Oleh karena itu ia mendapat gelar Syekh Quro. Ajaran yang dikembangkan oleh Syekh Quro adalah ajaran Islam Madzhab Hanafiah.
Pondok Quro yang didirikan oleh Syekh Hasanuddin tersebut merupakan lembaga pendidikan Islam (pesantren) pertama di tanah Pasundan.
Kemudian setelah itu muncul pondok pesantren di Amparan Jati daerah Gunung Jati (Syekh Nurul Jati).
Setelah Syeikh Nurul Jati meninggal dunia, pondok pesantren Amparan Jati dipimpin oleh Syekh Datuk Kahfi atau Syekh Idhofi, ulama asal Arab yang mengembangkan ajaran Islam madzhab Syafi’iyyah.
Sepeninggal Syekh Hasanuddin, penyebaran Islam melalui lembaga pesantren terus dilanjutkan oleh anak keturunannya, di antaranya adalah Musanuddin atau Lebe Musa.
Dalam sumber lisan, Musanuddin dikenal dengan nama Syeikh Benthong, salah seorang yang termasuk kelompok wali di pulau Jawa.
Baca Juga: Cinta Bersemi di Makam SUNAN GUNUNG JATI, Kisah Cinta Kakek Sondani dengan Gadis Cantik bernama Via
Dengan latar belakang kehidupan keberagamaan ibunya seperti itulah, maka Pangeran Walang Sungsang dan adiknya Nyimas Rara Santang memiliki niat untuk menganut agama ibunya.
Dan keduanya harus mengambil pilihan untuk tidak tetap tinggal di lingkungan istana. Pangeran Walang Sungsang dan Nyimas Rara Santang nantinya akan keluar dari Pajajaran untuk belajar agama Islam.