inkarnasi (hulul), kefanaan dan zat Tuhan serta kesatuan wujudnya dengan Tuhan dituduh telah mengganggu ketenangan Islam.

Al Hallaj mengumumkan tentang pencampuran ruh Tuhan dengan ruh manusia, serta menjelaskan syairnya bahwa dirinyanda Al-Haww, Sang Pencipta adalah satu:

Akulah yang ingin dan Yang Ingin adalah Aku

Kami adalah dua ruh yang tinggal di satu badan

Jika kamu melihatku, berarti melihat-Nya

Dan jika kamu melihat-Nya, berarti kamu melihat kamu

Baca Juga: KISAH PERJUMPAAN Sunan Gunung Jati dengan Kembang Desa yang Sangat Cantik Jelita

Dalam menanggapi ajaran tasawuf Al Hallaj ini, masyarakat terpecah belah sehingga stabilitas terganggu.

Kalangan ahli tasawuf sendiri terpecah belah; ada yang mendukung, namun ada pula yang menolak dan menuduhnya sebagai ahli sihir.

Berdasarkan laporan-laporan masyarakat, maka pemerintah segera menahan dan menyeretnya ke pengadilan.

Oleh pengafilan ia dijatuhi hukuman mati yang pelaksanaannya akan dilakukan pada tanggal 28 Maret 913 (29 Dzulqa'dah 309 H), dan selama menunggu waktu eksekusi tersebut, ia ditempatkan di penjara.

Baca Juga: KH Ahmad Bahauddin Nur Salim Buka Rahasia Cara Mudah untuk Menjadi Wali

Selama di dalam penjara, al-Hallaj banyak menuliskan karya hingga mencapai 48 buku. Diantaranya ialah:

1. Kitab Al-Shaihur Nawshid Duhur.

2. Kitab Al-Abad wa Al-Mabud.

3. Kitab Kaifa Kana Wa Kaifa Yakun.

4. Kitab Huwa Huwa.

5. Kitab Sirru Al-Alam wa Al-Tauhid.

6. Kitab Al-Thawasin Al-Azal.

Baca Juga: MANTAN PREMAN, Hercules Dijadikan Adik Angkat Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan

Al-Hallaj dapat dikatakan sebagai salah seorang pioner Islam yang melakukan eksperimen terhadap pengalaman keberagaman, dari sudut yang sangat dalam, setelah dimensi yang formal gagal dan yang tradisional membahayakan agama.***

Editor: Andra Adyatama

Sumber: Buku 125 Ilmuan Muslim Pengukir Sejarah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah