DEMOKRASI DAN BLACK CAMPAIGN; Kasus Pemilihan Bupati Indramayu

- 5 Desember 2020, 08:32 WIB
Dr H Masduki Duryat MPdI
Dr H Masduki Duryat MPdI /

“Tuhan tidak pernah menganugerahi negarawan atau filosof, atau siapapun”, tulis mantan presiden AS Benjamin Harrison, “dengan cukup banyak kebijaksanaan untuk merumuskan suatu sistem pemerintahan yang bisa langsung dijalankan semua orang begitu saja”.

Itu yang kemudian dengan mengadaptasi pandangan Gunnar Myrdal karena nilai-nilai tidak dapat terlaksana dengan sendirinya diperlukan sikap saling toleran dan menahan diri secara kelembagaan maupun individu untuk bagaimana harus berbuat—di luar batas hukum—untuk menjalankan fungsinya secara kelembagaan maupun individu.

Baca Juga: Potensi Kredit Tumbuh, Persepsi Risiko Perbankan Tinggi

Dalam konteks pemilihan bupati Indramayu adalah sebuah keharusan menjaga nilai-nilai demokrasi dengan tetap memagarinya melalui sikap santun dan toleran serta mampu menahan diri.

Tidak serta-merta atas nama demokrasi lalu mendiskreditkan, menjelekkan, dan melakukan ‘pembunuhan’ karakter seseorang melalui kampanye negatif secara membabi buta.

Baca Juga: Pangkas Cuti Bersama, Kurangi Potensi Kerumunan

Black Campaign dan Negative Campaign

Pada pandangan Mahfud MD memang ada perbedaan antara kampanye hitam (black campaign) dengan kampanye negatif (negative campaign).

Kendati tidak dilarang dalam pemilu, kampanye negarif lebih mengemukakan sisi kelemahan faktual tentang lawan politik dan tidak bisa dihukum.

Kampanye hitam lebih cenderung bermuatan fitnah dan penuh kebohongan tentang lawan politik. Kampanye hitam ini jelas dilarang oleh undang-undang. Mahfud MD menyebut contoh, “kalau anda bilang bahwa Jokowi PKI atau bahwa Prabowo terlibat ISIS itu sudah black campaign.  

Halaman:

Editor: Andra Adyatama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x