Pertama, Ingsun Titip Tajug lan Fakir Miskin secara harfiah arti dari wasiat tersebut ialah “Saya titip tajug (sejenis mushalla atau langgar yang dipergunakan pula buat mengaji) dan fakir miskin.”
Lewat wasiat tersebut, Sunan Gunung Jati mengajarkan kita untuk saling menjaga rumah ibadah atau tempat belajar mengaji dan sejenisnya.
Tidak heran Sunan Gunung Jati meninggalkan banyak bangunan masjid, langgar, petilasan dan tempat lainnya berkaitan dengan tajug.
Bahkan mahar Sunan Gunung Jati kepada istrinya Nyimas Pakungwati dihadiahkan Masjid Pakungwati yang saat ini bernama Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Kemudian Sunan Gunung Jati mengajarkan tentang bagaimana kita membantu masyarakat fakir dan miskin.
Poin inti dari wasiat Sunan Gunung Hati adalah keberadaan tajug dan fakir miskin senantiasa dijaga dan diperhatikan.
Kendati tidak sepopuler bila dibandingkan wasiat pertama di atas, sebagian masyarakat Cirebon juga mengenal pesan lain yang juga diyakini bersumber dari Syekh Syarif Hidayatullah.
Pesan kedua tersebut berbunyi, “Sugih bli rerawat, mlarat bli gegulat”. Artinya menjadi kaya bukan untuk pribadi, menjadi miskin bukan untuk menjadi beban bagi orang lain.
Pesan bagi masyarakat Cirebon bahwa ketika diberi rejeki lebih, berarti ada hak yang dimiliki orang lain khususnya fakir dan miskin.