Maulid Nabi Antara Sunnah dan Bid`ah
KH. Hasyim Asy'ari (pendiri NU) menulis kitab tentang Maulid Nabi yang berjudul Al-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat (Peringatan Keras bagi orang yang menyalahgunakan Maulid dengan kemungkaran).
Disebutkan, hukum Maulid Nabi itu bisa sunnah tetapi juga bid`ah. Pertama, kata KH Hasyim Asy'ari, membaca Maulid Nabi sangat dianjurkan, oleh sebab itu ulama ternama seperti Ibnu Hajar, al-Suyuthi, al-Qodli 'Iyadh dll memuji kebaikan dari membaca Maulid Nabi SAW.
Kedua, kata KH Hasyim Asy'ari, peringatan maulid juga bisa dihukumi bid`ah kalau praktiknya menyimpang. Misalnya, kalau disertai pesta-pesta yang menjurus maksiyat, berkumpulnya laki-laki dan wanita.
Keutamaan membaca Maulid Nabi SAW dinilai amalan sunnah karena di dalamnya mengandung kebaikan. Dua inti dalam pembacaan Maulid Nabi SAW adalah: (1). Kisah Sejarah Kelahiran Nabi Muhammad SAW. (2). Pembacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Pada pembacaan sejarah kelahiran Nabi para ulama mendasarkan perintah Alquran yang berhubungan dengannya untuk diambil pelajaran.
Baca Juga: PKI Jadikan Pabrik Gula Gorang Gareng Magetan Kolam Darah dan Mayat pada 18 September 1948
"Maka ceritakanlah wahai Nabi kisah ini kepada kaummu agar mereka berpikir.” (Al-A’raf: 176). "Sesungguhnya pada kisah-kisah (para nabi dan umat mereka) itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. " (Yusuf : 111). Dan lain-lain. Banyak ayat Alquran yang sejenis.
Sedangkan pembacaan shalawat atas Nabi Muhammad SAW disebutkan, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (Al-Ahzab : 56).
Selain perintah Alquran, perintah Nabi (Al-Hadits) dari keutamaan membaca shalawat cukup banyak.