Harga Rokok Semakin Mahal, Cukai Rokok Tahun 2021 Naik 12,5 Persen

11 Desember 2020, 14:45 WIB
cukai rokok tahun 2021 naik sekitar 12,5 persen /fixpadang.pikiran-rakyat.com

PORTAL MAJALENGKA – Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menjadi komitmen untuk terus berupaya menyeimbangkan berbagai aspek dari cukai hasil tembakau (CHT).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan tarif cukai rokok tahun depan naik sebesar 12,5 persen.

Kebijakan tersebut diberlakukan sesuai dengan visi dan misi Presiden Joko Widodo untuk menekankan sumber daya manusia (SDM) maju serta Indonesia unggul.

Baca Juga: Bertabur Bintang, Shopee Tampilkan Stray Kids dan GOT7 Live Di TV Show Shopee 12.12 Birthday Sale!

“Kita akan naikkan cukai rokok sebesar 12,5 persen,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis 10 Desember 2020.

Menkeu merinci industri yang memproduksi sigaret putih mesin (SPM) golongan I naik 18,4 persen, sigaret putih mesin golongan II A naik 16,5 persen, dan sigaret putih mesin naik II B naik 18,1 persen.

Kemudian untuk sigaret kretek mesin (SKM) golongan I naik 16,9 persen, sigaret kretek mesin II A naik 13,8 persen, dan sigaret kretek mesin II B naik 15,4 persen.

Baca Juga: Cukai Rokok Direncanakan Naik Tahun Depan, Sri Mulyani: Kami Punya 5 Pertimbangan

Sementara untuk industri sigaret kretek tangan, tarif cukainya tidak berubah atau tidak dinaikkan yang artinya kenaikannya nol persen karena memiliki unsur tenaga kerja terbesar.

“Dengan komposisi tersebut maka rata-rata kenaikan tarif cukai adalah 12,5 persen,” ujarnya.

Pemerintah tidak melakukan simplifikasi golongan karena strateginya adalah pengecilan celah tarif antara SKM golongan II A dengan SKM golongan II B serta SPM golongan II A dan SPM golongan II B.

Baca Juga: Rokok Elektrik Masuk Kategori Barang Kena Cukai

“Jadi meski kita tidak melakukan simplifikasi secara drastis atau menggabungkan golongan, tapi kami memberikan sinyal ke industri bahwa celah tarif antara II A dan II B untuk SKM maupun SPM semakin diperkecil atau didekatkan tarifnya,” jelasnya.

Untuk besaran harga banderol atau harga jual eceran di pasaran adalah sesuai dengan kenaikan dari tarif masing-masing kelompok tersebut.

Berbagai kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka mengendalikan konsumsi produk hasil tembakau, karena dalam RPJMN preferensi merokok khususnya usia 10 sampai 18 tahun ditargetkan turun 8,7 persen pada 2024.

Baca Juga: MPSI Minta Pemerintah Tidak Menaikkan Tarif Cukai Hasil Tembakau

“Kenaikan CHT menyebabkan rokok lebih mahal atau affordability index naik dari tadinya 12,2 persen menjadi antara 13,7 hingga 14 persen sehingga makin tidak terbeli,” katanya.

Kebijakan dilakukan juga dalam rangka menjaga 158.552 tenaga kerja di pabrik rokok langsung terutama yang terkonsentrasi pada industri rokok kretek tangan.

Selain itu, pemerintah turut menjaga dari sisi petani penghasil tembakau dengan jumlah 526.389 keluarga atau setara 2,6 juta orang yang bergantung pada pertanian tembakau.

Baca Juga: Sampai September, Cukai Hasil Tembakau Tumbuh 8,53 Persen

“Besaran kenaikan tarif cukai memperhatikan tingkat serapan tembakau dari petani lokal dengan demikian 526 ribu kepala keluarga yang menggantungkan hidup dari pertanian tembakau bisa tidak terancam oleh kenaikan CHT,” katanya.

Pemerintah turut mempertimbangkan aspek industri yaitu kebijakan bagi UMKM akan diberikan pemihakan melalui alokasi dana bagi hasil (DBH) CHT.

Baca Juga: Bea Cukai Musnahkan Barang Penindakan Senilai Rp504 Juta

Terutama untuk pembentukan kawasan industri hasil tembakau KIHT yang bertujuan memberikan lokasi bagi UMKM sekaligus mengawasi peredaran rokok ilegal.

“Kalau harga rokok dan CHT semakin tinggi maka memberikan insentif bagi masyarakat memproduksi rokok ilegal yakni rokok yang diproduksi dan diedarkan tidak legal dengan tidak bayar cukai. Semakin tinggi cukainya maka insentif melakukan tindakan ilegal semakin tinggi,” jelasnya. ***

Editor: Hanif Maulana

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler