Ulul Albab; Muslim yang Berzikir dan Berpikir (Catatan Kecil Musibah di Awal Tahun 2021)

- 1 Februari 2021, 07:26 WIB
Dr H Masduki Duryat MPdI
Dr H Masduki Duryat MPdI /

Baca Juga: Selamatkan Bumi, Slankers Fans Club Majalengka Lakukan Penanaman Pohon

Semua ilmuwan melakukan hal yang standar. Lalu apa yang membedakan antara ilmuwan muslim dengan ilmuwan non-muslim? Pada ayat di atas dipadu antara pikir dan zikir, bahkan zikir disebut lebih dahulu, baru kemudian pikir. Urutan ini bukan secara kebetulan, tetapi menegasikan bahwa sebelum menjadi ilmuwan yang banyak berpikir, seorang muslim harus mentarbiyah dirinya dengan zikir.

Zikir dilakukan secara formal—dengan melafalkan kalimat tasbih, tahmid, takbir dan tahlil—maupun zikir substansial, yakni jiwa terus berselancar dengan sang khalik. Kewajiban sebagai seorang muslim, seperti shalat wajib dan puasa pada bulan Ramadhan, telah dikerjakan dengan baik. Juga ibadah sunnah, seperti zikir asmaul husna, puasa Senin Kamis, dan shalat tahajud menjadi bagian dari tradisi kehidupannya.

Ketika seorang muslim menjadi ilmuwan, ia tidak pernah berhenti mengingat atau menyebut asma Allah, baik ketika berdiri, duduk, maupun berbaring. Pengamatan dan perenungannya atas fenomena alam tidak membuatnya berlepas diri dari sang Maha Pencipta semua fenomena ini. Fenomena alam dengan aneka pola dan keteraturannya adalah bagian dari kehendak-Nya.

Baca Juga: Masyarakat dan Pemerintah Bersama Tekan Penularan Covid-19 Lewat Protokol Kesehatan

Aneka fenomena alam tidaklah berdiri sendiri, ia saling terkait satu sama lain. Fenomena alam tidak muncul sia-sia tanpa pesan—pasti ada blessing in disgues—bukan tanpa pesan. Ilmuwan Islam mencoba memahami dan menangkap pesan yang terkandung di balik aneka fenomena alam.

Mengamati dan merenungkan alam berarti memahami kebijakan-Nya. Ketika misteri dari sebuah fenomena alam tersibak, ilmuwan muslim secara spontan akan menyucikan Sang Pengendali yang tersembunyi di balik fenomena tersebut. Tidak sekedar bertasbih, melainkan juga memohon agar upaya menyingkap tabir alam dan hasilnya tidak menggelincirkannya serta menyeretnya ke dalam azab-Nya dengan berzikir. “Rabbanaa maa khalaqta haadza baathilaa”

Inilah aksiologi dalam bangunan sains Islam, yakni menyibak rahasia alam yang tidak satupun tercipta dengan sia-sia. Keberhasilan sang ilmuwan menyibak rahasia alam tidak membuatnya takabur, arogan, dan mengabaikan Sang Pencipta. Sebaliknya, mereka semakin takjub pada kekuasaanNya hingga semakin tunduk, dekat dan takut kepadaNya.

Baca Juga: Problematika Dana Bencana

Musibah; Pespektif Ulul Albab

Halaman:

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah